Bagikan:

JAKARTA – Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang hanya diisi elite Partai Gerindra memunculkan berbagai spekulasi, salah satunya isu perpecahan di Koalisi Indonesia Maju (KIM). Isu ini muncul lantaran presiden terpilih tak mengajak partai pendukung lainnya.

Sebagaimana diketahui, pasangan presiden-wakil presiden terpilih, Prabowo-Gibran memiliki tim baru dengan sebutan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Prabowo-Gibran. Tim ini dipimpin langsung oleh Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad.

Dasco menjelaskan alasan tim sinkronisasi yang hanya diisi kader Gerindra karena sesuai arahan Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto.

“Yang membentuk Gugus Tugas Sinkronisasi adalah presiden terpilih. Hal ini penting untuk mempersingkat waktu penyesuaian ketika pemerintahan baru mulai berjalan,” katanya dalam akun Instagram @sufmi_dasco.

Berpotensi Menyulut Konflik

Sebelumnya, elite parpol pendukung Prabowo menyebut tidak perlu membentuk tim transisi. Hal ini pernah diungkakan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan yang mengatakan pemerintahan Prabowo-Gibran akan langsung berjalan.

Ketum Golkar sekaligus Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pun menyebut tidak ada pembahasan soal tim transisi menjelang pelantikan Prabowo-Gibran.

Meski sempat mendapat bantahan dari sejumlah pimpinan partai yang tergabung dalam KIM, Prabowo akhirnya membentuk Tim Gugus Tugas Sinkronisasi.

“Kami akan memperkenalkan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi diketuai oleh Sufmi Dasco Ahma dan Wakil Ketua Ahmad Muzani, serta anggota Thomas M. Djiwandono, Budi Djiwandono, dan Prasetyo Hadi,” ujar Ahmad Muzani dalam keterangannya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani berjabat tangan dengan Ketua Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Sufmi Dasco Ahmad, usai melakukan pertemuan tertutup di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (31/5/2024). (ANTARA/Galih Pradipta/foc)

Tim ini juga sudah mulai menjalankan tugasnya dengan bertemu Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kemenkeu, Jakarta Pusat, Jumat (31/5/2024). Pertemuan ini sekaligus menjadi ajang perkenalan tim sinkronisasi kepada publik.

Namun, kemunculan tim sinkronisasi yang cuma diisi elite Partai Gerindra malah memunculkan persepsi di masyarakat. Padahal, KIM yang mengusung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 terdiri dari Partai Golkar, Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang berada di parlemen.

Sedangkan partai di luar parlemen yang menjadi pendukung Prabowo-Gibran ada Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Bulan Bindang (PBB), Partai Garuda, dan Partai Gelora.  

Pengamat politik Karyono Wibowo mengatakan, pembentukan tim sinkronisasi berpotensi menyulut konflik ketersinggungan internal partai koalisi karena hanya diisi elite Partai Gerindra.

“Hal ini bisa menghambat proses transisi,” kata Karyono, yang juga Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI), dilansir Tempo.

Lebih lanjut, Karyono menuturkan untuk mengatasi potensi ketersinggungan tersebut, tim sinkronisasi harus melibatkan partai koalisi besar supaya tidak menjadi penghambat koordinasi dengan kementerian dan lembaga non-kementerian.

Serupa dengan Karyono, pengamat politik Fadhli Harahab juga menilai absensi parpol lain dalam KIM di Tim Gugus Tugas Sinkronisasi berpotensi menggiring opini masyarakat bahwa koalisi Prabowo-Gibran retak karena ada persoalan yang tak terselesaikan.

Hak Prerogatif Presiden Terpilih

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Indonesia Cecep Hidayat memiliki pandangan berbeda. Keputusan Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih hanya menunjuk orang dari Partai Gerindra untuk mengisi tim sinkronisasi bukan sesuatu yang perlu diperdebatkan.

Cecep mengatakan, pembentukan tim sinkronisasi yang hanya diisi kader Partai Gerindra karena Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih memiliki posisi yang begitu kuat. Terlebih, pemerintahan Indonesia juga menganut sistem presidensial.

“Sebagai presiden terpilih, segala hal yang dilakukan Prabowo adalah hak prerogatif atau hak istimewa dirinya,” tutur Cecep saat dihubungi VOI.

Cecep juga menambahkan, keputusan Prabowo hanya memasukkan orang dekat di kader Partai Gerindra dalam tim sinkronisasi karena ia ingin langsung ‘tancap gas’ setelah dilantik pada 20 Oktober 2024.

Menhan Prabowo Subianto saat meninjau pemasangan pipa air bersih di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Senin (3/6/2024) (ANTARA/HO-Kominfo Pemkab Gunungkidul)

Alasan lainnya adalah karena memang status Partai Gerindra sebagai pemenang pada Pilpres 2024.

Meski berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka, tapi status Wali Kota Solo itu sebagai kader PDIP menggantung semenjak hubungan partai yang diketuai Megawati Sukarnoputri itu dengan keluarga Jokowi tak lagi harmonis.

“Jadi ini memang hak prerogatif Prabowo, sehingga ketika nanti dilantik, Prabowo ingin semua disinkronisasi dengan cepat. Kebijakan atau pekerjaan apa saja yang belum terselesaikan, sehingga lebih efisien ketika dilantik nanti,” kata Cecep.

“Dengan adanya tim sinkronisasi ini kita juga bisa melihat bagaimana Prabowo merupakan sosok strong leader di dalam KIM,” tuntasnya.