Bagikan:

JAKARTA – Jakarta sudah tak lagi menjadi ibu kota Indonesia. Tapi posisi Gubernur Jakarta masih menggiurkan, sehingga diperebutkan deretan figur penting di Tanah Air.

Status Daerah Khusus Ibu Kota atau DKI tak lagi melekat di Jakarta setelah DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) sebagai UU saat sidang rapat paripurna DPR yang digelar Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 28 Maret 2024.

UU DKJ terbit seiring hadirnya UU tentang Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang menjadi landasan hukum pindahnya ibu kota Indonesia dari Jakarta ke wilayah Kalimantan Timur.

Salah satu poin pentingnya adalah soal pemilihan Gubernur Jakarta yang sempat menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

Anies Baswedan saat masih menjabat Gubernur DKI Jakarta. Anies menjadi pembicara dalam forum virual bertajuk Dialogue Between C40 Mayors and UN Secretary General-Advancing Carbon Neutrality and Resilent Recovery for Cities and Nations', pada 16 April 2021. (X/@aniesbaswedan)

Saat muncul sebagai RUU DKJ yang merupakan inisiatif DPR, draf di dalamnya sempat membuat heboh seantero Indonesia karena Gubernur Jakarta akan ditunjuk oleh presiden saat tak lagi berstatus DKI.

Namun ketentuan tersebut tidak terealisasi setelah pemerintah menegaskan pemimpin tertinggi Jakarta harus tetap dipilih rakyat secara demokratis dan langsung.

Ketetapan Gubernur DKJ tetap dipilih warga Jakarta ada dalam 10 Ayat (1) UU DKJ, yang berbunyi: "Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta dipimpin oleh satu orang Gubernur dibantu oleh satu orang Wakil Gubernur yang dipilih secara langsung melalui pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah".

Dengan status yang bukan lagi DKI, apakah pemilihan Gubernur Jakarta tetap menarik?

Masih Menjadi Magnet Ekonomi

Publik mungkin masih ingat ketika sebuah baliho besar menampilkan sosok Ridwan Kamil (RK) awal tahun ini. Dalam baliho tersebut, dengan jelas tertulis ‘OTW Jakarta’ yang kemudian oleh publik dikaitkan sebagai kode keras menuju Pilkada Jakarta.

Menariknya, di tengah kegaduhan di kalangan masyrakat soal baliho Ridwan Kamil menuju Jakarta, Bendahara Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Ahmad Sahroni memberikan respons. Ia mengunggah foto baliho bertulis ‘Dari Tanjung Priok untuk Jakarta’ di Instagram pribadinya.

Saat sadar balihonya menuai sorotan sejumlah kalangan, Ridwan Kamil memberikan klarifikasi. Ia menegaskan baliho tersebut bagian dari strategi marketing menjelang peluncuran produk skin care yang digelar di Jakarta.

Terlepas dari baliho RK yang hanya strategi marketing, isu tentang Pilkada Jakarta masih menarik atensi masyarakat. Selain mantan Gubernur Jawa Barat tersebut, sejumlah nama digadang-gadang akan maju di Pilgub Jakarta pada Pilkada 2024 yang bakal digelar 27 November.

Baliho OTW Jakarta milik Ridwan Kamil yang sempat menghebohkan publik. (X/@txtdaribandung)

Nama tersebut antara lain Ahmad Sahroni, anggota DPR dari fraksi PKS Mardani Ali Sera, Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta Ahmed Zaki, Waketum Golkar Erwin Aksa, Sohibul Iman, dan Khoirudin. Dua nama yang disebutkan terakhir merupakan politisi PKS. Lalu teranyar, nama yang kemudian muncul dikaitkan dalam Pilkada Jakarta adalah Anies Baswedan, Basuki Tjahaya Purnama dan Ketua Umum PSI sekaligus putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep.

Analis politik Populi Center, Usep S. Ahyar yakin Jakarta akan tetap dianggap penting meski statusnya bukan ibu kota negara. Dikatakan Usep, Jakarta masih menjadi magnet karena punya kekuasaan lebih luas dibandingkan daerah lain yang masih terhalang otonomi kabupaten/kota, sementara Jakarta mampu menangani provinsi dan kota bersamaan.

"Gubernur Jakarta itu berbeda kekuasaan atau wewenangnya dibandingkan dengan gubernur di daerah lain. Itu akan lebih efektif. Jadi memegang eksekutif langsung tanpa ada hambatan kekuasaan lain di bawahnya,” kata Usep.

Dengan segala kelebihannya, Usep meyakini Jakarta tidak akan kehilangan daya tariknya dari segi politik maupun ekonomi. Apalagi mengingat APBD Jakarta paling besar di Indonesia dan memiliki kantor strategis.

"Jadi masih sangat strategis dan tetap akan menjadi batu loncatan bagi tokoh-tokoh [menuju pentas] nasional. Saya kira masih cukup menarik, apalagi di sekelilingnya kota-kota besar," kata Usep.

Center of Gravity

Pemindahan ibu kota dari Jakarta ke IKN Nusantara di Kalimantan Timur diramalkan tidak bisa langsung, melainkan secara bertahap. Itu artinya posisi Jakarta sebagai pusat ekonomi dan politik tidak mudah digantikan meski pusat pemerintahan ke IKN Nusantara.

"Di samping itu, problem-problem juga menantang sehingga kalau bisa menuntaskan Jakarta menjadi lebih baik, saya kira menjadi poin tersendiri bagi siapapun yang memimpin Jakarta," Usep menjelaskan.

Tidak jauh berbeda dengan Usep, analis sosial politik ISESS Musfi Romdoni juga memiliki opini serupa. Ia yakin Jakarta tetap menjadi daerah penting dalam perebutan kursi gubernur, karena sampai sekarang masih menjadi pusat ekonomi dan pemerintahan.

Jakarta tidak lagi menjadi ibu kota, tapi diramalkan tetap menjadi pusat ekonomi dan politik. (Unsplash/Affan Fadhlan)

"Selama Jakarta masih menjadi pusat ekonomi dan pemerintah secara de facto, selama itu pula perebutan kursi Gubernur Jakarta menjadi sangat seksi dan penting,” kata Musfi.

Ia meramalkan akan butuh waktu cukup lama untuk membuat Pilgub Jakarta tidak lagi dianggap seksi. Itu pun baru akan terjadi jika pembangunan IKN berjalan lancar sesuai rencana. Musfi yakin kehadiran IKN tidak mengganggu posisi Jakarta sebagai center of gravity ekonomi dan politik.

"Terakhir, kita melihat para elite politik sulit untuk move on dari Jakarta. Bagaimanapun, semua fasilitas ada di Jakarta. Tentu sulit membayangkan kenyamanan itu ditinggalkan dengan pindah ke IKN. Buktinya, para anggota dewan menolak pindah dengan mengusulkan Jakarta sebagai pusat legislasi," pungkasnya.