JAKARTA - Kasus penggelapan uang nasabah saat ini tengah marak terjadi. Belum lama ini publik dikagetkan dengan berita hilangnya uang tabungan milik atlet e-sport Winda Lunardi atau Winda Earl dan Ibunya Flolleta senilai Rp22,8 miliar di Maybank. Kini, kasus serupa juga terjadi di Bank Mega.
Dua kasus yang membuat publik semakin membuka mata, karena menyimpan uang di bank tetap harus mengutamakan prinsip kehati-hatian. Pasalnya, siapapun bisa melakukan tidak kejahatan jika ada kesempatan, meski sang pelaku adalah pegawai pihak bank yang bersangkutan.
Kasus Winda Earl bermula ketika membuka rekening di Maybank Indonesia pada tahun 2014. Ia datang ke kantor cabang Maybank Indonesia di Cipulir, Jakarta Selatan. Saat itu, Winda ditawari pelaku berinisial A yang juga kepala cabang itu untuk membuka simpanan berupa rekening berjangka.
Pada awal pembukaan tabungan, Winda menyetorkan uang senilai Rp5 miliar dalam dua kali transfer, sehingga jumlahnya Rp10 miliar. Uang ini berasal dari transfer ayahnya, Herman Gunardi. Winda pun menerima rekening koran yang dikirimkan pihak Maybank terkait uang dan bunga yang ada rekening Winda dilaporkan secara rutin setiap bulannya.
Pada 2016, ibu Winda, Floletta Lizzy Wiguna juga ikut membuka buku tabungan dan ditransfer sekitar Rp5 miliar oleh suaminya untuk dimasukan ke tabungan yang baru dibukanya. Winda maupun Floletta selalu percaya bahwa uang yang disimpannya aman. Hal ini dibuktikan dengan adanya rekening koran yang dikirim sejak 2015 sampai Desember 2019.
Namun, setelah memasuki Januari 2020, muncul kecurigaan atas tabungannya lantaran tak adanya rekening koran yang dikirim pihak Maybank. Di bulan Februari, saat Floletta ingin mengecek dan menarik uang dalam rekeningnya, ternyata saldonya tidak cukup. Padahal ia yakin bahwa uangnya masih ada Rp5 miliar di rekening tersebut. Setelah dicek kembali, saldo rekeningnya hanya tinggal sekitar Rp17 juta.
Floletta lantas segera menghubungi Winda untuk menceritakan apa yang dialaminya. Sekaligus juga mengecek isi tabungannya dalam rekening Winda yang sudah tersimpan sekitar Rp15 miliar. Saat melakukan pengecekan, saldo di rekening Winda nyatanya hanya tersisa Rp600.000.
Keduanya pun segera mengajukan keluhan lewat Kantor Cabang Maybank di Mangga Dua. Namun, merasa tidak puas karena melapor lewat Kantor Cabang akan membuat birokrasi panjang, Winda bersama Floletta memutuskan untuk melaporkan kasus kehilangannya ke Kantor Pusat Maybank, di Plaza Senayan.
Pada 10 Maret Winda dan Floletta mendapat nomor keluhan. Namun, pada tanggal 12, dua hari setelahnya, datang surat yang berisikan bahwa masalah ini sudah selesai. Untuk memastikan, Winda kemudian menelepon call center care Maybank, dan benar pihak Maybank mengatakan bahwa permasalahan ini sudah ditangani bagian fraud atau perbuatan curang dari internal bank.
Setelah mendapatkan dua informasi tersebut, bukan berarti titik terang nasib uang Wanda dan ibunya terjawab. Kasus ini tak memiliki kejelasan. Karena itu, pada 8 Mei 2020, ayahnya Winda membuat laporan di Bareskrim Polri.
Kasus hilangnya uang milik Winda Earl baru terungkap ke publik pada 5 November, saat Winda menyambangi Gedung Bareskrim Polri untuk mengetahui perkembangan penyidikan kasus dugaan kejahatan perbankan yang menimpa dirinya dan ibunya, Floletta.
Modus Tersangka Menggelapkan Duit Winda
Penyidik memetakan modus operandi Kepala Cabang Maybank Cipulir Albert yang menguras hampir seluruh uang milik Winda Earl. Berdasarkan hasil pemeriksaan, polisi telah mengetahui modus yang digunakan untuk membobol rekening Winda.
