Kasus Terawan Agus Putranto dan Ikatan Dokter Indonesia: Ketika Perikemanusiaan Berbenturan dengan Aturan
Dokter Terawan Agus Putranto saat dilantik sebagai Menteri Kesehatan Republik Indonesia dalam Kabinet Presiden Jokowi pada 2019. (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA – Dokter Terawan Agus Putranto mantan Menteri Kesehatan RI, diberhentikan dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Keputusan ini ditetapkan dalam Muktamar ke-31 IDI di Banda Aceh, 25 Maret 2022. Sebagai anggota IDI Terawan dinilai telah melakukan pelanggaran etik berat.

“Pemberhentian tersebut dilaksanakan oleh PB IDI selambat-lambatnya 28 hari kerja,” demikian kutipan dari video keputusan sidang yang dibagikan Epidemiolog UI, Pandu Riono lewat akun Twitter@drpriono. Pandu membolehkan cuitannya dikutip.

Nama Terawan pun langsung menjadi perbincangan setelah dipecat oleh Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK), pengurus besar IDI. Konsekuensinya adalah Terawan terancam tidak bisa lagi mengurus izin praktik.

Ini bukan pertama kalinya kabar pemecatan Terawan oleh MKEK dari keanggotaan IDI. Pada 2018 pemecatan juga pernah dilakukan dengan alasan serious ethical misconduct, atau pelanggaran etik serius. Keputusan pemberhentian Terawan dari keanggotaan IDI pada 2018 disebutkan oleh Ketua MKEK IDI, dokter Djoko Widyarto JS.

"Untuk sejawat Terawan ada catatan khusus kalau putusan ada sejak 2018 dan belum sempat terlaksana, dengan pertimbangan khusus, yang diberlakukan bulan Oktober 2018 ada surat dari PB IDI yang menyatakan bahwa sanksi mulai berlaku," ujar Djoko saat konferensi pers, Kamis 31 Maret.

Gubernur DI Aceh, Nova Iriansyah saat membuka Muktamar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) XXXI di Banda Aceh yang salah satu keputusannya adalah pemecatan terhadap Terawan Agus Putranto. (Humas Aceh)

Pelanggaran etik serius yang dimaksud adalah terkait pengobatan stroke iskemik kronik melalui melalui Diagnostik Digital Substraction Angiography (DSA) yang dilakukan Terawan sejak Juli 2014. Padahal metode tersebut belum mengantongi bukti ilmiah kedokterannya. Sebagai prosedur diagnosis, biaya tindakan juga disebut fantastis.

Dokter Terawan melakukan tindakan itu tidak dalam fase riset, melainkan fase penerapan di masyarakat. Hal tersebut melanggar etik kedokteran dan farmasi,  karena tindakan medis itu belum dipublikasikan secara ilmiah.

MKEK pun menyatakan Terawan melanggar etik serius dan menetapkan sanksi berupa pemecatan sementara sebagai anggota IDI selama 12 bulan, mulai 26 Februari 2018 sampai 25 Februari 2019. Majelis juga merekomendasikan pencabutan izin praktik.

Menurut mekanisme yang berlaku, Terawan pada waktu itu mendapat kesempatan untuk membela diri sebelum dipecat secara definitif. Tetapi Terawan tidak mengambil kesempatan untuk membela diri.

Menanggapi pemecatan dirinya dari keanggotaan IDI, Terawan bersikap pasrah. Dokter yang tentara itu bersikukuh, bahwa praktiknya adalah dilandasi perikemanusiaan yang diucapkan saat disumpah sebagai dokter.

"Biarkanlah saudara-saudara saya yang memutuskan apakah saya masih boleh nginap di rumah atau diusir ke jalan. Saya sudah disumpah akan selalu membaktikan hidup saya guna perikemanusiaan, mengutamakan kesehatan pasien, dan kepentingan masyarakat. Semua sumpah dokter itu sesuai sumpah kita, teman sejawat itu seperti saudara kandung, jadi saya menyatangi semua saudara saya di sana," kata Terawan dalam keterangan yang dirilis oleh tim komunikasinya, Andi, Selasa, 29 Maret.

Siapakah Terawan?

Terawan Agus Putranto lahir pada 5 Agustus 1964 di Yogyakarta. Pendidikannya sejak SD hingga perguruan tinggi ditempuh di Yogyakarta. Pendidikan S-1 dia tempuh di Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada dan lulus tahun 1990.

Setelah menyelesaikan pendidikan tersebut, Terawan melanjutkan pendidikan dalam bidang militer dengan masuk Sepawamil 1990. Sekarang pendidikan ini dikenal sebagai Sekolah Perwira Prajurit Karier Tentara Nasional Indonesia.

Terawan Agus Putranto bersama istri, Ester Dahlia Terawan, menyempatkan diri meninjau Denkesyah Rumah Sakit Angkatan Darat Wira Bhakti, Kota Mataram, dalam kunjungan kerja di NTB, Kamis (5/12/2019). (ANTARA/Nur Imansyah).

Terawan memulai kariernya sebagai dokter militer di TNI Angkatan Darat pada tahun 1990. Tugas pertamanya adalah sebagai dokter di RSAD Mataram, Lombok selama delapan tahun, 1990-1998.

