JAKARTA - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo dikritik atas responsnya terhadap kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua. Bamsoet --sapaannya-- menyerukan KKB ditumpas habis. Urusan hak asasi manusia (HAM) belakangan. Kami jadi ingat sikap Bamsoet soal HAM, ketika ia menyentil Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang waktu itu ingin melarang eks napi korupsi nyaleg. KPU jangan langgar HAM, kata Bamsoet.
"Menjegal mantan terpidana korupsi untuk menggunakan hak dasarnya sebagai warga negara untuk dipilih sebagai calon legislatif, menurut saya kurang bijaksana," kata Bamsoet, dikutip dari Antara, Rabu, 28 April.
Pernyataan Bamsoet itu keluar pada Mei 2018. Saat itu KPU tengah gencar dalam wacana pelarangan eks napi korupsi nyaleg. Bamsoet jadi salah satu dari barisan pengkritik wacana itu. Bamsoet mengingatkan KPU soal HAM yang terancam dilanggar jika larangan itu diberlakukan. Lebih dari itu, Bamsoet juga mengingatkan UU yang mungkin ditabrak KPU.
Rinci Bamsoet menjelaskan UU yang ia maksud. Adalah UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mengatur bahwa mantan napi yang sudah menjalani masa hukuman lima tahun atau lebih berhak mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
Benar memang ada dalil itu. Dalam UU itu juga dijelaskan caleg eks napi harus mengumumkan ke publik soal kasus hukum yang pernah menjeratnya. “Antara lain yang bersangkutan harus mendeklarasikan secara jujur bahwa dirinya mantan napi korupsi," tutur Bamsoet.
Syarat lainnya adalah "(caleg eks napi) tidak dicabut haknya oleh keputusan pengadilan, melewati jeda waktu lima tahun (jika tuntutan hukumannya di atas lima tahun) serta menunjukan penyesalan dan berkelakuan baik selama menjalani tahanan serta tidak mengulangi perbuatannya."
Bamsoet juga mengkritik wacana pelarangan yang dilempar KPU ini sebagai sikap berlebihan dan kental pencitraan. KPU berpotensi melampaui kewenangan jika merealisasikan wacana tersebut.
“Sikap KPU tersebut terlampau berlebihan dalam membangun pencitraan lembaganya. Sebab UU sudah mengatur mengenai hak-hak seorang warga negara termasuk para mantan terpidana. Dan keputusan seseorang kehilangan hak-hak politiknya itu ada di pengadilan, bukan diputuskan dalam aturan yang letaknya di bawah UU.”
“Atau kalau mau, kita amendemen saja dulu konstitusi kita agar KPU diberikan hak untuk membuat UU sendiri sekaligus melaksanakannya sendiri.”
“Itu dijamin dalam konstitusi kita. Kecuali pengadilan saat memutus perkara memutuskan pencabutan hak politiknya. Soal apakah yang bersangkutan (caleg mantan napi korupsi, red) akan terpilih atau tidak, serahkan saja kepada masyarakat."
Tumpas dulu, HAM belakangan
Tahun 2021, Bamsoet kembali bicara HAM. Kali ini dengan objek bahasan yang berbeda: KKB Papua. Bamsoet menyerukan agar otoritas keamanan tak ragu menurunkan kekuatan penuh untuk memusnahkan mereka orang-orang yang dikelompokkan sebagai KKB. Urusan HAM, belakangan saja, kata Bamsoet.
Pernyataan itu diucap Bamsoet sebagai respons atas kematian Kepala BIN Daerah Papua Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha. Danny ditembak mati oleh KKB dari kelompok Lekagak Telengan. Danny gugur di Bonega, Kabupaten Puncak, Papua.
"Saya meminta pemerintah dan aparat keamanan tidak ragu dan segera turunkan kekuatan penuh menumpas KKB di Papua yang kembali merenggut nyawa. Tumpas habis dulu. Urusan HAM kita bicarakan kemudian," kata Bamsoet dalam rilis pers, Senin, 26 April.
Lebih lanjut, Bamsoet memeringatkan tentang memanasnya Papua. KKB, kata Bamsoet makin meresahkan beberapa waktu belakangan. Sebelum kematian Danny, dua kematian telah lebih dulu tercatat: guru di Kabupaten Puncak pada 8 April dan pelajar SMA di Kabupaten Puncak, 15 April.
Organisasi Papua Merdeka telah mengklaim bertanggung jawab atas penembakan Danny pada Minggu, 25 April. Juru Bicara Tentara Nasional Papua Barat (TNPB)-OPM, Sebby Sambom menyebut Danny tewas karena peluru nyasar dalam kontak senjata.
"Tertembaknya Kabin Papua, Brigjen Gusti Putu tertembak peluru nyasar TPNPB ... Karena TNI Polri anggap remeh pasukan TPNPB. Jadi semua pasukan TNI-Polri adalah musuh dan menjadi target TPNPB," kata Sebby, ditulis CNN Indonesia, Senin, 26 April.
Kritisi pernyataan Bamsoet
Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyoroti pernyataan Bamsoet. Menurut Usman, pernyataan Bamsoet sudah termasuk dalam kategori melawan hukum internasional. Lebih dari itu, pernyataan Bamsoet juga ikonstitusional.
"HAM merupakan kewajiban konstitusi sehingga harus menjadi prioritas dalam setiap kebijakan negara. Mengesampingkan HAM itu bukan hanya melawan hukum internasional, tetapi juga inkonstitusional," Usman Hamid, dikutip VOI, Rabu, 28 April.
Usman, tentu saja juga mengutuk pembunuhan di luar hukum terhadap Kepala BIN Daerah Papua Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha. Dan kematian itu seharusnya jadi yang terakhir. Namun di sisi lain pernyataan Bamsoet justru dianggap berpotensi memicu eskalasi kekerasan di Papua dan Papua Barat.
"Kejadian tersebut harus dijadikan yang terakhir dan tidak boleh dijadikan pembenaran untuk memperluas pendekatan keamanan yang selama ini terbukti tidak efektif untuk menyelesaikan masalah di Papua. Cara itu hanya melanggengkan siklus kekerasan yang dapat mengorbankan masyarakat serta aparat negara. HAM itu bicara keselamatan semua,” Usman Hamid.
Pendekatan kemanusiaan bukan hal mustahil. Pemerintah, kata Usman Hamid harusnya belajar dari pengalaman di Aceh, bagaimana kebijakan diambil atas kemanusiaan dengan memprioritaskan HAM.
"Dengan melabeli Organisasi Papua Merdeka atau OPM sebagai kelompok teroris, kebijakan itu hanya akan mendorong eskalasi konflik. Itu harus dibatalkan karena tidak sesuai prinsip negara hukum, sebagaimana yang tertuang dalam UUD Negara Republik Indonesia," kata Usman Hamid.
*Baca Informasi lain soal KKB PAPUA atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.