Bagikan:

JAKARTA – Keluarga Muhammad Hasya Attalah tak menyangka, alih-alih mendapat titik terang, polisi justru menutup kasus kecelakaan lalu lintas yang menewaskan anaknya pada 6 Oktober 2022. Polisi kata kuasa hukum keluarga Hasya, Gita Paulina, menganggap kasus ini telah kedaluwarsa, tidak cukup bukti, dan tersangka sudah meninggal.

Pemberitahuan disampaikan pihak kepolisian pada 16 Januari 2023 langsung kepada keluarga korban. Menurut Gita, “Bagaimana bisa orang sudah meninggal menjadi tersangka?”

“Diperiksa saja belum. Kok Hasya Attalah bisa jadi tersangka. Sudah meninggal pula, gimana cara untuk dia bela diri,” kata Gita kepada awak media pada 27 Januari lalu.

Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Prof Hibnu Nugroho pun menilai menjadikan mayat sebagai tersangka sangat tidak lazim. Tidak mengacu ke prosedur pengungkapan perkara yang benar.

Seharusnya, kalau memang sudah jelas tempat kejadian perkara, sudah jelas mengapa itu terjadi, alurnya berlanjut ke penyebab, apa yang menyebabkan korban meninggal.

“Kalau penyebabnya adalah karena dirinya sendiri, itu bukan merupakan tindak pidana, tutup perkara. Meninggal karena kecelekaan, bunuh diri, ya sudah selesai. Berbeda kalau meninggal karena faktor lain,” ucap Hibnu kepada VOI pada 1 Februari 2023.

Mahasiswa FISIP Universitas Indonesia Muhammad Hasya Attalah tewas usai mengalami kecelakaan lalu lintas di Srengseng Sawah, Jakarta Selatan pada 6 Oktober 2022. (VOI/Rizky Sulistio/repro)

Lalu, jika memang ada tindak pidana, alur selanjutnya bagaimana syarat menetapkan tersangka. Ketentuan hukum pidana menyebut minimal dua alat bukti, juga harus sudah diperiksa lebih dahulu paling tidak sebagai saksi.

Sebab, kata Hibnu, konsep penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengumpulkan barang bukti guna menentukan tersangka. Jadi, seseorang tak mungkin ditetapkan menjadi tersangka sebelum diperiksa.

“Kecuali penangkapan KPK, tapi kalau di tindak pidana umum tidak bisa. Masalah label tersangka kepada mayat secara konsep hukum sulit diterima dari ilmu pengungkapan perkara. Nah, ini yang agak aneh. Kalau untuk Hasya Attalah, saya melihatnya kecelakaan biasa. Ini dalam konteks Hasya Attalah sebagai korban kecelakaan ya,” ucapnya.

Adapun pengendara SUV yang melindas Hasya Attalah, Hibnu menilai bisa juga menjadi tersangka, “Tergantung pembuktiannya, kalau memang ada bukti-bukti yang akurat bahwa dialah yang menjadi penyebab Hasya meninggal, ya bisa saja.”

“Meskipun pengendara tanpa sengaja melindas, tidak bisa menghindar, terkejut, atau hal lain, pengendara mobil yang melindas tetap bisa jadi tersangka. Makanya dilihat dulu, mudah-mudahan dari gelar perkara nanti ada titik terang. Saya tidak mau berandai-andai, prosesnya nanti di pembuktian,” Hibnu menambahkan.

Contoh Kasus

Banyak kasus kecelakaan lalu lintas yang bisa menjadi rujukan. Semisal kasus yang menimpa sopir bus Transjakarta bernama Bima Pringgas Suara. Bima tanpa sengaja menabrak sepeda motor yang tiba-tiba memotong masuk ke jalur busway. Pengendara terpental ke luar jalur busway, sedangkan wanita yang diboncengnya terlindas.

Peristiwa itu terjadi di samping Stasiun Jakarta Kota, Jakarta Barat pada 2015. Tidak hanya menjadi tersangka, Bima bahkan divonis dua tahun enam bulan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat

Jika ditinjau dari hukum pidana, apa yang dilakukan Bima tergolong kelalaian yang berakibat orang lain kehilangan nyawa.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 359 KUHP, “Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain mati dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana kurungan selama-lamanya satu tahun.”

Pasal 310 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga mengatur hal tersebut. Ayat (3) menyebut, “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 juta.”

“Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 juta,” isi ayat (4) Pasal 310.

Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran bentuk tim pencari fakta kasus kecelakaan Muhammad Hasya Attalah (Antara/Humas Polda Metro Jaya)

“Dari pasal-pasal tersebut juga tersirat jelas, Kelalaian itu dalam arti menuju orang, bukan kelalaian pada diri sendiri. Tafsirnya seperti itu,” kata Hibnu.

Contoh lain juga bisa dilihat dari kasus Tubagus Joddy, sopir Vanessa Angel. Perbuatan Tubagus pun dianggap kelalaian yang mengakibatkan penumpangnya yang tak lain Vanessa Angel dan suaminya meninggal dunia. Tubagus pada akhirnya juga ditetapkan sebagai tersangka dan divonis 7 tahun penjara.

Artinya, tak hanya yang menabrak, pengendara yang membahayakan penumpangnya hingga mengakibatkan luka atau kematian juga bisa dipidana kalau lalai dalam berkendara. Bahkan, hukuman bisa bertambah berat kalau pengendara tersebut tidak memberi pertolongan.

Kalau memang terbukti pengendara SUV yang melindas Hasya Attalah tidak memberikan pertolongan, pengendara berpotensi terjerat juga Pasal 312 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

“Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan kecelakaan lalu lintas kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tanpa alasan, patut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp75 juta.”

Tim Pencari Fakta

Gita menduga polisi sengaja menghentikan penyelidikan perkara kasus tersebut hanya untuk melindungi pengendara mobil SUV yang melindas Hasya Attalah, yang diketahui merupakan pensiunan polisi berpangkat AKBP.

“Sebab banyak kejanggalan. Selain penetapan tersangka kepada Hasya Attalah, polisi juga kenapa tidak langsung menyita mobil yang melindas. Sedangkan sepeda motor korban saja sampai saat ini masih disita untuk barang bukti,” ucapnya pada 27 Januari lalu.

Itulah yang pada akhirnya membuat kasus kecelakaan lalu lintas Hasya Attalah menyita perhatian publik. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sampai memerintahkan Polda Metro Jaya membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk mengusut tuntas kasus tersebut.

Tak hanya melibatkan tim internal kepolisian, Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran mengatakan TPF juga melibatkan tim eksternal yang terdiri dari beberapa pakar transportasi dan pakar hukum.

“Setiap temuan TPF nantinya diharapkan dapat memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum,” kata Fadil kepada awak media pada 30 Januari lalu.

Hibnu pun berharap, “Hasilnya bisa lebih transparan dan memberikan keadilan untuk semua pihak.”