Awalnya, Albert mendatangi kantor Herman Lunardi untuk menitipkan beberapa dokumen yang harus ditandatangani oleh Winda. Dokumen itu antara lain, aplikasi data diri nasabah, blangko formulir pembukaan rekening, dan beberapa slip aplikasi kiriman uang serta pemindahbukuan.
Usai mendapat data-data itu, Albert membawanya ke kantor untuk dimasukan ke dalam sistem. Tapi sebelumnya, dia mencantumkan nomor telepon lain dalam sistem tersebut untuk mengantisipasi kecurigaan ketika pihak Maybank memeriksa data tersebut.
Usai pembuatan rekening rampung dan pemindahan saldo rekening itu, bukti pembuatan rekening seperti buku dan kartu ATM tak pernah diberikan kepada Winda. Justru kedua bukti kepemilikan rekening itu disimpan oleh tersangka.
"(Seharusnya) nasabah diberi buku dan kartu ATM namun oleh tersangka tidak diberikan kepada nasabah Winda," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim, Brigjen Helmy Santika kepada wartawan, Selasa, 17 November.
Selanjutnya, Albert memindahkan uang yang berada di rekening itu ke rekening baru yang dibuatnya. Pemindahaan dilakukan dengan bermodalkan dokumen yang sudah ditandatangani oleh Winda.
Padahal, saat penandatanganan dokumen, Winda diduga tidak mengetahui maksud dan tujuan sebenarnya dari dokumen tersebut. Pemindahan uang dengan jumlah Rp6 miliar itu dilakukan dengan cara membeli polis asuransi. Tujuan awalnya Albert agar target cabang terpenuhi.
"Soal aliran ke Prudential sebesar Rp6 miliar diakui oleh tersangka adalah benar dan terhadap pengajuan Prudential tersebut dilakukan dengan cara pemindahbukuan Winda ke rekening yang sudah ditandatangani oleh Winda sebelumnya," paparnya.
Asuransi Prudential itu pun dibuat atas nama Herman Lunardi. Selanjutnya dicairkan ke rekening Herman yang pengelolaannya tanpa sepengetahuan siapapun.
"Uang asuransi prudential tersebut dibuat atas nama Herman Lunardi dan dicairkan ke rekening Herman Lunardi senilai Rp4,8 miliar yang pengelolaan rekening tersebut adalah tersangka sendiri tanpa sepengetahuan Herman Lunardi," beber Helmy.
Modus pembobolan yang terkesan rumit ini dinilai sudah amat rapi dan terstruktur. Sebab, Albert bisa mendapat tanda tangan Winda dan menggunakannya untuk kepentingan pribadi.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan, uang hasil kejahatan itupun digunakan Albert untuk transaksi foreign exchange (forex). Uang itu oleh tersangka diserahkan kepada beberapa rekannya untuk diputar agar mendapat keuntungan.
"Uang tersebut ditransfer ke teman-temannya untuk kemudian diinvestasikan, diputar untuk mendapatkan keuntungan," katanya.
Perkembangan Terbaru Kasus Winda
Titik terang nasib uang tabungan Winda Lunardi atau Winda Earl dan Ibunya Floletta Lizzy Wiguna yang hilang sebesar Rp22,8 miliar, mulai terlihat. PT Bank Maybank Indonesia Tbk akhirnya berkomitmen untuk mengganti uang milik atlet e-sport tersebut.
Namun, uang yang disiapkan Maybank sebagai diganti hilangnya uang Winda, bukan total keseluruhan Rp22,8 miliar, melainkan hanya sebesar Rp16,8 miliar. Lalu, bagaimana nasib sisa uangnya?
Juru Bicara PT Bank Maybank Indonesia Tbk Tommy Hersyaputera berujar, pihaknya akan menunggu proses penyidikan dari Mabes Polri terkait dengan penggantian sisa uang tabungan milik Winda Earl.
Lebih lanjut, Tommy berujar komitmen Maybank untuk mengganti uang tabungan Wisma yang hilang, muncul dari proses mediasi yang difasilitasi Departemen Perlindungan Konsumen, Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Adapun saat ini proses mediasi masih berlanjut.
"Kami sudah menyatakan kesiapan kami untuk mengganti sebesar Rp16,8 miliar. Sementara sisanya masih menunggu proses penyidikan oleh teman-teman di Kepolisian," tuturnya, kepada VOI, di Jakarta, Rabu, 25 November.
