Menanti Nasib Para Kepala Daerah di Kasus Pelanggaran Protokol Kesehatan
Kerumunan massa saat menyambut Rizieq Shihab (Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Polisi terus menyelidiki perkara dugaan pelanggaran protokol kesehatan saat terjadi kerumunan massa pengikut Rizieq Shihab. Dalam proses penyelidikan, sejumlah pimpinan daerah dilibatkan untuk menjalani permeriksaan sebagai saksi.

Di antaranya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil serta Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan Riza Patria.

Untuk pemeriksaan terhadap Ridwan Kamil dijadwalkan berlangsung di Bareskrim Polri pada Jumat, 20 November. Pemeriksaan ini berkaitan dengan kerumunan massa di Megamendung, Bogor beberapa waktu lalu.

Kang Emil (sapaan akrab Ridwan Kamil) pun bersedia memenuhi panggilan tersebut. Proses pemeriksaan rencananya akan berlangsung pukul 10.00 WIB.

Nantinya, dalam pemeriksaan penyelidik akan mendalami soal langkah-langkah yang kang Emil lakukan setelah mengetahui adanya kerumunan tersebut.

"Beliau mengetahui kejadian kemarin apa reaksinya, apa upayanya, tentunya ini yang akan digali oleh penyidik," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono kepada wartawan, Kamis, 19 November.

Selain itu, penyelidik juga akan menggali informasi perihal aturan penanganan COVID-19 yang berlaku di Jawa Barat. Sebab, selain menjabat sebagai Gubernur, dia juga merupakan ketua gugus tugas daerah.

"Dia yang mengeluarkan Pergub terkait penanganan pandemi COVID-19 di wilayah Jawa Barat. Bagaimana implementasinya ke bawah, apa perintahnya ke bawah," Awi.

Berbeda dengan kang Emil, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah lebih dulu dimintai keterangan, pada Selasa, 17 November. Dia diperiksa perihal kerumunan yang terjadi ketika acara Maulid Nabi dan pernikahan putri Rizieq Shihab di Petamburan, Jakarta Pusat.

Anies diperiksa selama kurang lebih 7 jam di Subdit Keamanan Negara (Kamneg) Polda Metro Jaya. Tim penyelidik melontarkan sekitar 33 pertanyaan yang disusun dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) setebal 23 halaman.

Tak banyak yang disampaikan Anies ketika rampung menjalani pemeriksaan. Dia hanya menyebut jika semua pertanyaan sudah dijawabanya sesuai fakta. Sedangkan, hasil pemeriksaan diserahkan ke pihak kepolisian untuk nantinya disampaikan.

Berdasarkan keterangan polisi, dalam pemeriksaan penyelidik menggali soal percakapan antara Anies Baswedan dan Rizieq Shihab. Sebab belum ada penjelasan isi perbicangan Anies dan Rizieq.

"Rekan-rekan tahu semua kalau Gubernur DKI mulai HRS datang malamnya datang ke kediamannya, rekan-rekan tanya kan, tidak ada statement kan. Di situlah, penyidik juga mau tahu ada apa pasti, ditanya itu," ungkap Awi.

Kemudian, penyelidik juga melontarkan pernyataan mengenai Peraturan Gubernur (Pergub) dalam penanganan COVID-19. Anies diminta untuk menjelaskan perihal penindakan yang diatur dalam aturan tersebut.

"Yang jelas kan gubernur mengeluarkan Pergub sudah tahu ada kerumunan apa tindakannya. Paham ya itu yang digali sama penyidik," kata dia.

Sementara, untuk Riza Patria baru akan dimintai keterangan pada Senin, 23 November. Sebab, dia sempat berhalangan hadir dalam pemeriksaan yang dijadwalkan pada 19 November.

Alasannya, Riza memiliki pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Sehingga berkomunikasi dengan penyelidik untuk meminta penjadwalan ulang.

"Saya sebagai wagub tadi malam terima surat panggilan untuk klarifikasi. Dijadwalkan tadinya hari ini jam 10.00 WIB. Karena tidak bisa," kata Riza.

Ancaman Pencopotan Pejabat Daerah

Dengan ikut dilibatkannya para pejabat daerah ini dalam proses penyelidikan, muncul pertanyaan nasib mereka. Sebab, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengeluarkan instruksi Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19).

Dalam instruksi itu, Tito meminta semua kepala daerah tetap konsisten menerapkan protokol kesehatan dalam mencegah penyebaran COVID-19.

"Berkaitan dengan beberapa daerah yang terjadi kerumunan besar akhir-akhir ini dan seolah tidak mampu menanganinya, maka hari ini saya keluarkan instruksi Mendagri tentang penegakan prokes. Di sini menindaklanjuti arahan Presiden pada Senin lalu untuk menegaskan konsistensi kepatuhan COVID-19 dan mengutamakan keselamatan rakyat," kata Tito, Rabu, 18 November.

Insituksi yang dikeluarkan, kata Tito, diperuntukan kepada seluruh kepala daerah. Bahkan, bagi mereka yang melanggar bisa dijatuhi sanksi pencopotan dari jabatan.

"Saya sampaikan kepada gubernur, bupati, dan wali kota untuk mengindahkan instruksi ini karena ada risiko menurut UU. Kalau UU dilanggar, dapat dilakukan pemberhentian. Ini akan saya bagikan, hari ini akan saya tanda tangani dan saya sampaikan ke seluruh daerah," kata Tito

Menangapi soal sanksi pencopotan jabatan kepala daerah, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Agus Riewanto berpendapat jika ketiga kepala daerah itu kemungkinan tidak dikenakan sanksi pencopotan. Sebab, mereka belum dinyatakan bersalah atau terlibat dalam pelanggaran penerapan protokol kesehatan.

"Untuk ketiganya paling hanya akan diberi peringatan oleh Mendagri," kata Agus.

Terlebih, mencopot seorang kepala daerah bukanlah perkara mudah. Alasannya, jika mengaitkan dengan Otonomi Daerah (Otda) yang kepala daerah dipilih oleh rakyat maka sulit rasanya Mendagri akan memberhentikan mereka secara administratif.

"Kepala daerah hanya bisa dihentikan melalui mekanisme politik di DPRD dan pendapat hukum dari Mahkamah Agung RI," kata dia.

Sementara mengenai proses hukum pidana, Agus bilang mereka hanya akan berstatus sebagai saksi. Dilibatkannya mereka hanya untuk menjelaskan soal peraturan penanganan COVID-19 selama masa pandemi.

"Kemungkinan hanya sebatas klarifikasi saja, karena bukan pelanggaran pidana," tandas dia.