Bagikan:

JAKARTA – Fenomena jastip diyakini memberikan keuntungan bagi kedua pihak, baik dari sisi penjual maupun pembeli. Si penjual mendapat cuan dari jasa yang ia tawarkan, sementara si pembeli bisa mendapatkan barang yang diinginkan tanpa harus meluangkan lebih banyak waktu. Namun, bisnis ini dianggap ilegal dan merugikan negara.

Jastip atau jasa titip merupakan salah satu fenomena yang popularitasnya terus menanjak seiring perkembangan teknologi. Jastip makin viral seiring meningkatnya pengguna media sosial di Indonesia dan banyak diminati kalangan milenial. Cukup dengan modal telepon pintar dan koneksi internet, bisnis dapat dijalankan dengan beragam aplikasi di media sosial.

Tren jasa titip atau jastip sedang digandrungi kaum milenial. (Pixabay)

Mengutip Kompas, jastip atau jasa titip adalah layanan informal yang menawarkan bantuan kepada orang yang membutuhkan atau ingin membeli sesuatu tapi tidak dapat pergi ke tempat yang diinginkan karena berbagai alasan. Promosi jastip dilakukan melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, atau WhatsApp.

Meraup Cuan

Jastip dianggap sebagai salah satu bentuk usaha yang menggiurkan, karena orang yang membuka bisnis ini tidak membutuhkan modal besar. Tapi perlu dicatat, menjalankan bisnis jastip harus tahu cara menghitung keuntungan dengan benar. Biasanya besar keuntungan yang diambil untuk bisnis jastip adalah 20 persen dari harga setiap barang.

Bisnis jastip identik dengan barang impor dari luar negeri seperti sepatu, tas, kosmetik, baju, hingga perlengkapan anak. Meski demikian, sekarang ini juga banyak pelaku bisnis ini yang membuka jastip barang dalam negeri.

Barang-barang dari pameran buku impor, produk rumah tangga, atau barang sale di pusat perbelanjaan termasuk yang paling sering dijastipkan. Peminat barang jastip dari dalam negeri juga tidak kalah banyak dari produk impor.

“Jastip dalam negeri ini banyak peluangnya, apalagi kalau lagi ada sale di suatu toko tersebut. Saya pernah mengirim barang sampai ke wilayah Kota Payakumbuh di Sumatera Barat, kabupaten Kotawaringin Barat di Kalimantan Tengah, dan masih banyak lagi,” ucap pelaku bisnis Jastip, Putri.

Pengunjung memilih buku yang dijual dalam bazar buku Big Bad Wolf 2022 di ICE BSD, Tangerang, Banten, Minggu (27/11/2022). (Antara/Fauzan)

Namun belakangan, bisnis jastip khususnya dari luar negeri menjadi sorotan karena disebut merugikan negara. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani. Ia mengatakan bisnis jastip menimbulkan kerugian karena seharusnya pelaku jastip membayar pajak dan bea masuk.

Menurutnya, barang yang masuk ke Indonesia dengan tidak dikenakan pajak seolah-olah menjadi lebih murah dan ini dianggap tidak adil bagi pelaku usaha lain yang memasukkan barang secara legal.

"Kalau tidak bayar bea masuk seolah-olah barangnya lebih murah. Kan tidak fair makanya itu harus kita jaga," jelas Askolani.

Tren jastip yang makin diminati ternyata membuat resah pelaku usaha di dalam negeri. Barang impor itu disebut masuk secara ilegal karena tidak dipungut bea masuk dan berpotensi merusak pasar dalam negeri. Hal ini diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Penguasaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mendey.

"Jastip kita kritisi keras, karena jastip itu adalah usaha ilegal. Jastip itu masuknya ke Indonesia tidak dalam jalur resmi, tidak memenuhi pajak," kata Roy dalam konferensi pers Aprindo di Jakarta, Kamis (18/1/2024).

"Masuknya jastip itu kan black market, baju mahal, tas mahal, elektronik mahal dimasukkan ke dalam tasnya (atau) kargonya, seolah-olah barang milik sendiri. Padahal begitu keluar bandara sudah ada yang ambil dan lewatlah pajaknya, lewatlah mekanisme legalnya, gak terpenuhi," lanjutnya.

Sedang Diawasi Pemerintah

Jastip menjadi bagian dari barang bawaan penumpang yang ketentuannya tertera dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 203/2017. Pada aturan tersebut, impor barang penumpang dibagi menjadi personal use dan nonpersonal use. Barang personal use akan mendapatkan pembebasan bea masuk dengan besaran Free On Board (FOB) senilai 500 dolar AS per penumpang.

Barang yang diimpor dengan skema jastip dikategorikan sebagai barang nonpersonal use, sehingga penyelesaian kewajiban kepabeanannya tidak memperoleh fasilitas pembebasan seperti barang pribadi penumpang.

Maraknya bisnis jastip dari luar negeri membuat Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatakan layanan ini akan mendapat pengawasan ketat melalui peraturan baru. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim mengatakan, bisnis jastip sedang mendapat perhatian penuh pemerintah. Pengawasan terhadap jastip merupakan salah satu upaya dalam memperketat arus impor yang mengganggu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Beberapa produk kesehatan dan makanan yang dikirimkan oleh seorang pelaku bisnis jastip dari Australia, Jessica Chen. (ABC Indonesia/Jessica Chen)

Menanggapi pro kontra bisnis jastip, dosen sekaligus pengamat ekonomi Universitas Pasundan, Acuviarta Kartabi angkat bicara. Ia setuju jika praktik jastip dikenakan pajak, namun harus ada klasifikasi yang jelas karena di satu sisi fenomena jastip mendorong perekonomian dan menyejahterakan negara.

“Silakan kenakan pajak kalau yang bersangkutan memang bisnis jastip, bukan sekadar temporer, melainkan jadi aktivitas rutin. Tapi penumpang yang hanya sesekali ke luar negeri dan barangnya kena pajak ya saya rasa tidak adil,” terangnya, mengutip situs Unpas.