Penemuan Kembali Ikan Belida Jawa yang Disangka Punah adalah Bukti Indonesia Kaya Flora dan Fauna
Foto spesimen Ikan Belida Lopis Jawa (Chitala lopis) yang tersimpan di Natural History Museum, London. (scentsindonesia.com)

Bagikan:

JAKARTA – Ditemukannya kembali ikan belida (Chitala lopis) di Pulau Jawa memantik keyakinan bahwa Indonesia masih menyimpan berbagai jenis flora dan fauna baru di dalamnya.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan bahwa ikan Belida Lopis kembali ditemukan di Pulau Jawa pada September 2023 lalu setelah berkolaborasi riset dengan para peneliti dari Organisasi Pangandan Pertanian (FAO), Yayasan Selaras Hijau Indonesia, Universitas Jambi, Charles Sturt University Australia, Museum Vienna, Austria, dan Universite Montpellier, Prancis.

Penemuan kembali ikan belida ini berasal dari hasil koleksi yang dikumpulkan sejak November 2015 hingga September 2023 di 34 lokasi di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.

Berbagai spesies ikan belida di Indonesia. (Dok. BRIN)

Tim peneliti melakukan sekuensing Deoxyribonucleic Acid (DNA) barcoding dan karakterisasi morfologi untuk membandingkan data dengan Barcode of Life Data (BOLD) dan koleksi spesies Chitala lopis di Natural History Museum, London.

Laporan hasil penemuan tersebut juga dirilis dalam jurnal bereputasi tinggi (Q1) di Jerman, yaitu Journal of Endangered Species Research Volume 52, November 2023.

Pendapat BRIN

Mengutip Kompas, peneliti sekaligus Kepala Pusat Riset Konservasi Sumber Daya Laut dan Perairan Darat BRIN, Arif Wibowo, mengemukakan, spesies ikan belida ini termasuk dalam famili Notopteridae dan ordo Osteoglossiformes. Spesies ikan purba ini memiliki bentuk sirip seperti kipas. Adapun evolusi C. lopis diperkirakan terjadi sejak 1.200 tahun lalu.

International Union for Conservation of Nature (IUCN) pada awal 2020 menyatakan bahwa Chitala lopis berstatus punah atau Extinct/EX. IUCN mengatakan, berdasarkan penelitian yang dilakukan Dr. Hoek Hee Ng (2020), C. lopis sudah tidak ditemukan lagi di perairan air tawar Pulau Jawa sejak 172 tahun yang lalu atau sejak spesimennya dikoleksi oleh Pieter Bleeker tahun 1851.

Namun temuan kembali ikan belida lopis mematahkan informasi kepunahan tersebut. Peneliti Ahli Madya BRIN Gema Wahyudewantoro, M.Si saat dihubungi VOI menegaskan, pihaknya memang tidak pernah menyatakan bahwa ikan belida lopis telah punah, walau telah di-assessment oleh IUCN.

Burung Myzomela irianawidodoae yang ditemukan di Pulau Rote. (KLKH)

Ada beberapa alasan yang diungkapkan Gema mengapa BRIN tidak menyatakan belida C. lopis berstatus punah, di antaranya adalah butuh kajian lebih lanjut terkait sebaran belida lopis yang cukup luas di Indonesia. Meski demikian, Gema tidak menampik adanya penurunan ikan belida.

“Tidak punah, tapi kalau menurun iya. Ini dikarenakan habitat Chitala telah terdegradasi dan diduga banyaknya hasil dari kegiatan antropogenik yang berdampak negatif terhadap populasi C.lopis,” kata Gema kepada VOI.

“Dalam diskusi kami dari BRIN meyakini belida lopis belum punah, dan diperlukan eksplorasi ke lokasi penyebarannya. Dan sekarang terbukti bahwa belida lopis masih ada,” sambungnya.

Menjaga Kelestarian

Dengan ditemukan kembali ikan belida C.lopis, Gema berharap berbagai jenis ikan air tawar lain dapat terjaga kelestariannya melalui monitoring yang optimal. Gema mengatakan, Indonesia saat ini memiliki 1.290 jenis ikan air tawar dan beberapa jenis yang terancam punah karena beberapa faktor.

“Yang jelas itu pekerjaan rumah kita bersama terutama para pengambil kebijakan dan instansi terkait dengan mengikutsertakan masyarakat untuk dapat mengkonservasi khususnya belida lopis, dan ikan asli Indonesia yang terancam kepunahan,” jelas Gema.

“Kegiatan domestikasi dan budidaya harus terus ditingkatkan, dan yang tidak kalah penting aspek pengawasan terutama di habitat alaminya, agar jenis Belida lopis dapat termonitoring dengan optimal dan kelestariannya terjaga,” kata Gema lagi.

Sebelum ditemukan kembali ikan Belida lopis di Pulau Jawa, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI, sekarang BRIN) berhasil menemukan spesies burung baru di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur pada 2017 oleh peneliti LIPI Dr. Dewi M. Prawiradilaga.

Myzomela irianawidodoae, jenis burung baru endemik Pulau Rote, NTT yang ditemukan pada 2017. (KLKH

Burung endemik tersebut kemudian resmi diberi nama Myzomela irianawidodoae, sesuai nama Ibu Negara. Nama tersebut diberikan sebagai bentuk penghargaan kepada Ibu Negara yang sangat memperhatikan kehidupan burung, dedikasinya dapat dijadikan teladan dan menjadi contoh dalam menyelamatkan lingkungan di Indonesia.

Setelahnya, para peneliti juga LIPI juga menemukan burung Rote leaf-Wrabler (Phylloscopus rotiensis) yang masih satu keluarga dengan burung cingkrak. Dari analisis yang dilakukan tersebut, peneliti bisa mengetahui bahwa burung Rote Leaf-Warbler merupakan burung jenis baru dan hanya bisa hidup di Pulau Rote.

Penemuan jenis burung baru dalam waktu kurang dari 12 bulan menjadi hal yang istimewa, karena setidaknya setiap tahunnya ditemukan 5 sampai 10 burung baru di seluruh dunia.

Menurut Gema, penemuan berbagai jenis fauna baru di Indonesia menjadi bukti bahwa Indonesia memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang tinggi. Ke depannya, ia pun tidak menutup kemungkinan akan ditemukan kembali berbagai jenis fauna baru di wilayah Indonesia.

“Kekayaan jenis flora dan fauna Indonesia sangat tinggi, dan BRIN setiap tahun melakukan eksplorasi ke seluruh penjuru nusantara, dan tercatat hampir setiap tahun menemukan baik itu jenis baru dan catatan kebaruan,” kata Gema.

“Jadi patut diduga masih banyak wilayah di Indonesia yang menyimpan jenis baru untuk segera diungkap dan tentu saja dijaga kelestariannya,” kata Gema menandaskan.