Bagikan:

JAKARTA – Ledakan pipa bahan bakar minyak di area Depo Pertamina Plumpang, Koja, Jakarta Utara pada Jumat malam, 3 Maret 2023, menurut pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Jakarta, Yayat Supriyatna, sudah sepatutnya menjadi pembelajaran. Pemerintah harus serius membereskan permasalahan pemukiman penduduk yang berada di area Tanah Merah.

“Sebab, ini sudah berlarut-larut dan tidak pernah ada kejelasan. Area itu sebenarnya sudah direncanakan untuk zona penyangga, sudah dirapatkan sejak lama. Zaman Gubernur Foke (Fauzi Bowo) sempat berlanjut tapi hingga saat ini belum juga terealisasi,” kata Yayat kepada VOI pada 4 Maret 2023.

Bahkan dalam perjalanannya, warga Tanah Merah cenderung difasilitasi untuk menetap permanen.

“Dikasih listrik, diberi KTP, dapat hak pilih untuk Pemilu. Padahal, itu lahan sengketa atau grey area. Di sisi lain, juga sangat berbahaya untuk pemukiman. Orang dikasih kesempatan untuk tinggal, ya pasti dimanfaatkan. Lihat sekarang kondisinya semakin padat,” tuturnya.

Sehingga tidak mengherankan banyak warga yang menjadi korban ketika terjadi insiden kebakaran.

Letak permukiman warga yang sangat berdekatan dengan Depo Pertamina Plumpang, yang terbakar pada Jumat petang 3 Maret 2023. (Antara/Aprillio Akbar)

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta pada 4 Maret 2023 sekitar pukul 10.00 WIB mencatat 17 orang meninggal dunia, 49 orang luka berat, dan 2 orang mengalami luka sedang.

Menurut Yayat, Pemprov DKI bersama sejumlah instansi pemerintah dan pihak swasta harus duduk bareng untuk menyusun rencana penataan ulang dengan melakukan relokasi, baik relokasi warga atau depo minyaknya. 

Bila pilihannya merelokasi warga, Pemprov DKI tidak bisa bergerak sendiri. Apalagi, ini menyangkut lahan sengketa.

"Tanah Merah itu sempat diklaim oleh beberapa pihak, tidak hanya Pertamina. Statusnya tidak jelas, apakah tanah negara, tanah Pertamina atau tanah siapa, atau bisa juga sudah resmi tanah warga, karena kabarnya pengadilan sempat memenangkan sebagian warga untuk tinggal di situ,” kata Yayat.

Pemprov DKI harus mengambil inisiatif melakukan pemetaan. Harus clean and clear dulu status tanahnya. Setelah semua sudah jelas, persiapkan rumah susun.

"Hitung kontribusi dengan instansi pemerintah lain seperti Pertamina, Kementerian BUMN, dan PUPR. Mekanismenya seperti apa tinggal dibicarakan, apakah ingin relokasi menyeluruh atau hanya sebagian saja, sesuai luas area zona penyangga yang ditetapkan,” jelasnya.

“Kalau soal ganti rugi, tidak perlu kalau memang tidak ada surat-suratnya, harus tegas. Saya rasa Pemprov DKI punya pengalaman menata ulang permukiman di Pasar Gembrong,” sambung Yayat.

Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara terbakar pada 3 Maret 2023. (VOI/Muhamad Jehan)

Bila pilihannya relokasi depo, Yayat berpendapat pemerintah tetap harus mencari lahan pengganti yang strategis, dekat dengan akses pelabuhan.

“Kalau konsep saya, sudah pindahkan warganya,” ucapnya.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio berpendapat sama. Pemprov DKI dan Pertamina harus tegas. Luas lahan Pertamina di Plumpang mencapai 156 hektare, hanya 70 hektare yang digunakan. Sisanya sebagai lahan untuk keamanan bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Sayangnya sejak era reformasi, tanah-tanah kosong milik negara diokupansi termasuk Plumpang. Sehingga tidak ada lagi jarak aman.

“Sama seperti jalan tol atau bandara, disediakan lahan kosong untuk safety. Jadi, saya juga enggak heran kalau banyak korban, ya tanah safety dibiarkan jadi pemukiman,” kata Agus kepada VOI pada 4 Maret 2023.