Pada tahun 2009, Terawan tercatat sebagai anggota Tim Dokter Kepresidenan. Selain itu dia merupakan dokter ahli di RSPAD Gatot Soebroto. Dia kemudian menjabat sebagai kepala rumah sakit tesebut pada tahun 2015.

Kontroversi Terawan

Terawan selalu mengundang kontroversi. Tidak melulu berkaitan dengan metode pengobatan yang dia lakukan, namun juga kebijakan-kebijakan yang dia keluarkan saat menjabat sebagai Menteri Kesehatan 2019-2020.

Praktik komersial intra-arterial heparin flushing (IAHF) untuk pasien stroke, atau yang punya istilah umum “cuci otak” adalah metode pengobatan yang paling menjadi sorotan IDI. Meskipun sudah banyak menolong pasien, IDI bergeming bahwa metode tersebut belum teruji secara klinis dan melewati tahap publikasi dalam jurnal ilmiah kedokteran.

Ketika menjabat sebagai Menteri Kesehatan, Terawan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang mengatur bahwa layanan radiologi hanya akan dilakukan oleh dokter spesialis radiologi saja. Dengan Permenkes No. 24/2020, layanan radiologi tidak bisa lagi dilakukan oleh dokter non-radiologi.

Puluhan organisasi dokter merasa keberatan dengan adanya Permenkes No 24 tahun 2020 tersebut. Mereka menilai bahwa peraturan tersebut akan mengganggu pelayanan kesehatan masyarakat.

Terawan Agus Putranto bersama para pasien penderita stroke yang menjalani terapi "cuci otak" di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. (Twitter/FaktaTNIPOLRI)

Kontroversi Terawan berikutnya membuat dia dipecat dari kursi Menteri Kesehatan. Jokowi menegur Kementrian Kesehatan karena lambat dalam penyerapan anggaran. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun mengatakan bahwa proses verifikasi yang dilakukan Kemenkes adalah sebab terlambatnya pencairan insentif untuk tenaga kesehatan.

Kemudian Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran mengatakan bahwa Terawan gagap dan kurang tanggap saat menghadapi pandemi COVID-19. 

Vaksin Nusantara juga membuat Terawan menjadi pembicaraan hangat karena dirinya sebagai penggagas vaksin yang diciptakan untuk melawan COVID-19.

Juru bicara PB IDI dokter Beni Satria di konferensi pers IDI secara daring menyatakan, masalah pemberhentian keanggotaan Terawan merupakan kasus panjang yang sudah bergulir sejak tahun 2013. Pemecatan Terawan disebutkan tidak berkaitan dengan polemik vaksin Nusantara.

"Kaitan dengan Vaksin Nusantara adalah kewenangan dari lembaga pemerintah dalam hal ini BPOM. Tidak ada kaitannya keputusan ini dengan vaksin Nusantara," kata Beni pada 31 Maret.

Mengundang Perhatian

Konflik internal organisasi profesi ini mendapat perhatian luas, mulai dari dukungan hingga pertentangan dari banyak kalangan. Dokter Andi Khomeini seorang praktisi kesehatan yang juga pegiat media sodial menilai, butuh mediasi untuk menengahi perseteruan yang berlarut-larut ini dan menyayangkan pemberitaan yang makin melebar.

"Beda jalan antara dokter Terawan dan majelis dalam Ikatan Dokter Indonesia dibawa-bawa ke konflik cebong-kadrun. Padahal solusinya mudah saja. Lakukan audit dan mediasi," ujar Andi dalam cuitannya.

"Dan karena sudah menjadi perbincangan publik ya menurut saya (in my humble opinion), audit dan mediasinya terbuka saja. Agar terang," ujarnya lagi dalam akun Twitter @dr_koko28.

Menteri Kesehatan pengganti Terawan, Budi Gunadi Sadikin, dalam konferensi pers secara virtual, Senin 28 Maret, mengatakan bahwa dirinya sebagai wakil pemerintah mengamati konflik Terawan dan IDI.

Terawan Agus Putranto menyuntikkan Vaksin Nusantara kepada Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko. (Instagram)

“Kami mengamati dinamika seputar perdebatan atau pertentangan antara Ikatan Dokter Indonesia dengan dokter Terawan. Kami memahami bahwa masing-masing organisasi profesi memiliki anggaran rumah tangga masing-masing dan memiliki anggota masing-masing yang mereka perlu atur," kata Budi dalam konferensi pers virtual terkait dinamika profesi kedokteran.

”Ini hanyalah kesalahpahaman yang sebenarnya bisa dicarikan jalan keluar bersama,” kata Wakil Ketua Komisi IX DPR, Emanuel Melkiades Laka Lena tentang kemelut yang terjadi antara IDI dan Terawan.

Komisi IX DPR menurut Emanuel akan mengundang kedua pihak untuk sama-sama mencari solusi dari permasalahan ini, dengan tetap mengedepankan kehormatan dan keluhuran profesi.

“Dengan komunikasi, saya yakin masalah ini bisa terselesaikan,” ujarnya. 

Menurutnya, kedua belah pihak harus menekan segala egonya dan terus berfokus pada kepentingan masyarakat banyak bukan kepentingan pribadi atau kelompok

Kementerian Kesehatan dan DPR berkomitmen untuk memediasi kemelut yang terjadi antara IDI dan Terawan Agus Putranto. Pertemuan ini penting untuk menciptakan kondisi lebih kondusif, sekaligus memajukan ilmu kedokteran di Indonesia.