Bagikan:

JAKARTA - Belum lama ini sebuah video yang menunjukkan mobil ugal-ugalan di jalan tol viral di media sosial. Mobil tersebut terlihat berpindah-pindah jalur bahkan sampai menyerempet pembatas dan pagar jalan tol.

Video tersebut pertama kali diunggah pada Minggu (3/9). Seseorang yang mengemudikan mobil sedan ini awalnya tampak kesulitan saat harus melakukan tap kartu transaksi di pintu tol. Setelah itu, si pengemudi terlihat kesulitan mengendalikan mobilnya hingga cukup membahayakan dirinya dan orang lain.

Mobil tersebut berhasil diberhentikan oleh pengemudi lain dan dari situ diketahui ternyata yang mengemudikannya adalah lansia, dengan penumpang lansia juga duduk di kursi belakang.

“Kalau bapak dan ibu ini punya anak, semoga videonya sampai ke anaknya. Agar mereka tau kedua orang tuanya sudah sangat tidak bisa bepergian berdua saja, apalagi mengendarai mobil,” tulis deskripsi di unggahan tersebut.

Mengemudi Dibatasi Kesehatan Mental dan Fisik

Ini menjadi contoh mengapa lansia atau orang yang tidak dalam kondisi fit, berbahaya memaksakan diri mengemudi di jalan walaupun memiliki SIM aktif. Pada April 2022, terjadi kecelakaan yang menewaskan satu orang pengendara motor dan dua orang luka serius ditabrak mobil yang dikendarai lansia di Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Sebenarnya tidak ada peraturan yang menyebutkan sampai usia berapa seseorang diperbolehkan mengemudi. Namun, seseorang dianggap tidak boleh mengemudi dilihat dari mental dan fisik. Dengan demikian, bisa saja usianya muda tapi secara mental dan fisik dianggap tidak layak mengemudi.

“Contohnya usia 40 tahun, tapi maaf stroke, atau orang yang punya penyakit epilepsi tidak boleh mengemudi,” kata Jusri Pulubuhu, Founder Jakarta Defensive Driving Consulting.

Karena kesehatan seseorang bisa berubah seiring waktu, maka SIM di Indonesia tetap harus diperpanjang berkala setiap lima tahun sekali. Sebelumnya, masa berlaku SIM yang hanya lima tahun sempat menuai protes dari warga. Arifin Purwanto, yang berprofesi sebagai advokat, melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 85 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pasal itu mengatur ketentuan masa berlaku SIM hanya lima tahun dan dapat diperpanjang. Arifin menilai masa berlaku SIM lima tahun tidak memiliki dasar hukum dan tidak jelas tolok ukurnya. Dia menuntut agar masa berlaku SIM seumur hidup.

Perpanjangan SIM di Indonesia tidak mensyaratkan bukti medis pemeriksaan kesehatan fisik dan mental. (Antara/Abdu Faisal)

Direktur Registrasi dan Identifikasi (Dirregident) Korlantas Polri, Brigjen Yusri Yunus pernah menjelaskan alasan SIM harus diperpanjang secara berkala setiap lima tahun sekali. Hal ini dilakukan guna memantau kesehatan fisik dan mental setiap pengemudi secara berkala.

Salah satu syarat utama dalam penerbitan SIM adalah sehat baik jasmani atau fisik dan rohani atau psikologis. Untuk persyaratan fisik calon pengendara wajib memenuhi standar penglihatan, pendengaran, hingga anggota gerak lainnya. Sementara syarat psikologis tujuannya untuk mengetahui kognitif, psikomotorik, hingga kepribadian calon pengendara.

“Manusia tidak bisa dibilang selamanya utuh kesehatan maupun psikologinya. Sehingga perlu kita uji kesehatannya lagi dan juga bagaimana kejiwaannya,” tutur Yusri.

Jika SIM diberlakukan seumur hidup, maka akan sulit bagi Polri memantau perubahan baik fisik atau psikologis masing-masing pengendara. Padahal, perubahan tersebut bisa saja membahayakan diri sendiri maupun pengendara lain di jalan raya.

Risiko Kecelakaan Meningkat Seiring Pertambahan Usia 

Alasan perpanjangan SIM harus dilakukan secara berkala setiap lima tahun sekali juga diungkapkan Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) Sony Susmana. Dia juga mengatakan batas usia mengemudi ideal adalah 17 sampai 60 tahun, karena di atas itu kemampuan mengemudi akan menurun.

Meski demikian, keputusan mengemudi juga butuh kesadaran diri, karena hanya diri sendiri yang tahu kelemahannya.

“Masalahnya, mengemudi masih dianggap remeh dan mudah oleh sebagian orang sehingga penyebab kecelakaan tidak turun,” pungkasnya.

Seiring bertambahnya waktu, kemampuan lansia akan berkurang, seperti gerak melambat, refleks, konsentrasi dan kertebatasan penglihatan. Karena keterbatasan kemampuan inilah, sebaiknya lansia mengurangi atau bahkan menghindari aktivitas mengemudi. Jika dipaksakan justru bisa membahayakan diri sendiri dan pengguna jalan lain.

Menurut Centers for Desease Control, tingkat kecelakaan meningkat secara signifikan setelah usia 75 tahun. Masih dilansir sumber yang sama, mengemudi sebenarnya membantu landia tetap beraktivitas dan mandiri. Namun, risiko cedera atau kematian dalam kecelakaan meningkat seiring bertambahnya usia.

Pada 2020, sekitar 7.500 lansia di Amerika Serikat meninggal akibat kecelakaan lalu lintas, dan hampir 200.000 orang dirawat di unit gawat darurat karena cedera akibat kecelakaan. Artinya, setiap hari, 20 lansia meninggal dan hampir 540 orang cedera dalam kecelakaan.