Bagikan:

JAKARTA – Survei elektabilitas calon presiden dan wakil presiden seringkali dianggap sebagai gambaran hasil Pemilihan Umum. Namun, analis politik mengatakan survei elektabilitas bersifat dinamis sehingga bukan acuan baku pemilih dalam Pilpres 2024.

Naik turun elektabilitas pasangan Capres Cawapres menjelang hari pencoblosan adalah hal yang lumrah.

Sebelum nama Ganjar Pranowo didapuk sebagai Capres dari PDIP, elektabilitasnya cukup tinggi. Namun elektabilitas eks Gubernur Jawa Tengah ini merosot seiring dinamika politik yang terjadi di dalam negeri.

Calon presiden nomor urut tiga Ganjar Pranowo menyapa nelayan di Pantai Wonokerto, Pekalongan, Jawa Tengah, Selasa (16/1/2024). (Antara /Yulius Satria Wijaya/nym)

Di sisi lain, survei elektabilitas Prabowo Subianto terbilang konsisten. Jokowi’s effect disebut-sebut memiliki andil besar dalam mengatrol elektabilitas sang Menteri Pertahanan menjelang hari H pencoblosan.

Tapi, apakah elektabilitas yang tergambar hari ini bisa menjadi gambaran hasil Pilpres yang akan digelar pada 14 Februari mendatang?

Bersifat Dinamis

Elektabilitas merupakan serapan dari Bahasa Inggris, electability, yang artinya keterpilihan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keterpilihan merujuk kepada kriteria pilihan. Dalam politik, elektabilitas seseorang tinggi apabila kriteria keterpilihannya sesuai dengan banyak calon pemilih.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo, survei elektabilitas bersifat dinamis dan bisa berubah dalam waktu tertentu. Karyono mengatakan, banyak hal yang dapat memengaruhi elektabilitas karena tergantung dinamika politik.

“Bisa saja itu menggambarkan realitas perolehan suara dalam Pemilu nanti, tapi bisa juga berubah, tergantung dinamika politik yang terjadi, pertarungan politik, adu strategi, dan sebagainya,” kata Karyono kepada VOI.

“Survei elektabilitas dipengaruhi berbagai variabel, salah satunya debat, meskipun tidak signifikan tapi ada pengaruhnya. Menurut Kompas ada 10 persen pemilih yang berubah pascadebat, tapi mayoritas pemilih tetap pada pilihannya,” imbuhnya.

Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar berfoto bersama di sela Deklarasi Capres-Cawapres 2024 di Hotel Majapahit, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (2/9/2023). (Antara/Moch Asim)

Selain debat, variabel lainnya yang juga memengaruhi survei elektabilitas menurut Karyono adalah isu yang berkembang dalam kontestasi Pemilu, baik yang positif maupun negatif. Ia menuturkan, semua pasangan pasti mendapat sentimen negatif dan positif, tergantung lebih banyak mana sentimennya.

Sejauh ini pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka kerap mengungguli dua pesaing mereka, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Pasangan yang diusung Koalisi Indonesia Maju ini bahkan cenderung konstan berada di posisi teratas, meski di sejumlah debat penampilan Prabowo dinilai kurang meyakinkan.

Sementara elektabilitas Ganjar Pranowo sempat tinggi sebelum pendeklarasian dirinya sebagai Capres dari PDIP. Tapi dalam perjalanannya, setelah terjadi dinamika politik, elektabilitas Ganjar mengalami penurunan. Dijelaskan Karyono, bisa saja elektabilitas Ganjar ‘bangkit’ tergantung dinamika politik ke depannya.

Bukan Acuan Pemilih

Hal senada juga diungkapkan analis politik Pangi Syarwi Chaniago. Saling salip dalam urutan elektabilitas menjelang Pemilu hanyalah dinamika politik semata. Menurutnya, elektabilitas Capres dan Cawapres belum tentu menjadi acuan baku pemilih dalam Pilpres 2024.

Pangi mengatakan dalam political electoral, hasil survei dapat memberi rasa optimisme terhadap tim.  Tapi di satu sisi hasil survei membuat tim menjadi lengah, terlalu percaya diri.

Ia juga menambahkan, hasil survei tidak bisa dijadikan rujukan untuk pilpres karena banyaknya variabel yang perlu diamati, serta perubahan mood masyarakat atau pemilih.

Survei elektabilitas pasangan Capres-Cawapres versi Data Riset Analitika. (Antara/HO-Data Riset Analitika)

"Hasil survei hari ini belum tentu hasilnya persis sama, karena temuan hari ini itu masih ada variabel-variabel yang belum bisa diukur. Misalnya variabel perilaku pemilih kita yang undecided, yang swing voters, yang strong voters, bisa migrasi bisa berpindah-pindah, bisa bolak-balik pikirannya," Pangi menjelaskan.

"Ada yang silent majority, mereka menyembunyikan pilihannya, tidak jujur, mereka akan berbeda pilihan dengan hari ini ketika di hari H," imbuhnya.

Menurut Antara, survei terbaru dari Data Riset Analitika menunjukkan elektabilitas pasangan Capres-Cawapres nomor urut dua tersebut mencapai 51,7 persen dan diperkirakan memenangi Pilpres 2024 dalam satu putaran.

Di posisi kedua dikuasai pasangan nomor urut satu Anies-Cak Imin dengan elektabilitas 21 persen, yang unggul tipi dari pasangan nomor urut tiga Ganjar-Mahfud MD dengan elektabilitas 20,1 persen. Sisanya, sebanyak 7,2 persen menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.

"Elektabilitas pasangan Prabowo-Gibran mencapai 51,7 persen, sehingga Pilpres 2024 besar kemungkinan akan selesai dalam satu putaran," kata Direktur Eksekutif Data Riset Analitika Nana Kardina melalui keterangan tertulis, Selasa (30/1/2024).

Survei Data Riset Analitika dilakukan pada 20 sampai 25 Januari 2024, secara tatap muka kepada 1200 responden mewakili 38 provinsi. Metode survei adalah multistage random sampling, dengan margin of error sekitar 2,9 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.