Usung Slogan Berpolitik dengan Chill, Bukan Berarti PSI Nggak Serius Terjun ke Dunia Politik
“Berpolitik dengan Chill”, Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep dalam acara Kopi Darat Nasional (Kopdarnas) di Djakarta Theater, Jakarta, Senin (25/9/2023). (VOI/Diah Ayu Wardani)

Bagikan:

JAKARTA – Politik dan anak muda adalah dua hal yang berjauhan, setidaknya untuk saat ini. Hal itu tercermin dari rendahnya minat anak muda Indonesia terhadap dunia politik. Menurut survei CSIS, hanya 1,1% anak muda yang saat ini bergabung dengan partai politik. 

Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang sebagian besar diisi oleh anak muda, ingin merangkul generasi milenial untuk tidak anti terhadap politik. Niatan itu terpampang nyata saat Kaesang Pangarep dikukuhkan sebagai Ketua Umum (Ketum) PSI di Djakarta Theatre, Senin 25 September lalu.

Saat putra bungsu Presiden Joko Widodo tersebut hadir di panggung, layar raksasa yang menjadi background Kaesang memunculkan dua kalimat yang menarik perhatian.

Dua kalimat tersebut adalah “Berpolitik dengan Chill” dan “Politik adalah Jalan Ninja Kita!” Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie mencoba menjelaskan dua kalimat yang sukses mencuri atensi tersebut. Intinya, PSI ingin mengajak masyarakat, khususnya anak muda berpolitik dengan gembira.

Suasana Riang Gembira

“Berpolitik dengan chill itu maksudnya berpolitik yang riang gembira, yang gak pakai hoaks, yang gak mengkapitalisasi agama misalnya, yang gak menyebar kebencian, yang membuat orang tidak nyaman, yang bikin orang berantem di WA grup misalnya,” kata Grace saat dihubungi VOI.

“Politik kaya gitu gak chill. Berpolitik gak chill inilah yang membuat anak muda, orang yang tidak biasa bersinggungan dengan politik, jadi malas mengikuti isu politik karena isinya cuma berantem, dan banyak orang negatif menyebar kebencian,” ujar Grace menerangkan.

Pemilihan slogan ini bukan tanpa alasan. Menjelang Pemilihan Presiden, suhu politik di Indonesia seringkali memanas. Ini tidak hanya terjadi sekarang, tapi juga di tahun-tahun sebelumnya.

Bentuk dukungan kepada Capres jagoan seringkali dilakukan dengan cara-cara kotor, seperti menyebar hoaks, menyerang agama, bahkan fisik. Tidak jarang hal ini membuat perpecahan antar pendukung. Hal inilah, menurut Grace, yang ingin dihindari oleh PSI. Meski mengusung slogan “Berpolitik dengan Chill”, bukan berarti PSI tidak serius dalam berpolitik.

Grace Natalie (kedua dari kiri), Wakil Ketua Dewan Pembina PSI, dalam acara Kopi Darat Nasional (Kopdarnas): Deklarasi Politik PSI di Djakarta Theater, Jakarta, Senin (25/9/2023). (VOI/Diah Ayu Wardani)

“Santai bukan berarti jadi gak serius. Santai di sini artinya tidak negatif. Karena kalau dilihat, sekarang ini para pendukung Capres membuat kampanye negatif, yang menyerang fisik bukan program, membuat materi yang menjelek-jelekkkan orang lain tanpa substansi yang jelas. Yang kaya gini gak enak, gak nyaman,” Grace menambahkan.

Suhu yang memanas ini lah yang membuat masyarakat, utamanya anak muda enggan bersinggungan dengan politik. Padahal menurutnya, jika suhu politik yang terjadi sebaliknya bisa mendorong anak muda untuk tertarik terjun ke dunia politik.

“Gimana mau berharap angka partisipasi anak muda mau tinggi kalau yang seperti ini gaya yang dipertontonkan,” tutur Grace lagi.

Jalan Ninja Anak Muda

Berdasarkan hasil survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS), ketertarikan anak muda terhadap politik masih rendah. Ini terlihat dari minimnya anak muda di dalam negeri yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah maupun anggota DPR/DPRD.

Hanya 14,6 persen anak muda yang memiliki keinginan mencalonkan sebagai anggota DPR/DPRD. Lalu hanya ada 14,1 persen anak muda ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Menurut survei CSIS juga, minat anak muda untuk ikut dalam partai politik sangat rendah. Hanya 1,1% anak muda yang saat ini bergabung dengan partai politik. Dituturkan Grace, rendahnya minat anak muda terhadap politik karena mayoritas partai tidak secara serius menjadikan anak muda sebagai objek aktif.

“Anak muda cuma dikejar suaranya. Tapi pengurus teras partainya orang yang sangat senior, anak muda hanya ditempatkan di sayap-sayap partai, anak muda tidak mendapat kesempatan dapat peran strategis,” Grace menjelaskan.

Kaesang Pangarep saat dikukuhkan sebagai Ketua Umum PSI di Djakarta Theater, Jakarta, Senin (25/9/2023). (VOI/Diah Ayu Wardani)

Mantan jurnalis ini tak menampik adanya jarak antara politik dan anak muda, karena mereka merasa politik tidak relevan dengan kehidupan. Padahal pada kenyataannya, setiap sendi kehidupan kita selalu berkaitan dengan politik.

“Anak muda merasa politik tidak relevan, mungkin ini harus didekatkan dengan gaya komunikasi atau isu yang dipilih. Meskipun anak muda merasa politik jauh dan tidak relevan, kenyataannya, setiap hal dari kita hidup sampai mati sebenarnya selalu berkaitan dengan politik,” kata Grace.

Alih-alih turun ke jalan untuk berdemonstrasi, anak muda berpotensi mengubah kebijakan yang dianggap tidak sesuai dengan terjun ke politik. Ini sesuai dengan slogan PSI bahwa "Politik adalah Jalan Ninja Kita".

“Demo tidak mengubah kebijakan, kalau mau mengubah sesuatu kebijakan ya harus dengan berpolitik. Dengan masuk ke politik kita bisa masuk proses legislasi, masuk ke DPR, baru kita bisa ikut mengawasi anggaran, membuat kebijakan anggaran, membuat produk undang-undang yang berpengaruh langsung ke kehidupan kita,” terang wanita kelahiran 4 Juli 1982 ini.

Terkait politik dan anak muda ini juga sempat disinggung Pakar Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Andriadi Achmad. Dia mengomentari penunjukkan Kaesang Pangarep sebagai Ketum PSI adalah sebuah sejarah dan mendorong anak muda lainnya untuk mengikuti jejak pria berusia 28 tahun ini

"Jadi masuknya Kaesang sebagai pemimpin partai di usia muda adalah sejarah. Anak muda memiliki jiwa kepemimpinan berbeda. Hal ini harus diikuti oleh pemuda lainnya. Karena untuk mengubah suatu kebijakan kan harus lewat politik. Bagaimana bisa mengubah kebijakan jika anak muda tidak ikut politik,” kata Andri menjelaskan panjang lebar.