Mahfud MD Sebut Pilkada Tak Pengaruhi Penambahan Kasus COVID-19
Mahfud MD (Instagram mohmahfudmd)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 tak mempengaruhi terjadinya penambahan kasus COVID-19 di Indonesia. Menurut dia, penambahan kasus COVID-19 di Indonesia ini lebih didasari pada sikap masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan.

Mahfud mencontohkan Provinsi DKI Jakarta. Kata eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini, provinsi yang dipimpin oleh Gubernur Anies Baswedan ini tak ikut menggelar pemilihan kepala daerah tapi angka penularan COVID-19 begitu tinggi bahkan juara satu tertinggi penularannya.

"Di DKI yang tidak ada pilkada justru angka infeksinya tinggi selalu menjadi juara 1 tertinggi penularannya," kata Mahfud dalam konferensi pers yang ditayangkan secara daring, Jumat, 2 Oktober.

Selain itu, Mahfud juga mengklaim ada penurunan zona merah bagi wilayah yang akan menjalankan Pilkada. "Dari 45 daerah menjadi 29 daerah sementara di daerah yang tidak ada pilkadanya zona merah naik dari 25 menjadi 33," ungkap dia.

Dari data itu, Mahfud mengatakan pilkada bukan penyebab penambahan kasus. Sebab, masalah yang lebih penting adalah menambahkan kesadaran masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan.

"Artinya apa? Artinya yang terpenting adalah komitmen pada protokol kesehatan oleh seluruh elemen masyarakat, pemerintah dan lembaga sosial kemasyarakatan," tegasnya.

Meski begitu, Mahfud menyebut pemerintah tetap memperhatikan saran dan masukan dari sejumlah organisasi masyarakat seperti Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) dan Muhammadiyah serta sejumlah ormas lain yang meminta agar Pilkada 2020 tetap mengutamakan kesehatan masyarakat. Termasuk usulan yang meminta agar kontestasi lima tahunan ini dibatalkan.

"Yang telah memberi saran agar pilkada mengutamakan kesehatan, inti mengutamakan kesehatan itu kami ambil tapi teknisnya pilkada kita laksanakan, protokol kita perketat," ujarnya.

Adapun pengetatan protokol ini dilakukan termasuk dengan meminta aparat penegak hukum seperti TNI dan Polri serta yang lain, untuk melakukan penegakan disiplin melalui tiga strategi berupa pendekatan preventif, persuasif, dan yang terakhir jika diperlukan adalah pendekatan represif.

"Saya katakan kepada Polri, TNI, Satpol PP dan APH lain, sekali kita kalah terhadap pelanggaran, akan terjadi pelanggaran berikutnya di tempat lain. Sehingga masalah ini tetap harus tegas sebagai tadi instruksi dari pemerintah pusat kepada para penegak disiplin protokol kesehatan," pungkasnya.