Bagikan:

Indonesia bukan satu-satunya yang berencana memindahkan ibu kota negara di era milenial. Mesir juga melakukannya, dengan memindahkan ibu kota negara dari Kairo ke kota baru yang terletak 50 km di sebelah timur ibu kota lama.

Tahun 2015 Presiden Abdel Fattah el-Sisi mengumumkan bahwa Kairo sebagai pusat administrasi negara akan diindahkan ke tempat yang dinamai Kota Administratif Baru. Pemindahan ibu kota itu sebenarnya dijadwalkan pada awal 2021, namun karena pandemi rencana tersebut ditunda.

Dikutip Egypt Today, Bassam Rady yang merupakan juru bicara Presiden mengatakan bahwa El-Sisi sudah menginstruksikan agar rancang bangun ibu kota baru tersebut mencerminkan kota modern. Pembangunan ibu kota baru Mesir tersebut dikerjakan oleh Otoritas Teknis Angkatan Bersenjata Mesir.

Situs berita Al-Monitor menyebutkan, pemindahan ibu kota Mesir menelan anggaran 60 miliar dolar AS, atau sekitar Rp863,2 triliun. Total lahan yang digunakan untuk ibu kota negara baru Mesir adalah 697,9 km2.

Pemandangan gedung-gedung pencakar langit di calon ibu kota negara Mesir yang baru. (AFP/Khaled Desouki)

Wilayah seluas itu dirancang untuk menampung 6,5 juta penduduk. Tahap awal pemindahan akan menghabiskan lahan seluas 161,8 km2. Lahan seluas itu akan dimanfaatkan untuk kantor pemerintah, kawasan bisnis, dan kawasan diplomatik.

Penunjukkan Otoritas Teknis Angkatan Bersenjata sebagai penanggung jawab pembangunan ibu kota baru Mesir lantas memicu tudingan dari oposisi, bahwa proyek tersebut adalah lahan korupsi yang mencolok sekaligus pertunjukkan politik Presiden El-Sisi.

Kritik menyebutkan bahwa pembangunan kota baru tersebut hanya “proyek kesombongan El-Sisi”. Kritik lain yang mengemuka, mengatakan bahwa Kota Administratif Baru yang belum dinamai itu hanya akan menjadi wilayah terpencil khusus kaum kaya Mesir, dan meninggalkan kemiskinan di daerah kumuh yang luas di Kairo.

“Pemindahan ibu kota Mesir Kairo adalah pelanggaran terhadap konstitusi,” kata Diaa el-Din Daoud, anggota Parlemen Mesir, seperti dikutip Al-Monitor.

Menurut Daoud, pasal 222 dari Konstitusi Mesir menyebutkan bahwa “Kairo adalah ibu kota Republik Arab Mesir”.

Pemindahan Ibu Kota Indonesia

Rencana memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke kota baru yang didengungkan bernama Nusantara di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur pun mengundang pro dan kontra. Masalahnya pun sama. Semua hal diributkan, mulai isu murahan yang dilemparkan politikus Edy Mulyadi dengan menyebutkan wilayah baru tersebut sebagai “tempat jin buang anak” sampai rencana penunjukkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai pemimpin ibu kota baru Indonesia.

Wacana ibu kota negara baru diseriuskan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tahun 2019 dalam sidang tahunan DPR/MPR. Jokowi menyampaikan jika ibu kota negara akan pindah ke Kalimantan Timur. Jokowi menyampaikan sejumlah alasan yang dia rasakan sangat mendesak.

“Saya ingin menegaskan mengenai pembangunan ibu kota baru bahwa ibu kota baru kita ini adalah bagian dari transformasi besar-besaran yang ingin kita lakukan," kata Jokowi dalam pengarahannya yang ditayangkan di YouTube Sekretariat Presiden.