Tommy meminta, kerja sama dari semua pihak untuk bersama-sama menghormati penyidikan yang masih berlanjut saat ini. Dia berharap semua pihak yang menerima dana dalam kasus ini akan jelas terungkap melalui penyidikan.
"Sebaiknya kita tidak mendahului pihak berwajib dengan membuat pernyataan spekulatif dan tendensius," jelasnya.
Namun, meski telah ada upaya ganti rugi pihak Maybank atas perkara dugaan pembobolan rekening milik Winda Earl oleh mantan Kepala Cabang (Kacab) Cipulir Albert, Kepolisian tidak akan mengubah proses penyidikan. Alasannya kasus ini melibatkan perorangan.
"Terkait dengan pihak Maybank memberikan ganti rugi, yang jelas tidak akan menghapuskan peristiwa pidananya," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono kepada wartawan, Kamis, 26 November.
Dalam perkara dugaan pembobolan ini, tersangka utama yakni Albert. Karena itu, Albert menurut polisi harus mempertanggungjawabkan tindak pidana yang diperbuat. Karena itu, penyidik akan tetap meneruskan proses penyidikan. Termasuk mencari aliran dana atas tindakan kejahatan tersebut.
"Peristiwa pidananya kan sudah terjadi jadi itu ada pertanggungjawaban pidana yang memang harus ditanggung oleh pelaku," katanya.
Penggelapan Dana Nasabah Bank Mega di Malang
Belum selesai kasus Winda Earl, kini terjadi kasus serupa di Kota Malang Jawa Timur. Seorang perempuan pelaku penipuan dan penggelapan uang nasabah berinisial YA, berusia 44 tahun, dengan total kerugian mencapai Rp5,7 miliar ditangkap Kepolisian Resor (Polres) Malang.
Kapolres Malang AKBP Hendri Umar mengatakan bahwa pelaku merupakan mantan seorang pimpinan pada salah satu bank terkemuka di wilayah Kota Malang, yang menjanjikan bunga deposito kepada nasabah sebesar 12-15 persen per tahun.
"YA merupakan mantan branch manager dari salah satu bank terkemuka, Bank Mega, dan menjanjikan bunga per tahun 12-15 persen," kata Hendri, dalam jumpa pers di Kabupaten Malang, Jawa Timur, dikutip dari Antara, Kamis 26 November.
Hendri menjelaskan, ada sebanyak delapan orang nasabah yang terjerat oleh iming-iming YA tersebut. Dua orang nasabah merupakan warga Kabupaten Malang, sementara enam lainnya merupakan warga Kota Malang.
Menurut Hendri, para nasabah dan YA, sudah saling mengenal cukup lama. YA menawarkan kepada para nasabah, untuk menginvestasikan uang mereka pada program yang dinamakan deposito cashback.
Ia menambahkan, program deposito cashback tersebut, hanya akal-akalan tersangka semata, dan bukan merupakan program dari bank di mana YA bekerja. YA menjanjikan keuntungan bunga yang cukup tinggi kepada para nasabah.
"Tidak ada sama sekali jenis tabungan deposito cashback, ini adalah murni buatan YA. Uang yang disetorkan nasabah, tidak dimasukkan pada rekening korban yang ada di bank itu," ujarnya.
Uang yang dikumpulkan oleh YA, lanjut Hendri, di luar sepengetahuan pihak bank. Uang-uang dari nasabah tersebut, dipergunakan YA untuk membayarkan cicilan bunga kepada nasabah, termasuk dipergunakan untuk kepentingan pribadi.
"Untuk saat ini, korban masih sebanyak delapan orang. Namun, kami juga membuat posko pengaduan, jika ada korban lain yang ingin melapor. Kita persilakan untuk datang, baik di kabupaten atau Kota Malang," kata Hendri.
Selain mengamankan tersangka, polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti. Di antaranya, 10 lembar slip penyetoran deposit Bank Mega, 57 lembar slip bukti setoran Bank BCA senilai Rp243 juta, serta 29 lembar slip bukti setoran Bank BCA senilai Rp178 juta.
Akibat perbuatannya, tersangka YA dijerat pasal 378 dan 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penipuan dan atau penggelapan, dengan ancaman hukuman empat tahun penjara.