JAKARTA - Pos Polisi (Pospol) Tugu Tani, Jakarta Pusat, dirusak orang tak dikenal. Perusakan dilakukan dengan melemparkan batu ke arah kaca pospol. Kejadian itu diduga berlangsung pada dini hari, ketika minim pengawasan.
Berdasarkan pemeriksaan, Kapolsek Menteng AKBP Guntur Muhammad Tariq mengatakan, perusakan pospol itu baru diketahui sekitar pukul 06.00 WIB, setelah anggota yang baru tiba di lokasi kejadian.
"Saksi (yang diperiksa) dari petugas pospol, anggota lalu lintas yang saat ini baru dimintai keterangan," ucap Guntur, Rabu, 26 Februari.
Barang bukti berupa pecahan kaca dan batu di sekitar lokasi, disita polisi untuk diteliti. Sedangkan, rekaman kamera CCTV di sekitar lokasi belum didapat polisi. Karenanya, untuk sementara, Guntur menduga pelaku adalah orang iseng.
"Bisa jadi kemungkinan dia (pelaku) jalan kaki, terus dia melihat kosong ataukah ada anak-anak yang iseng, kita juga belum tahu. Makanya, nanti dari hasil pengecekan CCTV yang ada, baru bisa menjawab (sosok pelaku)," ungkap Guntur.
Perusakan pos polisi seperti ini bukan kali pertama terjadi. Sekitar bulan September 2017, perkara serupa terjadi di Polsubsektor di Jalan Ahmad Yani, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Berdasarkan penyelidikan, perusakan dilakukan oleh sekitar 20 orang yang mengendarai sepeda motor.
Bahkan, para pelaku menjatuhkan kendaraan yang terparkir di halaman pos polisi dan juga sempat melemparkan bom molotov. Beruntung, tak ada korban jiwa lantaran petugas dapat menghindar dan memadamkan api.
BACA JUGA:
Selanjutnya, perusakan pos polisi juga terjadi ketika adanya aksi unjuk rasa menolak sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) Kontroversial di depan gedung DPR-MPR Republik Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa, 24 September 2019.
Tercatat, ada empat pos polisi yang dirusak dengan cara dilempar batu dan dibakar, yakni, pos polisi Slipi, pos polisi Palmerah, dan pos polisi Senayan dekat Hotel Mulia, serta satu pos polisi di kolong jembatan Lagogi Senayan dirusak.
Kriminolog Universitas Indonesia Ferdinand Andi Lolo mengatakan, salah satu dugaan penyebab banyaknya aksi perusakan pos polisi adalah rasa ketidakpuasan terhadap aparat kepolisian. Sehingga, mereka nekat melakukan aksi tersebut sebagai bentuk perlawanan.
Rasa ketidakpuasan ini bisa berdasarkan banyak hal. Di antaranya adalah pelaku merasa tidak mendapat keadilan, atau karena hak-haknya dilanggar.
"Tempat-tempat seperti pos polisi adalah simbol. Merusak simbol merupakan ekspresi ketidakpuasan atau perlawanan kepada otoritas yang diwakili oleh simbol tadi," ucap Ferdinand sambil menambahkan pelaku perusakan biasa memanfaatkan kurangnya pengawasan untuk meminimalisir tertangkap.
"Tapi, harus ditemukan dulu pelakunya lalu digali latar belakang tindakannya, barulah dapat dipastikan motifnya, apa karena kemarahan atau ulah iseng saja," kata Ferdinand.
Sementara itu, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Andrea Poeloengan mengatakan, kemungkinan pospol jadi sasaran kemarahan, bisa jadi karena pelakunya adalah orang dengan gangguan jiwa atau sebagainya
Tapi dia meyakini, motif pelaku melakukan perusakan bisa diketahui ketika polisi menangkapnya. Sebaiknya tidak usah menebak-nebak dan dihubungkan dengan kebencian terhadap polisi. Yang jelas, kejadian tersebut merupakan tindak pidana dan harus segera diungkap," tegas Andrea.
Meski demikian, Andrea justru mempertanyakan keberadan petugas sehingga bisa kecolongan dan pospolnya jadi sasaran.
"Kalau pos polisi di tengah publik saja bisa dilempari, pertanyaan saya, dimana Patroli? Bagaimana dengan pengamanan terhadap aset lainnya dan masyarakat, jika aset sendiri bisa dirusak oleh OTK?" tutupnya.