"Pembangunan ibu kota baru bukan semata-mata memindahkan fisik kantor pemerintahan. Tujuan utama pembangunan adalah membangun kota baru yang smart, kota baru yang kompetitif di tingkat global, membangun lokomotif baru untuk transformasi negara kita menuju Indonesia yang berbasis inovasi dan teknologi," imbuh Jokowi.

Rancangan Istana Presiden Indonesia di ibu kota negara yang baru. (Instagram/@Nyoman Nuarta) 

Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) saat rencana pemindahan ibu kota negara diluncurkan pada Agustus 2019, luas keseluruhan lahan pemerintah yang akan dimanfaatkan untuk ibu kota baru adalah 180 ribu hektar, atau 1800 km2. Sebanyak 40 ribu hektar atau setara 400 km2, akan menjadi kawasan induk ibu kota baru.

Total anggaran yang diperlukan untuk pembangunan ibu kota baru, menurut paparan Presiden Jokowi yang disampaikan pada pertemuan Indonesia-Persatuan Emirat Arab Investment Forum di Dubai, Uni Emirat Arab pada 4 November 2021 adalah sebesar 35 milar dolar AS atau sekitar Rp501 triliun. Merujuk pada Undang-undang Ibu Kota Negara (UU IKN) yang disahkan DPR pada 18 Januari 2022, skema pembiayaan ibu kota negara baru berasal dari dua sumber, yaitu: APBN dan sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 24 ayat 1 UU IKN).

Suara Penolakan

Suara penolakan terhadap rencana pemindahan ibu kota negara ke Penajam, Paser Utara, Kalimantan Timur tidak sedikit. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) misalnya, menolak rencana pemindahan ibu kota baru dengan mengusung alasan kerusakan lingkungan dan sosial. Menurut Direktur WALHI Kalimantan Timur, Yohana Tiko, setidaknya ada tiga permasalahan terkait dengan pemindahan ibu kota negara.

Pertama adalah potensi konflik sosial karena pemindahan ribuan Aparatur Sipil Negara (ASN) dikhawatirkan mendesak populasi penduduk di 72 desa yang terdampak proyek ibu kota negara baru. Kedua adalah peluang pemutihan tanggung jawab korporasi atas konsesi tambang, perkebunan, kehutanan, dan lain-lain usaha yang berada di wilayah calon ibu kota baru, yang telah mengakibatkan kerusakan lingkungan. Ketiga adalah ancaman terhadap daya dukung lingkungan yang meliputi tata kelola air, perubahan iklim, flora dan fauna, serta polusi.

Bekas tambang batu bara di Semboja, Kutai Kartanegara yang bakal menjadi wilayah ibu kota negara baru. (Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Lembaga survei KedaiKopi pada Desember 2021 melakukan survei dengan hasil 61,9 persen responden menolak pemindahan ibu kota negara. Dari total persentase itu sebanyak 38,3 persen tidak setuju tanpa alasan, 18,4 persen menolak karena alasan tempat yang tidak strategis, 10,1 persen dengan alasan Jakarta masih sangat representatif, 5,6 persen khawatir pemindahan akan membuat utang negara membengkak, dan 4,7 persen beralasan pemindahan ibu kota negara akan mengubah sejarah.

“Saya melihat ini sedang berproses dan nantinya bagaimana sosialisasi serta pemerintah atau stakeholder terkait memberikan penjelasan lebih detail kepada publik. Oleh karena itu, semua anak bangsa harus bisa memberikan waktu kepada pemerintah supaya bisa menjelaskan dengan gamblang terkait pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Salah satu tujuan dari pemindahan ibu kota negara adalah membangun identitas bangsa Indonesia dan memperkuat posisi di mata dunia. Jadi sebaiknya pro dan kontra ini kita hindarkan," ujar Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat, seperti dikutip Antara.

Indonesia sebagai sebuah negara demokrasi, sudah jamak jika pro kontra terhadap keputusan pemerintah selalu muncul. Namun Lestari Moerdijat yakin, pemerintah sudah mempunyai langkah-langkah strategis untuk melaksanakan rencana pemindahan ibu kota negara.