COVID-19 Mereda, Jangan Lupakan TBC: Indonesia Penyumbang Kasus Terbesar Ketiga di Dunia, Setiap Hari Renggut 200 Nyawa
Perawat mengecek infus seorang pasien Tuberkulosis(TBC) yang sedang dirawat di RSUD Doris Sylvanus, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Jumat (13/3/2020). (ANTARA/Makna Zaezar)

Bagikan:

JAKARTA - Penyakit tuberculosis (TBC), masih menjadi salah satu penyakit menular paling mematikan di dunia. Di tingkat global TBC masuk dalam kategori penyakit yang mengancam, karena risiko kematiannya yang tergolong tinggi. WHO mencatat, pada 2022 terdapat 28 ribu orang per hari penderita TBC. Ada 4100 meninggal setiap harinya. Jumlah ini membuat TBC sebagai penyakit berbahaya di atas HIV/AIDS.

Indonesia adalah negara ketiga penyumbang  kasus TBC terbanyak di dunia pada 2021 dengan 824 ribu kasus. Di bawah India 2,5 juta kasus dan China 842 ribu kasus.

Penyakit TBC disebabkan oleh virus Mycobacterium tuberculosis termasuk dalam golongan penyakit infeksius, penyebab kematian kematian tertinggi kedua setelah COVID-19. Penyakit ini telah membuat 1,5 juta orang meninggal pada tahun 2018. Setelah pandemi COVID-19 melanda lebih dari dua tahun, Indonesia jangan lengah dalam pengendalian TBC.

Kementerian Kesehatan RI dalam konferensi pers virtual pada 24 Maret melalui Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Didik Budijanto mengatakan, dari 824 ribu pasien TBC di Indonesia baru 49 persen yang terdata dan dalam pengobatan. Masih terdapat 500 ribuan orang yang belum diobati dan berisiko sebagai sumber penularan. Pada tahun ini Kemenkes RI berencana akan melakukan skrining besar-besaran untuk menemukan dan mengobati kasus tersebut.

Sidang Umum PBB ke 73 pada 2018, yang mengangkat isu penting kerja sama global dalam mengobati TBC. (ANTARA)

“Untuk itu upaya penemuan kasus sedini mungkin, pengobatan secara tuntas sampai sembuh merupakan salah satu upaya yang terpenting dalam memutuskan penularan TBC di masyarakat,” kata Didik.

Skrining akan dilakukan dengan peralatan X-Ray Artificial Intelligence, agar dapat memberikan hasil diagnosis TBC yang cepat dan akurat. Dengan terdatanya 500 ribu kasus akan mempercepat eliminasi TBC di tahun 2030.

Kasus TBC di Indonesia 91 persen adalah TBC paru yang berpotensi menular kepada orang sehat yang ada di sekitarnya. Kasus TBC yang berhasil ditemukan dan diobati TBC saat ini dilakukan di beberapa daerah seperti  Banten, Gorontalo, DKI Jakarta, Sulawesi Utara dan Sulawesi Barat. Sedangkan daerah yang paling banyak terkonsentrasi dengan TBC adalah Pulau Jawa seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Kabupaten Bogor Kasus Terbanyak

Kabupaten Bogor berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor 2021 tercatat sebagai penyumbang  kasus TBC tertinggi di Jawa Barat. Total ada 15.074 kasus di wilayah tersebut, dan baru 80 persen yang terverifikasikan. Gelombang pandemi COVID-19 selama dua tahun menjadi tantangan besar dalam penanganan TBC.

Sangat penting juga memberi edukasi gejala dini TBC ke masyarakat. Masih ada anggapan TBC hanya menyerang orang dewasa, padahal anak – anak pun beresiko tertular. TBC menular melalui droplet dan menyerang organ tubuh, terutama paru-paru.

Harus diketahui bahwa gejala awal kemunculan TBC pada seseorang dapat berupa batuk, karena menyerang saluran pernafasan dan organ pernafasan. Batuk berdahak terus-menerus selama 2-3 minggu atau lebih, kemudian sesak napas, nyeri pada dada, badan lemas, dan rasa kurang enak badan. Nafsu makan menurun, berat badan menurun, dan biasanya yang muncul adalah berkeringat pada waktu malam hari meskipun tidak melakukan kegiatan apapun.

Ilustrasi pengobatanTBC. (Unsplash)

Proses pengobatannya memerlukan waktu lama, 6-9 bulan dengan minimal empat macam obat yang diresepkan dokter. Kedisplinan dan keteraturan meminum obat hingga tuntas merupakan salah satu faktor penting dalam pengobatan TBC.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam siaran persnya menyatakan, untuk penelitian dan pengembangan pengobatan TBC, diperlukan dana tambahan 1,1 miliar dolar AS per tahun. Dukungan investasi diperlukan sebagai pengembangan penelitian inovatif, agar dapat mendeteksi, mencegah, dan mengobati TBC untuk menyelamatkan jutaan nyawa.

TBC bukan penyakit lokal, melainkan sudah menjadi perhatian global sejak lama. Lembaga Stop TB Partnership Indonesia mengingatkan setiap hari lebih dari 2.300 orang jatuh sakit akibat TBC. Penyakit menular yang dapat dicegah dan diobati ini juga telah merenggut lebih dari 200 jiwa setiap harinya.

Perlu kerja sama seluruh negara di dunia untuk mencapai eliminasi TBC pada 2030. Terlebih di tengah munculnya penyakit menular baru seperti COVID-19. Kita diingatkan kembali tentang bahaya TBC. Dibutuhkan kolaborasi untuk mengendalikannya.