JAKARTA – Pernyataan Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman pada 28 Januari lalu, menjadi penegas sikap PKS dalam menghadapi Pemilu 2024. PKS konsisten menjadi bagian dari koalisi partai-partai pengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden.
Dukungan PKS sebagai pemilik 8,7 persen suara di parlemen melengkapi syarat ambang batas 20 persen pencalonan presiden. Sebab sebelumnya Partai Nasdem dengan 10,3 persen dan Partai Demokrat 9,4 persen suara juga sudah mendeklarasikan dukungannya untuk Anies Baswedan.
Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani menyambut baik. Tentunya ini menunjukkan kedewasaan dan kematangan dalam berpolitik. Politik yang mengedepankan gagasan melalui aspirasi perubahan dan perbaikan. Sekaligus mementahkan tudingan-tudingan yang disematkan ke PKS dan Demokrat selama ini, yang mengunci posisi bakal calon wakil presiden harus dari partainya.
“Kami, Demokrat dan PKS membuktikan dan menegaskan kepentingan rakyat sebagai yang utama dan diutamakan. Ini menjawab segala macam keraguan mengenai eksistensi koalisi perubahan dan mematahkan upaya-upaya yang menggembosi terbentuknya Koalisi Perubahan,” kata Kamhar dalam keterangan tertulisnya kepada VOI pada 1 Februari 2023.
Sejatinya, dukungan dan aspirasi rakyat yang begitu besar dan kuat untuk perubahan dan perbaikan akan senantiasa menjadi energi penguat Koalisi Perubahan.
Namun, sejumlah pengamat menilai dukungan PKS untuk Anies Baswedan tak sekadar menyoal Koalisi Perubahan. Pakar Komunikasi Politik, Effendi Gazali saja menyatakan sikap politik PKS itu memiliki banyak makna.
Selain karena kesamaan ideologi dengan Anies Baswedan, menurut Effendi PKS secara realistis juga mencoba melihat efek ekor jas untuk para calon legislator mereka di pusat dan daerah.
Efek ekor jas diartikan sebagai hubungan positif antara kekuatan elektoral calon presiden dan partai pengusung. Calon presiden atau presiden dengan tingkat elektabilitas tinggi akan memberikan keuntungan positif secara elektoral kepada partai yang mengusungnya.
“Selanjutnya tentu saja, PKS yang menempatkan diri sebagai ‘oposisi’, maka pilihan-pilihan mereka berkoalisi juga terbatas,” ucapnya kepada VOI pada 2 Februari 2023.
Analis Politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin pun beranggapan sama. Bukan sesuatu yang mengherankan bila PKS akhirnya memutuskan mendukung Anies Baswedan.
“Karena kalau Anies Baswedan bisa dicapreskan, PKS ada disitu, akan berdampak positif terhadap suara PKS. Bisa stabil atau bahkan naik, tapi kalau Anies tidak jadi nyapres, maka PKS akan mengandalkan perjuangan kader-kadernya di legislatif,” tuturnya kepada VOI pada 2 Februari 2023.
Sama seperti era Prabowo-Sandi, suara PKS naik karena efek ekor jas. Lagipula, kata Ujang, “PKS memang sejak awal sudah cenderung ke Anies, tapi ketika itu masih tarik-ulur, masih lari sana-sini, ya mungkin ingin dapat ‘deal kompensasi politik’ dalam membangun koalisi bersama Nasdem dan Demokrat. Ini wajar saja meski akhirnya PKS mau tidak mau ikut dukung Anies.”
Terlalu Cepat
Kendati begitu, menurut Effendi, langkah politik PKS, termasuk pula Koalisi Perubahan masih sangat dinamis. Belum bisa dipastikan. Terlebih, Sohibul Iman dalam pernyataannya baru akan memberikan keterangan resmi secara organisatoris kepada publik saat rapat kerja nasional pada 24 Februari mendatang.
“Bagaimana selanjutnya tekanan-tekanan yang mereka alami. Jangan hanya membayangkan tekanan dari luar, bisa juga dari dalam. Belum lagi, sepanjang pengetahuan saya, amat sulit membuat perjanjian mengusung capres-cawapres seperti itu. Kalau salah satu merasa tidak enak sebelum November 2023 (jadwal pendaftaran capres ke KPU), bagaimana?
Memang tidak ada peraturan perundang-undangan yang dilanggar. Namun, ini bisa saja dilihat masyarakat sebagai sikap rendah moral, kurang kesadaran etis, atau kurang loyalitas.
Banyak yang menganggap langkah koalisi perubahan terlalu cepat. Deklarasi Capres oleh Partai Nasdem dilakukan 2 tahun 17 hari sebelum presiden petahana meninggalkan istana.
Sementara, deklarasi sebagai koalisi dengan lebih dari 20 persen suara parlemen tampaknya akan dilakukan 24 Februari 2023, atau jauh sebelum pendaftaran calon presiden 19 Oktober sampai 25 November 2023.
“Ya, koalisi itu bekerja keras tentu menggembirakan. Harapan kita semua seluruh partai bisa mencalonkan putra-putri terbaik bangsa. Termasuk PDIP yang bisa maju sendiri, Golkar dan teman-teman, Gerindra dan rekan-rekannya,” ucapnya.
Ke depan, tambah Effendi, harus ada kesepakatan bersama jadwal deklarasi calon presiden. Effendi pun mengusulkan Pilpres pada Pemilu 2029 digelar pada bulan Juni. Ini untuk mengantisipasi putaran kedua, lalu proses di MK, serta pelantikan anggota MPR.
“Dari Juni 2029 atau putaran kedua Juli/Agustus 2029, maka jarak masa transisi antara Pilpres dengan pelantikan presiden juga lebih pendek, sehingga kepastian kekuasaan dan kebijakan negara tidak lama berada dalam posisi ‘bebek pincang’ (masa transisi pergantian kekuasaan),” imbuhnya.
Ujang pun menilai selama belum didaftarkan ke KPU, bakal Capres dan Cawapres masih mungkin berubah. Masih mungkin terjadi pergeseran-pergeseran dinamika politik yang makin menghangat lagi kedepan.
"Saya melihat, partai-partai lain masih menunggu pernyataan PDI Perjuangan sebagai partai penguasa parlemen, apakah akan mencapreskan Puan atau Ganjar. Siapapun pilihannya akan mengubah peta politik dan peta koalisi saat ini," kata Ujang menandaskan.