Bagikan:

JAKARTA – Selamat ulang tahun, Jakarta. Peringatan hari jadi ke-497 Jakarta terasa spesial, karena ini terakhir kali dirayakan dengan status sebagai ibu kota, demikian ditegaskan Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta Heru Budi Hartono.

Sabtu, 22 Juni 2024 menjadi puncak perayaan ulang tahun Jakarta yang usianya hampir lima abad. Sejumlah acara meriah disebar di beberapa titik, seperti Kota Tua, Ancol, hingga di kawasan Monumen Nasional (Monas), yang menjadi ikon Jakarta.

“Selamat ulang tahun kota Jakarta. Untuk seluruh warga yang hadir malam ini, selamat menikmati hiburan bersama keluarga,” kata Heru Budi Hartono saat hadir di malam puncak HUT ke-497 Jakarta di Monas.

“Tahun ini merupakan perayaan ultah terakhir Jakarta dengan menyandang status ibu kota negara,” ia menambahkan.

Sejumlah warga berjalan di dekat logo HUT ke-497 saat hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (16/6/2024). (ANTARA/Aprillio Akbar/rwa.)

Pada ulang tahun kali ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta mengusung tema “Jakarta Kota Global Berjuta Persona”. Tema ini memiliki makna dan filosofi mendalam yang menggambarkan Jakarta telah melewati berbagai perubahan signifikan.

Salah satu perubahan signifikan tersebut adalah kota Jakarta tak lagi menjadi ibu kota negara. Kendati demikian Jakarta akan didorong sebagai destinasi global yang memukau.

“Selayaknya, destinasi kota ini siap merangkul setiap insan yang datang dari berbagai latar belakang, suku, agama, dan budaya dengan tetap mengedepankan toleransi serta semangat persatuan,” Heru Budi melanjutkan.

Melepas Status Ibu Kota

Perayaan ulang tahun ke-497 memang menjadi momen emosional bagi warga Jakarta. Bagaimana tidak, Jakarta memasuki masa peralihan dan akan melepas status ibu kotanya.

"Jakarta Kota Global: selama hampir 500 tahun, Jakarta telah melewati berbagai perubahan. Ketangguhan warganya membuat Jakarta terus berkembang menjadi kota megapolitan yang progresif. Tahun ini, Jakarta juga akan menghadapi perubahan perannya sebagai ibu kota yang akan mengarah ke kiblat baru, yakni kota global," seperti dilansir dari situs Pemprov DKI Jakarta.

Itulah sebabnya slogan “Jakarta Kota Global Berjuta Pesona” memiliki makna mendalam. Karena walau harus melepas status sebagai ibu kota negara, tidak membuat Jakarta kehilangan pesona. Jakarta akan tetap menjadi pusat berbagai aktivitas dan menjadi rumah bagi jutaan warga.

"Melepaskan status sebagai ibu kota negara, tidak membuat Jakarta kehilangan pesonanya. Kota ini tetap menjadi pusat berbagai aktivitas positif dan menjadi rumah bagi jutaan mimpi warganya. Kini, Jakarta bertransformasi menjadi kota global dengan keunikan dan keragaman budayanya," terang Heru Budi.

Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono memberikan pidato saat upacara bendera di Monas, Jakarta Pusat, Sabtu (22/6/2024). (ANTARA/Fakhri Hermansyah)

Seusai tak lagi menjadi ibu kota, Jakarta memiliki fungsi dan peran strategis sebagai perekonomian nasional dan sebagai kota global yang menjadi pusat jejaring bisnis antara Indonesia dan kota lainnya di dunia. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ).

Melalui UU DKJ, diharapkan Jakarta tidak hanya berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dan pendapatan negara serta menjadi penopang kesejahteraan rakyat Jakarta dan kesejahteraan nasional, tapi juga tumbuh dan berkembang sebagai kota utama megapolitan di tingkat nasional, regional, dan global.

Tapi meski telah disahkan, sampai saat ini status Jakarta belum berubah dan tetap menyandang sampai nanti terbit keputusan presiden terkait pemindahan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke IKN di Kalimantan Timur, berdasarkan pasal 63 UU DKJ.

Tantangan DK Jakarta

Jakarta menghadapi berbagai tantangan setelah lepas status ibu kota. Kurator IKN Ridwan Kamil mengatakan dalam waktu dekat Jakarta masih tidak terlalu terpengaruh dengan pemindahan ibu kota dari sisi aktivitasnya.

Hanya saja, Gubernur Jawa Barat periode 2018-2023 itu menyebut tantangan Jakarta lima tahun ke depan yaitu terkait penanganan krisis iklim. Jakarta masih termasuk kota dengan polusi terburuk di dunia. Pemimpin Jakarta mendatang harus membenahi masalah tersebut dengan serius.

Apalagi menurut pria yang akrab disapa Kang Emil itu, dari data yang ada hampir 60 persen penyakit yang diderita warga Jakarta adalah terkait masalah infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) akibat polusi.

Sedangkan Presiden Eastern Regional Organization for Planning and Human Settlements (Earoph) International Emil Dardak menyebut Jakarta harus tetap menyediakan hunian di pusat kota setelah tak menyandang status ibu kota. Ini dilakukan supaya ekonomi tertap berputar.

“Harus ada hunian di Jakarta. Jangan sampai Jakarta hanya sebagai pusat kota saja,” ujar Emil Dardak ketika menjadi pembicara di acara Urban Dialogue dengan tema Jakarta Menuju Kota Global: Tantangan dan Solusi di Jakarta.

Ketika pusat kota Jakarta tak lagi ada hunian, maka perekonomian juga terganggu karena akan menjad kota kosong di malam hari. Demi menjaga Jakarta tetap menjadi kota tujuan setelah perpindahan ibu kota ke Kalimantan Timur maka menyediakan hunian di tengah kota perlu dilakukan.