Bagikan:

JAKARTA – Seorang peserta Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) yang tuli harus melepaskan alat bantu dengarnya (AB) saat mengikuti ujian. Instruksi tersebut membuatnya kehilangan konsentrasi saat mengerjakan soal ujian.

Siswa kelas 12 SMK di Tangerang Selatan, Naufal Athallah, mengalami kejadian tersebut saat mengikuti Ujian Tulis Berbasis Kompiter (UTBK) di Universitas Indonesia (UI).

Peristiwa ini menjadi perbincangan setelah ia membagikan pengalamannya di media sosial X atau Twitter @naunathz pada Minggu, 16 Juni.

Naufal menceritakan ada orang yang mengira dirinya joki UTBK karena memakai alat bantu di telinga. Dia pin diminta melepas ABD supaya tidak mengganggu jalannya tes.

"Gw mau klarifikasi tentang masalah ordal pake alat ditelinga. Kemarin pas UTBK ada yg ngomongin gw, ngeliatin gw karna gw pake alat bantu dengar ya di telinga dan takutnya mereka ngira kalo gw penjoki UTBK padahal gw Tuna Rungu...," tulis Naufal dalam cuitannya.

Merasa Direndahkan

Mengutip laman Kementerian Kesehatan, tunarungu adalah suatu kondisi atau keadaan dari seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan indera pendengaran sehingga tidak mampu menangkap rangsangan berupa bunyi, suara atau rangsangan lain melalui pendengaran.

Karena perkembangan pendengaran terhambat, seorang tunarungu juga terhambat kemampuan bicara dan bahasanya. Oleh sebab itu, penyandang tunarungu akan mengalami kelambatan dan kesulitan dalam hal-hal yang berhubungan dengan komunikasi. Kenyataan bahwa anak tunarungu tidak dapat mendengar membuatnya mengalami kesulitan untuk memahami bahasa yang diucapkan oleh orang lain, karena tidak dapat mengerti bahasa secara lisan atau oral.

Naufal Athallah, 18 tahun, merupakan penyandang disabilitas tunarungu sejak usia tiga tahun dan menggunakan ABD setahun kemudian. Bagi Naufal, ABD adalah penyelamat hidupnya.

Karena itu, ketika dia harus menanggalkan ABD saat mengikuti SNBT di Universitas Indonesia pada 14 Mei lalu, perasaannya sedih. Padahal Naufal sedang bersaing dengan ribuan siswa lainnya yang memperebutkan satu kursi universitas negeri.

Di hari ujian, Naufal seperti peserta lainnya yang menunggu di luar ruang UTBK. Sambil menghapal rumus dan berdoa, dia mendengar suara peserta lain yang curiga bahwa dirinya joki ujian karena menggunakan ABD.

Petugas medis menunjukkan alat bantu dengar (ABD). (ANTARA/Rahmad/aww/am)

Sebelum ujian, Naufal mendatangi panitia untuk meminta izin menggunakan ABD ketika ujian berlangsung. Namun karena tidak diizinkan, ia terpaksa melepaskan ABD.

”Sebenarnya saya memutuskan melepas ABD karena disuruh lepas sama panitia nya, padahal saya sudah menanyakan dan meminta izin apakah bisa menggunakan ABD saat ujian dikarenakan saya tunarungu,” katanya.

”Jujur karena kondisinya agak hectic saya tidak sempat tanya alasannya, dia bilang saat ujian ABD nya dilepas begitu” ingat Naufal.

Apa yang dialami Naufal menjadi perhatian banyak pihak. Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) DKI Jakarta Leindert Hermeinadi mengatakan, kejadian tersebut menunjukkan kurangnya pemahaman tentang kebutuhan para penyandang disabilitas.

Leindert menjelaskan pentingnya ABD bagi penyandang disabilitas tunarungu.

”ABD itu kan sangat vital, kok bisa sampai terjadi seperti itu? Kami sebagai organisasi disabilitas melihatnya merasa terlalu direndahkan, dilecehkan,” kata pria yang akrab disapa Didi.

Lebih lanjut Didi mengatakan, melepas ABD menyebabkan penyandang disabilitas seperti Naufal tidak maksimal dalam mengikuti ujian dan beraktivitas.

“Dia mau dites tapi enggak boleh dengar, terus mau jawab bagaimana? Berarti kan pemahamannya tentang disabilitas rendah. Alat bantu itu sudah paket. Seperti saya pakai kursi roda, itu sudah jadi gantinya kaki saya. Kalau itu diutak-atik, itu terlalu pribadi,” tambahnya.

Mengganggu Konsentrasi

Naufal mengaku konsentrasinya terganggu setelah ia diminta melepaskan ABD saat mengerjakan soal ujian oleh panitia. Ia mendengar suara berdenging di telinga yang sangat berisik. Selain itu, Naufal juga tidak bisa mendengar arahan panitia terkait ujian maupun posisi duduknya.

Karena hilang fokus, ia mengaku kesulitan menjawab beberapa soal yang seharusnya bisa dikerjakan. Ini karena Naufal merasa keseimbangan otaknya terganggu sehingga kebingungan dan pusing.

Pernyataan Naufal ini dibenarkan dokter spesialis THT dari RSIA Anugerah Semarang, Alberta Widya Kristanti. Ia menjelaskan, penderita tunarungu dapat mengalami gangguan ketika ABD-nya dilepas.

"Mereka jadi tidak bisa mendengar (sehingga) kesulitan komunikasi," ujarnya, mengutip Kompas.com.

Menurut dokter yang disapa Berta, penderita tunarungu yang tidak memakai ABD juga akan mengalami hambatan dalam bersosialisasi dengan orang lain. Mereka hanya bisa berkomunikasi dengan bahasa isyarat karena tidak bisa mendengar. Untuk mendapatkan ABD, lanjutnya, penderita harus melakukan tes pendengaran bersama dokter. Jika terindikasi tunarungu, dia akan dipasang ABD sesuai kondisi pendengarannya.

Santri penyandang disabilitas tunarungu belajar mengaji di Rumah Tuli, Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, Minggu (17/3/2024). (ANTARA/Dedhez Anggara/tom)

Sementara itu, dokter THT RSCM Jakarta Tri Juda Airlangga menambahkan, telinga penderita tunarungu tanpa ABD akan berdengung. Hal ini juga dialami jika alat yang dipakai tidak diatur dengan benar.

"Hubungan komunikasi dengan sekitar jadi tidak baik. Dia tidak bisa mendengar instruksi-instruksi," ucap Tri Juda.

Penderita tunarungu perlu memeriksa kondisi alat bantu dengarnya supaya tidak kotor atau diatur ulang sesuai masalah pendengaran, sebagaimana ditegaskan Tri Juda. Hal ini harus dilakukan secara rutin supaya menghindari iritasi telinga.

Mengenai penderita tunarungu yang diminta melepas ABD saat mengerjakan soal ujian, Tri Juda menyatakan panitia UTBK seharusnya memastikan alat itu memang digunakan untuk membantu pendengaran. Pasalnya, ada orang yang memang akan terganggu jika tidak memakai ABD.

"Mungkin jadi tidak fokus karena biasanya mendengar instruksi tapi jadi tidak jelas saat melepas ABD," imbuh dia.