Dilema Kita: Pakai Sumur Bor Jakarta Tenggelam, Tak Pakai Sumur Bor Tak Punya Air Bersih
Ilustrasi foto (Mukesh Sharma/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Jakarta dan air. Air mungkin menenggelamkan Jakarta pada 2050. Pemanfaatan sumber air dari sumur bor jadi masalah yang harus segera dituntaskan.

Pada Oktober 2019, jurnal Nature Communications merilis hasil penelitian yang memprediksi Jakarta tenggelam pada 2050. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Intan Suci Nurhati menjelaskan sejumlah hal yang bisa jadi penyebab Jakarta tenggelam. Salah satunya, perilaku masyarakat, seperti penyedotan air tanah menggunakan sumur bor.

"Kalau untuk Jakarta sendiri, ibaratnya (dampaknya) karena perubahan iklim sampai Jakarta Utara, tapi karena ada pengambilan air tanah (dampaknya) sampai Monas. Misalnya seperti itu, ini perbandingan saja," terang Intan, dikutip Kompas.com.

Intan yang juga anggota panel ilmuwan Intergovernmental Panel on Climate Change PBB mengatakan, di Jakarta, penurunan tanah akibat perilaku masyarakat berperan lebih ketimbang perubahan iklim itu sendiri. Karenanya, selain mendalami dampak perubahan iklim, otoritas juga harus mengambil solusi paten menghentikan perilaku destruktif masyarakat, termasuk penyedotan air tanah.

Dua hal itu, kata Intan akan sangat memengaruhi solusi apa yang harus diambil. "Kalau kita bicara kota seperti Jakarta, jika kita mau menyelamatkan kota ini dari kenaikan permukaan laut dan kita tidak hati-hati melihat mana sih faktor yang lebih dominan, takutnya fokus kita enggak benar," kata Intan.

"Misalnya kalau di Jakarta menekan penggunaan air tanah, itu efeknya akan sangat membantu (mengurangi dampak kenaikan air laut yang lebih besar). Nah itu salah satu cara yang bisa kita lakukan secara lokal," tambah dia.

Penyedotan air dengan sumur bor

Untuk mencari tahu bagaimana pemanfaatan air tanah dan akses air bersih bagi warga Jakarta, kami mencoba menghubungi Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta, baik sang Kepala Dinas, Yusmada Faizal ataupun Sekretaris, Duki Gardesi. Keduanya tak merespons VOI. Pesan singkat tak dijawab. Telepon pun tak diangkat, meski pesan WhatsApp kami untuk Yusmada Faizal telah centang dua biru.

Dudi Gardesi, dalam artikel Republika beberapa bulan lalu mengakui masih banyaknya penggunaan air tanah di Jakarta. Dinas SDA juga mengklaim tengah berupaya memindahkan sumber air bersih warga dari sumur bor ke penggunaan air pipa. Meski begitu, kala itu Dudi mengatakan tak tahu lebih detail karena sebelumnya masalah air bersih Jakarta ditangani Dinas Perindustrian dan Energi DKI.

"Ya masih banyak yang pakai air tanah, namun yang jelas kami akan mengupayakan penggunaan air tanah perlahan-lahan dikurangi dan masyarakat menggunakan air pipa," kata dia kala itu.

Air pipa bersih untuk warga Jakarta

Juli 2020, Pemprov DKI Jakarta merilis data soal pelanggan air bersih PAM Jakarta. Menurut data itu, kubikasi air dari PAM bertumbuh sebesar dua persen di setiap tahun sejak 2013. Air bersih di Jakarta dipasok oleh PT PAM Jaya, yang bermitra dengan PT Palyja --menangani pasokan air wilayah barat-- dan PT Aetra untuk wilayah timur.

Dikutip dari situs Jakarta.go.id, pada 2019, jumlah pelanggan air bersih terdata sebanyak 878.268 pelanggan, dengan jumlah produksi dan kubikasi air yang terjual masing-masing sebesar 631,96 juta m3 dan 362,63 juta m3. Artinya, setiap satu pelanggan PAM rata-rata menghabiskan 719,6 m3 selama tahun 2019.

Pertumbuhan dua persen ini berdampak pada peningkatan nilai rupiah yang didapat oleh PAM di setiap tahun, kecuali 2014 dan 2019. Terhitung, pada 2018 nilai rupiah yang didapatkan PAM sebanyak Rp2,74 triliun. Sementara, pada tahun 2019, PAM mendapat Rp2,43 triliun, turun sekitar 11 persen. Penurunan ini merupakan yang terbesar selama periode tersebut.

Berdasarkan data PAM Jaya DKI Jakarta, kelompok non-niaga jadi pelanggan terbesar dengan jumlah 743.555 pelanggan atau sekitar 85 persen dari total pelanggan air bersih di DKI Jakarta. Jumlah pelanggan air bersih terbesar selanjutnya adalah kelompok niaga dengan jumlah pelanggan sebesar 123.432 pelanggan.

Dalam kelompok non-niaga, rumah tangga jadi jumlah pelanggan air bersih terbesar, yaitu 739.944 atau 99,5 persen dari total pelanggan kelompok non niaga. Volume air yang disalurkan oleh PAM paling banyak terjadi pada 2019, yaitu kepada pelanggan rumah tempat tinggal. Ini sesuai dengan jumlah pelanggan air bersih pada kelompok rumah tangga yang juga terbanyak di DKI Jakarta.

Volume air yang disalurkan PAM kepada rumah tempat tinggal hingga 16 juta m3 atau sekitar 53 persen dari total volume air yang disalurkan di DKI Jakarta. Hal ini membuat nilai rupiah yang didapat PAM dari kelompok rumah tempat tinggal juga terbanyak yaitu sebesar Rp0,95 triliun atau 39 persen.

Meskipun jumlah pelanggan instansi pemerintah lebih banyak 66 persen dari jumlah pelanggan hotel/obyek wisata. Namun jumlah volume air yang disalurkan kepada kelompok pelanggan hotel/obyek wisata lebih banyak yaitu sebesar tiga juta m3. Sehingga nilai rupiah yang didapat juga jauh lebih banyak yaitu sebanyak Rp411,022 miliar.

Dalam artikel yang terbit di Kompas pada 2019, Direktur Utama PAM Jaya Bambang Hermowo menyebut tahun 2030 sebagai target di mana seluruh warga Jakarta akan mendapat akses air pipa bersih. PAM tengah bekerja sama dengan Dinas SDA DKI Jakarta untuk membangun sistem penyediaan air di berbagai titik.

*Baca Informasi lain soal AIR atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.

 

BERNAS Lainnya