Duka Tragedi Stadion Kanjuruhan: Ketika Rekomendasi Polisi Diabaikan dan Gas Air Mata Digunakan
Suporter Arema FC memasuki lapangan setelah tim yang didukungnya kalah dari Persebaya dalam pertandingan Liga 1 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu, 1 Oktober 2022. (Antara/Ari Bowo Sucipto)

Bagikan:

JAKARTA - Rivalitas Aremania dan Bonek Mania semakin memanas. Aksi saling provokasi di media sosial semakin gencar menjelang pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya. Bonek Mania tetap mematuhi kesepatakan yang sudah tercipta sebelumnya untuk tidak saling away ketika Arema FC dan Persebaya Surabaya bertanding.

Namun, pertandingan derby Jatim BRI Liga 1 Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10) tetap menghasilkan catatan buruk, bahkan lebih buruk dari yang sudah terjadi sebelumnya.

Ratusan orang meninggal dunia, ratusan lainnya mengalami luka-luka. Direktur Eksekutif Maarif Institute, Abdul Rohim Ghazali dalam keterangan tertulis menyebutnya sebagai tragedi kemanusiaan.  

“Jauh lebih buruk dari tragedi Hillsborough, Sheffield, Inggris pada 15 April 1989 yang menewaskan 96 orang,” katanya.

Kata pemerhati sepak bola nasional, Erwiyantoro, itu bukti sistem yang ada dalam dunia sepak bola Indonesia masih sangat buruk. Pembuat sistem tidak juga belajar dari jejak sejarah terkait dengan keributan suporter ataupun cara mengatasi kericuhan yang terjadi dalam pertandingan sepak bola.

“Ibaratnya peristiwa itu sudah pernah terjadi, mati, terulang lagi. Berarti kan tidak belajar,” kata Erwiyantoro kepada VOI, Minggu (2/10).

Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam 1 Oktober 2022. (Antara/Ari Bowo Sucipto)

Lihat penggunaan gas air mata yang tidak hanya ditujukan ke penonton yang masuk ke lapangan, melainkan juga ke penonton yang berada di tribun, ini saja sudah menyalahi aturan.

“Regulasi FIFA sudah jelas tidak boleh menggunakan gas air mata,” lanjutnya.

Termaktub dalam pasal 19b dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulation, “No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used (senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan).”

Sejarah membuktikan ketika pertandingan Peru vs Argentina di Estadio Nacional, Lima, Peru, pada 24 Mei 1964 yang mengakibatkan lebih dari 300 orang meninggal dunia. Polisi Peru menghalau kericuhan penonton dengan menembakkan gas air mata. Ribuan penonton panik menghindar mencari jalan keluar stadion hingga berhimpitan, saling dorong, terjatuh, dan terinjak-injak.

Laporan jurnalis dan penulis buku, Jorge Salazar di BBC.com mengatakan, “Komandan polisi yang memberi perintah untuk menembakkan gas air mata, Jorge Azambuja, dijatuhi hukuman 30 bulan penjara.”

“Sudah enggak bener ini. Kemaren Arema sama Persebaya, suporter Bonek tidak boleh datang, masalah polisi sudah tidak benar, polisi gak bisa ngatasin dong, tanpa ada suporter Bonek, mereka juga ternyata tidak bisa mengatasi, berarti kan polisi lagi,” kata Erwiyantoro.

Hingga pukul Minggu siang (2/10) pukul 13.30 WIB, data korban tragedi Stadion Kanjuruhan Malang, menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, Wiyanto Wijoyo mencapai 130 orang. Penyebab kematian secara medis karena sesak napas. Korban juga ada yang mengalami luka dan patah tulang.

Namun, menurut Data Penanggulangan Bencana Daerah (BPPD), hingga pukul 10.30 WIB, korban meninggal sudah mencapai 174 orang.

Rekomendasi Polisi

Menurut Menko Polhukam Mahfud MD, kepolisian sebenarnya sudah memberikan rekomendasi agar pertandingan dilaksanakan sore hari. Juga, meminta agar jumlah penonton disesuaikan dengan kapasitas stadion, yakni berjumlah 38 ribu orang.

“Tapi, usul-usul itu tidak dilakukan oleh panitia yang tampak sangat bersemangat. Pertandingan tetap dilangsungkan malam, dan tiket yang dicetak jumlahnya 42.000,” ungkap Mahfud dalam keterangannya, Minggu (2/10).

Polres Malang, berdasar surat resminya yang beredar di twitter telah meminta kepada Panpel Arema FC agar mengajukan surat permohonan untuk perubahan jadwal pertandingan kepada PT Liga Indonesia dari pukul 20.00 WIB menjadi pukul 15.30 WIB.

Alasannya terkait pertimbangan keamanan dengan merujuk Surat Panpel Arema FC kepada Polres Malang sebelumnya pada 12 September 2022 perihal rekomendasi pertandingan dan bantuan keamanan. Serta, perkiraan intelejen pada 13 September 2022 tentang kerawanan sepak bola Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya.