Hemat saya, Pertamina harus memagar seluruh lahan dia, kan ada sertifikatnya. Usir warga harus tegas dan keras, dimana-mana juga begitu bangsa-bangsa yang beradab, tidak boleh suka-suka, ada aturannya. Lahan kosong yang ditempati mereka itu objek vital dan berbahaya,” Agus menambahkan.

Pertamina Juga Harus Evaluasi

Tidak hanya terkait lahan keamanan, Pertamina juga harus mengevaluasi kinerja operasionalnya. Sebab, ini bukan kali pertama terjadi. Depo Pertamina Plumpang juga pernah terbakar pada 18 Januari 2009 sekitar pukul 21.30 WIB akibat ledakan saat pengujian tangki.

Pertamina ketika itu menyatakan kebakaran akibat kesalahan manusia, karena lalai dalam menerapkan sistem pengamanan ketika pengujian. Akibatnya satu petugas keamanan di fasilitas tersebut meninggal dunia.

Insiden yang sama juga sudah terjadi di Depo Pertamina di Teluk Kabung pada 14 Mei 2014. Kebakaran diduga akibat kesalahan teknis dalam pekerjaan. Marketing Branch Manager Sumatera Barat-Riau PT Pertamina ketika itu, Ardyan Adhitia mengatakan ada semacam alat yang jatuh dan menimbulkan percikan api hingga membesar.

Tiga pekerja kontrak mengalami luka bakar di bahu dan lengan. Imbas kejadian ini, distribusi bahan bakar minyak ke Sumatera Barat dan beberapa daerah di Bengkulu dan Jambi sempat terganggu.

Lalu di kilang minyak Pertamina RU VI Balongan, Indramayu pada 29 Maret 2021 akibat kebocoran gas. Satu orang meninggal dunia, 14 orang luka ringan, dan 5 lainnya mengalami luka berat.

Seorang korban kebakaran Depo Pertamina Plumpang dilarikan petugas ke RSUD Koja, Jakarta Utara. (Antara/Wahyu Putro A)

Itulah mengapa, Anggota DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa, Daniel Johan menilai perlu ada evaluasi menyeluruh. Harus diketahui penyebabnya sehingga bisa dilakukan antisipasi ke depannya. Apakah karena kesalahan manusia, kondisi alam, atau memang lemahnya sistem pengamanan.

“Sebab, umumnya kebakaran kilang minyak karena sistem pengamanan yang lemah. Harus ada cara tepat agar kejadian ini tidak terulang lagi. Selain itu, tentunya juga perlu dipikirkan untuk relokasi karena daerah sana sudah terlalu padat penduduknya,” kata Daniel kepada VOI pada 4 Maret 2023.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dalam konferensi pers di Rumah Sakit Pertamina Pusat, Jakarta pada 4 Februari 2023 juga telah menginstruksikan seluruh BUMN yang mengelola aset vital nasional membentuk tim manajemen risiko bisnis.

Tugasnya tak hanya fokus ke keuangan, tetapi menyeluruh termasuk ke keamanan operasional. Terkait kebakaran di Depo Plumpang pada 3 Maret, Erick memastikan, “Sudah melakukan investigasi dan akan melihat perkembangannya apakah ada perbaikan dalam jangka menengah.”

Erick pun tak memungkiri keberadaan zona penyangga di rata-rata objek vital nasional saat ini sudah sangat tipis atau berdekatan dengan pemukiman warga.

Kebakaran Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara menelan korban jiwa belasan orang dan beberapa lagi masih dinyatakan hilang. (Antara/Wahyu Putro A)

"Kalau kita melihat zona penyangga Pertamina pada tahun 1971 sampai dengan tahun 1987 dalam kondisi sangat aman. Namun, setelah Reformasi 1998 memang kalau kita melihat banyaknya kehilangan lahan (zona penyangga). Dan ini konteksnya bukan hanya terjadi di Plumpang, namun terjadi di objek-objek vital nasional lainnya," katanya dilansir dari Antara pada 4 Maret 2023.

Sejak dua tahun lalu, menurut Erick, memang sudah muncul akan melakukan relokasi Depo Pertamina Plumpang ke Pelindo.

"Saya akan cek ulang, tetapi tidak mungkin konteks zonasi ini kita kerjakan sendiri karena perlu dukungan dari pemerintah daerah. Saya rasa Bapak Presiden juga sudah menginstruksikan bagaimana pemerintah daerah, kami dari pemerintah pusat apakah Kementerian BUMN ataupun Polri untuk menyinkronisasikan tata ruang bersama," imbuh Erick Thohir.