JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Serang melakukan pendataan populasi jenis ikan Belida Jawa (Notopterus notopterus) di Rawa Pening, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Pendataan yang dilakukan bersama dengan Universitas Tidar (Untidar) ini dimaksudkan sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan tentang pengelolaan ikan belida.
Kepala LPSPL Serang Santoso Budi Widiarto mengatakan, pendataan dilaksanakan sebanyak tiga periode yakni 9-10 Januari 2024, 4-5 Februari 2024 dan 6-8 Maret 2024, dengan menggunakan alat tangkap kerai bambu, bubu dan lift net.
Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis untuk mendapatkan estimasi kelimpahan populasi, hubungan antara panjang dan bobot ikan, sebaran frekuensi panjang, nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG) dan Catch per Unit of Effort (CPUE).
"Estimasi populasi Belida Jawa di Rawa Pening berdasarkan survei ini adalah 32 ekor per 1.400 meter persegi atau 229 ekor per hektare. Jika mengacu pada status kerentanan berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN), hasil survei menunjukkan status populasi belida di Rawa Pening dalam kondisi hampir terancam," ujar Santoso seperti dikutip dari laman resmi KKP, Senin, 13 Mei.
Santoso juga menjelaskan status pengelolaan ikan belida di Indonesia adalah dilindungi penuh sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Jenis Ikan yang Dilindungi yang meliputi empat spesies, yaitu Belida Borneo (Chitala borneensis), Belida Sumatera (Chitala hypselonotus), Belida Lopis (Chitala lopis) dan Belida Jawa (Notopterus notopterus).
Adapun sasaran pengelolaan jenis ikan belida antara 2020 hingga 2024 meliputi pemulihan populasi di habitat asli, pemetaan sebaran dan populasi di alam, pengaturan pengembangbiakan dan pengaturan peredaran.
Pendataan jenis ikan belida sebagai bentuk implementasi kerja sama antara LPSPL Serang dan Universitas Tidar (Untidar) penting dilakukan untuk pengambilan kebijakan dengan memperhatikan tiga aspek pengelolaan perikanan, yakni ekologi, ekonomi dan sosial. Hal ini juga diungkapkan Dosen Akuakultur Universitas Tidar Waluyo.
BACA JUGA:
"Kajian mengenai belida ini penting karena termasuk jenis ikan dilindungi. Sehingga, pengambilan data yang valid diperlukan untuk kebijakan di masa mendatang. Ini juga mendukung Universitas Tidar dalam pengembangan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang menitikberatkan pada penggunaan pola ilmiah pokok serta menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran, penelitian serta pengabdian kepada masyarakat," tuturnya.
Sementara itu, Ahli Peneliti Utama Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN Haryono menuturkan, belida merupakan ikan asli dan bernilai ekonomis tinggi. Terutama sebagai bahan baku makanan khas, seperti kerupuk dan pempek. Hingga saat ini, belida sudah mulai dimanfaatkan sebagai ikan hias.
"Salah satu jenis ikan belida, yakni Chilata lopis bahkan telah dinyatakan punah oleh IUCN pada 2020, namun pada 2023 ditemukan kembali (rediscovery). Secara internasional, belida belum masuk dalam perlindungan the Convention on International Trade in Endangered Species (CITES)," imbuhnya.