Tinjauan Film The Batman 2022: Karakter Joker adalah Nyata, Sebab Itu Dihapus karena Kekhawatiran Imbas Buruk di Masyarakat
Poster film The Batman yang mulai tayang di bioskop-bioskop Indonesia pada 2 April 2022. (Instagram)

Bagikan:

JAKARTA – Film The Batman 2022 mendapatkan perhatian luar biasa dari penonton. Dalam film Batman selain tokoh Bruce Wayne yang menjadi superhero. Para penggemar juga menyukai tokoh antihero yang menjadi musuh utama Batman yaitu Joker.

Namun dalam The Batman, tokoh Joker dihapuskan. Hanya ada Penguin, Riddler, dan Catwoman yang menyertai Batman dalam film berdurasi 2 jam 56 menit itu. Ada apa?

Adegan karakter Joker yang dihapus dari film The Batman akhirnya muncul di dunia maya. Adegan Barry Keoghan dan Robert Pattinson itu pun tengah viral dan menjadi trending topik. Potongan gambar yang dihapus itu dibagikan oleh sang sutradara Matt Reeves di akun media sosialnya.

Adegan yang dihapus memperlihatkan bentuk luka di wajah Joker. Garis cekung di sekitar mulut dan pipi dan senyum permanen. Adegan itu menunjukkan kulit bergelembung dan terluka di muka Joker, konsisten dengan kerusakan akibat asam. Warganet mengatakan penampilannya menakutkan dan seram.

Bagian film The Batman yang dihapus, karena dipandang terlalu vulgar. (Tangkapan Layar YouTube)

Namun, terlepas dari siapa pemerannya, karakter Joker sendiri memang selalu menarik perhatian. Joker menjadi sosok yang dibenci sekaligus dicintai.

Sebagai seorang psikopat yang menganggap kekejaman dan kekacauan sebagai sebuah humor, Joker dihadirkan untuk menjadi simbol segala malapetaka. Anggapan tersebut makin sempurna dengan codet di bibir yang membuat Joker tampak selalu menyeringai.

Dalam Laughing at Nothing: Humor as a Response to Nihilism (2003), John Marmysz berpendapat bahwa karakter seperti Joker, yaitu seseorang yang merasa menjadi sasaran dari takdir yang buruk, humor adalah cara untuk memahami kehidupan.

“Tertawa, dalam tiap kasus, hanyalah letupan yang muncul akibat ketidak sesuaian antara bayangan dan kenyataan yang dilalui,” tulis Marmysz dalam buku tersebut.

Tokoh penjahat ikonik milik DC Comics ini, digambarkan memiliki karakter yang membuatnya tertawa saat sedih. Para penggemar karakter ini banyak yang berpikir, apakah kondisi tersebut nyata ataukah hanya fiksi?

Penyakit Kejiwaan

Dilansir dari situs kesehatan WebMD, bahwa kondisi kejiwaan Joker yang disebut dengan Pseudobulbar affect (PBA) adalah nyata. Yaitu kondisi tidak dapat mengendalikan emosi dan merasakannya sesuai situasi yang dihadapinya. Mereka tertawa dan menangis secara tiba-tiba, tidak terkontrol pada waktu yang salah.

Jumlah penderita penyakit ini di Amerika mencapai 1 juta orang. Sekitar 50 persen dari penderita stroke di dunia mengalami gangguan emosi yang diidap tokoh Joker ini.

Karakter Joker yang kehadirannya selalu menjadi daya tarik dalam setiap film Batman. (Dok. Warner Bros Pictures)

Respons ini bukan disebabkan karena suasana hati atau mood yang berubah-ubah, tapi karena adanya gangguan sistem saraf. PBA juga disebut dengan inkontinensia emosional, labilitas emosional, menangis tanpa sadar, tertawa dan menangis secara patologis.

Karakter Joker misalnya akan tertawa keras ketika dia stres ataupun sedih, namun sebaliknya Joker akan menangis tanpa terkendali saat suasana hati sedang diliputi kegembiraan. Ledakan frustasi dan kemarahan, tertawa dan menangis serta ekspresi wajah yang tidak cocok dengan emosi ini dapat terjadi beberapa kali sehari ataupun beberapa kali dalam sebulan.

Gejala PBA

Tangis dan tawa penderita PBA berbeda dengan karakteristik gangguan mental lain, seperti depresi atau bipolar. Berbeda dengan tawa dan tangis pada orang normal, pada penderita gejala PBA dapat tertawa dan menangis secara tidak terkendali dan berlebihan.

Penderita PBA tidak mengalami gangguan untuk pola makan dan tidur, sehingga tidak mengalami penurunan berat badan seperti yang dialami penderita gangguang mental lainnya.

Para ilmuwan percaya PBA diakibatkan oleh kerusakan pada korteks prefontal, yaitu area otak yang berfungsi mengontrol emosi. Penyakit PBA biasanya muncul pada pada orang yang pernah mengalami gangguan saraf, seperti: cedera kepala, stroke, epilepsi, parkinson, alzheimer, tumor otak, multiple sclerosiss, dan Amyotrophic lateral sclerosis (ALS).

Joaquin Phoenix secara cemerlang memainkan peran sebagai Arthur Fleck, penderita PBA yang menjelma menjadi Joker dalam film The Joker pada 2019. (Pixabay).

Dokter akan menanyakan gejala yang dialami, melakukan pemeriksaan fisik untuk memastikan apakah pasien menderita PBA. Sangat penting bagi pasien untuk menjelaskan gejala yang dialami, seperti kapan dan sudah berapa lama gejala berlangsung. Gejala PBA yang mirip dengan gangguan mental.

Dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti pemindaian MRI atau CT scan, untuk memastikan bahwa tidak terdapat cedera otak atau stroke. Juga dilakukan pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) untuk meilihat penderita mengalami epilepsi atau penyakit saraf lain.

Metode Pengobatan

Sejumlah metode pengobatan adalah dengan obat-obatan, seperti antidepresan, dextromethorphan, atau quinidine. Tujuan pemberian obat tersebut untuk meredakan keparahan gejala, dan mengurangi frekuensi emosi yang tak terkendali.

Untuk membantu pasien menjalani aktivitas sehari-hari dengan mandiri, dokter juga akan menyarankan terapi yoga. Pada penderita PBA dapat menyebabkan penderitanya merasa cemas, malu hingga depresi. Bahkan pada beberapa kasus menderita PBA mengisolasi diri sehingga mengganggu aktivitasnya.

Bagi penderita penyakit ala karakter Joker dalam film The Batman 2022 ini, menangis, tertawa dan marah tanpa sebab yang jelas dapat dikendalikan dengan mengonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh dokter dan menjalani terapi. Dengan melakukan hal tersebut diharapkan penderita PBA dapat menjalani aktivitasnya dengan normal.