JAKARTA – Memberantas judi online yang kian marak di Indonesia seperti peribahasa Bagai menegakkan benang basah, karena hampir mustahil dilakukan. Ditambah lagi mentalitas kalangan menengah ke bawah yang berharap mengubah nasib melalui judi online.
Belum lama ini beredar kabar seorang pria lajang dengan inisial IS (40) di Depok, nekat menjual rumahnya dan kini tinggal di salah satu Tempat Pemakaman Umum (TPU).
Usut punya usut, IS kecanduan judi slot online yang membuat dia kehilangan semua harta benda, termasuk rumah. Ia menjual rumahnya pada medio 2023 karena terlilit hutang dari pinjaman online demi berjudi.
Judi online sudah menjadi perhatian masyarakat dalam beberapa tahun terakhir. Warga mendesak pemerintah supaya segera diberantas, karena korbannya tak lagi hitungan jari.
Tapi seperti jamur di musim hujan, alih-alih mereda, judi online justru makin meresahkan, sulit diberantas. Yang lebih menyedihkan, judi online malah menyasar masyarakat kelas menengah ke bawah.
Terjebak Lingkaran Ketakutan
Kisah IS yang nekat menjual rumahnya hanya memperpanjang cerita memilukan korban-korban judi online. Di Bojonegoro, Jawa Timur, ratusan istri menggugat cerai suaminya karena kecanduan judi online.
Pengadilan Agama Bojonegoro membeberkan, sejak Januari sampai April 2024 sebanyak 971 pasangan suami istri mengajukan proses cerai.
Dari total 971 pasutri, rata-rata berusia 20 sampai 30 tahun dan telah menikah tujuh hingga delapan tahun. Dari jumlah itu pula, setidaknya sebanyak 722 perkara termasuk cerai gugat karena diajukan pihak istri. Sedangkan 249 perkara cerai talak atau pihak suami yang mengajukan cerai.
Masih menurut data PA Bojonegoro, faktor perceraian yang terjadi di kota minyak tersebut karena suami yang kecanduan judi online dengan angka 179 perkara gugat cerai.
Ketua Panitera PA Solikhin Jamik mengatakan tingginya faktor kecanduan judi online ini, diduga karena suami memiliki keinginan yang besar, namun malas bekerja untuk mencari nafkah.
Apa yang terjadi di Bojonegoro dan yang dialami IS di Depok menjadi pembenaran bahwa adiksi judi online tidak hanya merusak diri sendiri, tapi juga hubungan pecandu dengan lingkungan sekitar, termasuk keluarga sendiri, sebagaimana diungkapkan psikolog klinis forensik Kasandra Putranto.
Kasandra mengatakan adiksi judi dapat memberikan dampak negatif pada berbagai aspek kehidupan seseorang, termasuk kesehatan fisik dan mental, hubungan sosial, keuangan, pekerjaan, dan kualitas hidup secara keseluruhan (Yenny, 2023).
BACA JUGA:
“Bagi pelaku, kecanduan judi dapat mengganggu kehidupan sehari-hari, menyebabkan masalah keuangan, dan merusak hubungan sosial,” kata Kasandra kepada VOI.
“Judi online juga bisa berdampak pada pasangan, anak-anak, dan anggota keluarga lainnya. Mereka dapat merasa terjebak dalam lingkaran ketakutan, kengerian, dan kehilangan kepercayaan,” imbuhnya.
Masyarakat Kecil jadi Korban
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan perputaran uang dalam judi online di Indonesia mencapai Rp327 triliun sepanjang 2023.
Sedangkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat sebanyak 2,76 juta masyarakat Indonesia berpartisipasi di judi online.
Ini menjadi permasalahan yang mengkhawatirkan, apalagi mayoritas masyarakat yang terjerat judi online dari kalangan bawah. Faktanya 2,19 juta masyarakat dari data PPATK itu adalah yang berpenghasilan rendah.
“Yang menjadi korban itu masyarakat kecil, sehari mereka bisa mengeluarkan Rp 30.000 untuk judi slot, sebulan 900 ribu, bahkan anak kecil. Ini kasihan, uang yang seharusnya bisa digunakan untuk keperluan lain menjadi sia-sia," ucap Budi Arie dalam konferensi pers daring pada 8 Agustus 2023.
Keinginan masyarakat kelas bawah untuk mengubah nasib lewat judi online bukan isapan jempol semata. Kenyataannya, sudah sejak lama masyarakat menggantungkan harapan kepada judi, baik konvensional maupun online.
Film God of Gamblers yang dibintangi Andy Lau dan dirilis pada 1989 seolah melegitimasi bahwa nasib seseorang bisa berubah melalui perjudian. Dan hal ini juga yang ada di benak masyarakat Indonesia yang keranjingan judi online.
Guru Besar Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Prof Dr Bagong Suyanto menyoroti kebiasaan masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah yang kerap melakukan judi online.
“Faktor mentalitas yang ingin menempuh jalan pintas. Jika mengubah nasib dengan jalur rasional sudah tidak lagi mungkin, sehingga dia menempuh jalur irasional berupa perjudian,” jelas Prof Bagong.
Praktik judi online cukup sulit diberantas karena menurut Prof Bagong memberikan pengaruh yang begitu besar, sehingga pemain tidak terbatas wilayah dan hanya membutuhkan telepon pintar untuk mengaksesnya.
Belum lagi tawaran nominal deposit yang terbilang rendah, mulai dari puluhan ribu rupiah, yang membuat judi online mudah dijangkau masyarakat miskin. Dengan modal minimal ini justru mendorong masyarakat kelas menengah ke bawah sulit lepas dari judi online hingga tanpa disadari melenyapkan aset yang dipunya.
“Judi online menawarkan media alternatif untuk memotong kompas kehidupan. Selalu muncul persepsi ‘siapa tahu rezeki’ menjadikan adiktif dalam berjudi,” ujar Prof. Bagong.
Jaringan judi online yang terus menjamur menjadi bahaya laten. Pemerintah melalui Kominfo menegaskan telah memerangi judi online dengan memblokir website mereka. Sebagai informasi pada periode 17 Juli 203 sampai 7 Agustus 2023, Kominfo telah memutus akses 42.622 konten perjudian. Namun sampai sekarang, situs judi online belum benar-benar dimusnahkan.