Bagikan:

JAKARTA – Pepatah yang mengatakan mulutmu harimaumu, mungkin kini pantas disematkan kepada Miftah Maulana Habiburrahman atau yang lebih dikenal dengan Gus Miftah. Gara-gara ucapannya, yang menurut dia hanya candaan, kepada penjual es teh Miftah dihujani kritik dan memaksanya mundur dari jabatan yang belum dua bulan ia duduki.

Sepanjang pekan lalu nama Miftah menjadi sorotan publik. Awalnya bermula potongan video viral di media sosial. Dalam video tersebut, Gus Miftah yang sedang menjadi penceramah di acara Magelang Bersholawat terlihat berkata kasar kepada penjual minuman yang menjajakan dagangannya.

Vido itu pun menjadi santapan publik dan media selama beberapa hari. Nama Miftah juga muncul sebagai trending topic di X. 

Mereka yang kenal dekat dengan pria kelahiran Lampung ini menganggap perkataan Miftah adalah hal biasa, dan konteksnya bercanda bukan sebagai sebuah penghinaan. Sementara kalangan lain menyebut Gus Miftah melakukan bullying atau perundungan terhadap si penjual es yang diketahui bernama Sonhaji.

Melihat Respons Lawan Bicara 

Bagi sebagian orang, ucapan yang dilontarkan Gus Miftah kepada si penjual es hanyalah candaan biasa, karena ia memang terbiasa berdakwah dengan menyelipkan candaan. Apalagi, melihat latar belakang Miftah yang dulu pernah berdakwah di kelab-kelab malam.

Tapi candaan Miftah kali ini ternyata tidak dapat diterima oleh semua orang. Sebagian kalangan lainnya menyebut ia melakukan bullying atau perundungan.

Perundungan secara sederhana dapat diartikan sebagai segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok. Umumnya, perundungan terjadi karena ada relasi kuasa.

Penceramah kondang Miftah Maulana Habiburrahman merangkul penjual es teh asal Dusun Gesari, Desa Banyusari, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Sonhaji di Magelang, Rabu (4/12/2024). (ANTARA/HO)

Bersamaan dengan viralnya video Miftah mengejek penjual es teh, muncul video lama ketika ia disebut bercanda dengan pesinden Yati Pesek.

"Kulo niku bersyukur Bude Yati elek. Nek ayu dadi lont* to iki (Aku bersyukur Bude Yati jelek, kalau cantik jadi lont*)," kata Gus Miftah dalam video viral tersebut.

Mengomentari video-video Gus Miftah yang viral, psikolog klinis Anastasia Sari Dewi menjelaskan apa saja yang bisa dikategorikan dalam konteks bercanda. Menurut dia, bercanda harus ada kesepakatan antara dua arah. Artinya, tidak hanya salah satu pihak yang menganggap konteks tersebut hanya candaan.

Ini bisa terlihat dari bagaimana respons seseorang saat menerima perlakuan dari lawan bicaranya.

"Bercanda itu ketika dua-duanya menganggap lucu, dua-duanya tertawa, dan dilakukan di antara orang-orang yang punya hubungan baik, tetapi kalua tidak saling kenal atau bahkan mengeluarkan kata-kata yang jelas konotasi negatif, itu sudah termasuk melakukan perundungan, pembullyan," terang Sari.

Sedangkan dalam video yang beredar, baik itu ketika Miftah merasa bercanda dengan Yeti Pesek dan penjual es, reaksi keduanya tampak sebaliknya. Tidak ada tawaan seperti yang ditunjukkan Miftah dan rekan-rekannya.

"Yang jelas konotasi negatif, itu sudah masuk melakukan perundungan, pembullyan, itu sudah tidak lagi lucu, apalagi dikelilingi orang-orang yang tertawa bersama dia, (pedagang es teh) dari ekspresinya juga tidak menunjukkan ketawa, tidak menunjukkan menikmati kata-kata yang dilontarkan, bahkan yang kita ketahui dalam profesional saja, roasting, perlu ada consent," sambung dia.

Tidak Penuhi Kompetensi Kepemimpinan

Sementara itu, psikolog Tika Bisono mengatakan sebagai tokoh publik, terutama kaliber negara seseorang perlu memiliki kode etik. Ia menekankan pentingnya menempatkan seseorang dengan melihat kompetensi atau latar belakangnya, apalagi jika posisi yang diduduki bukanlah posisi sembarangan atau seperti istilah yang populer the right man in the right place

"Kode etik itu perlu dipelajari, kalau memang yang bersangkutan tidak bisa meninggalkan hal-hal yang ia lakukan dulu, ya seharusnya dia gentle, menolak (posisi ini), karena ini kan posisi penting," kata Tika ketika dihubungi VOI

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, ini bukan pertama kali Miftah melakukan guyonan dengan kata-kata kasar. Selain video-nya bersama Yeti Pesek, pria kelahiran 1981 ini juga pernah terekam sedang menjambak kepala istrinya di sebuah acara. Tak ayal video tersebut menuai kecaman. Namun Miftah kembali berdalih di balik kata "bercanda". 

Melihat rentetan video yang menggambarkan gaya bercana Miftah, Tika pesimistis yang bersangkutan akan berubah jika terus berada di posisi yang sama. Ia tidak melihat Gus Miftah memiliki tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam psikologi rekrutmen yaitu kompetensi, pengalaman, dan profil kepribadian.

“Dari tiga hal ini, yang bersangkutan tidak memiliki semuanya padahal ini adalah hal paling mendasar,” ujar Tika ketika dihubungi VOI.

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan keterangan persnya kepada awak media di Istana Merdeka, Jakarta, pada Jumat, 6 Desember 2024. (BPMI Setpres/Rusman)

Kendati demikian, Tika melanjutkan, kejadian seperti ini tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Gus Miftah. Ia justru menunjuk Presiden Prabowo Subianto sebagai sosok yang bertanggung jawab karena menempatkan seseorang tidak sesuai kompetensinya.

“Kompetensi akan mewarnai kepemimpinan seseorang, entah itu kepemimpinan tradisional (seperti komunitas) maupun kepemimpinan modern,” Tika menjelaskan.

“Ini bukan salah yang bersangkutan, karena memang dari dulu perilakunya begini. Jadi penunjukkan dia memang terkesan dipaksakan,” tandasnya.

Kini, Miftah Maulana Habiburrahman telah melepaskan jabatan sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Saran Keagaman, posisi yang ditempati sekitar dua bulan lalu. Namun dari kasus ini kita bisa belajar, bahwa jangan sampai terpeleset berbicara di depan massa, terutama bagi pejabat publik seperti Gus Miftah.