“Sehubungan dengan rujukan di atas, bersama ini mohon bantuannya kepada Panpel Arema FC agar mengajukan surat permohonan perubahan jadwal pertandingan sepak bola BRI Liga 1 Tahun 2022 kepada PT. Liga Indonesia terkait rencana pertandingan sepak bola antara Arema FC vs Persebaya pada hari Sabtu tanggal 1 Oktober 2022 yang sedianya main pada pukul 20.00 WIB agar diajukan menjadi pada pukul 15.30 WIB dengan pertimbangan keamanan,” demikian isi surat tersebut.

Polres Malang sudah meminta penyelenggara BRI Liga 1 untuk mengubah jadwal pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya menjadi pukul 15.30 WIB, Sabtu 1 Oktober 2022. Namun, tidak dituruti. (Twitter)

Surat tertanggal 18 September 2022. Ditujukan kepada Panpel Arema FC dan ditandatangani oleh Kapolres Malang, AKBP Ferli Hidayat. Surat juga ditembuskan ke Kapolda Jatim, Irwasda Polda Jatim, Karoops Polda Jatim, Dirintelkam Polda Jatim, dan Ketua Umum PSSI.

Namun, PT Liga Indonesia Baru menolak. Penolakan disampaikan melalui surat tertanggal 19 September 2022 yang ditandatangani oleh Ir. Akhmad Hadian Lukita selaku Direktur Utama.

"Sehubungan dengan rujukan tersebut di atas, maka perkenankanlah kami PT. Liga Indonesia Baru (PT LIB) menyampaikan bahwa meminta kepada Klub Arema FC untuk berkoordinasi secara optimal kepada pihak keamanan dalam hal ini khususnya dengan KAPOLRES Malang untuk TETAP melaksanakan pertandingan BRI Liga 1-2022/2023 NP 96 antara Arema FC vs PERSEBAYA Surabaya DILAKSANAKAN SESUAI DENGAN JADWAL YANG TELAH DITENTUKAN," demikian sesuai yang tertulis dalam surat PT LIB.

Penolakan itu, menurut Erwiyantoro, menjadi bukti kelemahan polisi yang seolah tunduk terhadap kesepahaman penyelenggara.

“Jadi, jumlah yang akan mati masih akan terus berlanjut selama pemerintah tidak pernah turut campur mengadili mereka, mengadili polisi, mengadili PSSI, dan mengadili Menpora. Intinya, tidak ada sistem yang baik. Semua pihak harus duduk bareng. Negara dalam hal ini presiden harus menjadi inisiatornya,” tegasnya.

Kesepahaman Bersama

Sekretaris Jenderal PSSI Yunus Nusi pun tidak menampik terkait surat tersebut. Pihak kepolisian memang sudah mengajukan permohonan agar pertandingan digelar pada sore hari.

Namun, setelah berdiskusi, PT LIB dan panitia penyelenggara memperoleh kesepahaman bersama tetap menggelar pertandingan Arema FC dan Persebaya Surabaya pada malam hari dengan beberapa persyaratan. Antara lain, tidak menghadirkan suporter lawan.

“Itu yang menjadi rujukan dari pihak Panpel dan PT LIB untuk berpikir positif bahwa sulit akan ada kerusuhan. Di mana letak kerusuhannya ketika tidak ada rivalitas suporter dan tidak ada suporter Persebaya yang datang ke Malang,” kata Yunus kepada wartawan, Minggu (2/10).

Saat ini, PSSI sudah melakukan investigasi terkait tragedi kemanusiaan di Kanjuruhan tersebut.

“Tim investigasi untuk sementara dipimpin ketua umum, ada komite eksekutif, komite banding, tim kedokteran untuk melihat langsung korban di rumah sakit, dan tim legal kami. Kita pun tetap akan menunggu hasil investigasi pihak kepolisan,” imbuhnya.

Sisa kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang yang menelan ratusan korban jiwa usai laga Arema FC vs Persebaya pada Sabtu malam 1 Oktober 2022. (Antara/Vicki Febrianto)

Presiden Joko Widodo menyesalkan kejadian tersebut. Dia memerintahkan kepada Menteri Pemuda Olahraga, Kapolri, dan Ketua Umum PSSI untuk melakukan evaluasi menyeluruh tentang pelaksanaan penyelenggaraan pertandingan sepak bola dan prosedur pengamanannya.

“Khusus kepada Kapolri saya minta untuk melakukan investigasi dan mengusut tuntas kasus ini. Saya juga memerintahkan PSSI untuk menghentikan sementara Liga 1 sampai evaluasi dan perbaikan prosedur pengamanan dilakukan,” kata Jokowi.

“Saya menyesalkan terjadinya tragedi ini dan saya berharap ini adalah tragedi sepak bola terakhir sepak bola di Tanah Air. Jangan sampai ada lagi tragedi kemanusiaan seperti ini di masa yang akan datang. Sportivitas, rasa kemanusiaan, dan rasa persaudaraan bangsa Indonesia harus terus kita jaga bersama,” imbuh Jokowi.

Kekalahan 2-3 Arema FC dari musuh bebuyutannya Persebaya Surabaya memantik emosi para Aremania. Setelah peluit panjang berbunyi, mereka turun ke lapangan berusaha menyerang para pemain dan ofisial Arema FC. Aremania juga melakukan pengerusakan dan menyerang aparat keamanan.

Aparat keamanan mengambil tindakan dengan menembakkan gas air mata ke arah lapangan. Juga, ke sejumlah penonton yang masih di tribun Stadion Kanjuruhan.