Bagikan:

JAKARTA - PDI Perjuangan telah mengumumkan seluruh calon kepala daerahnya yang dilaksanakan dalam empat gelombang. Namun, hingga saat ini, partai berlambang banteng tersebut belum mengumumkan siapa yang akan dijagokannya di Pemilihan Wali Kota Surabaya 2020 untuk menggantikan, Tri Rismaharini yang telah menjabat selama dua periode.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri Budiarti menilai, PDIP belum mengumumkan jagoannya di kota pahlawan ini karena mereka masih menimbang calon dan memetakan peluang kemenangan calon yang akan diusungnya. Hal ini menjadi penting karena Surabaya merupakan kota yang sangat penting bagi partai besutan Megawati Soekarnoputri itu.

"Kita tahu bahwa Surabaya merupakan kota basis suara PDIP dan partai banteng ini selalu menang dalam beberapa pelaksanaan pilkada terakhir. PDIP tentu punya keinginan yang kuat untuk mempertahankan kemenangan ini," kata Putri saat dihubungi VOI, Selasa, 1 September.

Hanya saja, PDIP harus menghadapi tantangan yang lebih berat pada Pilwalkot Surabaya tahun ini. Sebab, yang akan diusung nantinya bukanlah calon petahana seperti lima tahun yang lalu ketika partai tersebut kembali mengusung Risma yang dianggap lebih mumpuni dan harus melawan Machfud Arifin.

Diketahui, saat ini di Pilwalkot Surabaya eks Kapolda Jatim Machfud Arifin telah diusung oleh sejumlah partai seperti Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Demokrat, dan NasDem.

Putri menyebut siapapun yang nantinya diusung oleh PDIP akan berdampak pada strategi yang akan digunakan. Dengan melihat banyaknya dukungan terhadap Machfud Arifin, maka Putri berpendapat PDIP akan mengusung sendiri calonnya.

"Sehingga strategi harus sudah siap dan matang terutama untuk internal PDIP sendiri. Pada proses ini, partai bisa jadi sedang menyiapkan strategi yang paling tepat dalam kampanye mengikuti pilihan calon yang akan diusungnya," jelasnya.

Lebih lanjut, dia mengatakan PDIP yang merupakan partai kuat di Surabaya tentu punya kader lokal yang berpotensi untuk dimajukan dalam Pilwalkot tersebut. 

"Namun, masalahnya bagaimana kemudian kader tersebut bisa menang dan mendapatkan dukungan kuat dengan dinamika internal PDIP dan dinamika politik lokal di Surabaya yang tentunya selalu berkembang terutama setelah masuk tahap Pilkada," ujar Putri.

"Maka untuk mampu memenangkan pilkada ini, PDIP harus berhati-hati menimbang dan memutuskan calon yang diusungnya sekaligus memetakan peluang kemenangannya sebelum diumumkan secara final," imbuhnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin justru punya penilaian yang berbeda terkait sikap PDIP di Pilwalkot Surabaya 2020. Menurut dia, PDIP ini saat ini sedang galau.

"PDIP mungkin sedang galau karena lawan yang dihadapi dalam ajang tersebut bisa saja lawan yang kuat karena memborong hampir semua dukungan partai. Kedua, bisa juga setelah Risma, mereka menilai tidak ada kader yang siap," ungkapnya.

Sehingga, partai ini sangat berhati-hati dalam menentukan pilihan mereka dan tidak buru-buru dalam menentukan calon di Surabaya. "Karena salah-salah mendukung calon maka yang terjadi nanti kekuasaan PDIP di Surabaya akan pindah ke tangan partai lain," tegasnya.

Sebelumnya, pada Jumat, 28 Agustus yang lalu PDIP batal mengumumkan calonnya di Pilwalkot Surabaya. Pengumuman tersebut dibatalkan dengan dalih persoalan teknis. 

Menurut Ketua DPP PDIP Puan Maharani, partainya sudah mengantongi rekomendasi untuk calon wali kota Surabaya. Namun, pengumuman tersebut terpaksa ditunda karena DPD PDIP Jatim dan DPC Surabaya tidak tersambung koneksinya dalam pengumuman secara daring tersebut. 

"Karena belum tersambung, nanti diumumkan pada waktu yang akan diumumkan kembali," kata Puan dalam pengumuman daring tersebut.

Pembatalan pengumuman ini kemudian dilanjutkan dengan konsolidasi partai yang dilaksanakan pada Minggu, 31 Agustus lalu. Dalam kunjungannya ke DPD PDIP Jatim, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan partainya tak ingin kepemimpinan di Kota Surabata jatuh ke tangan yang salah atau mereka yang disokong dana besar. 

Sehingga mereka menegaskan tak akan sembarangan untuk memilih calon wali kota di kota pahlawan tersebut. "Kepemimpinn ke depan Kota Surabaya adalah kesinambungan visi dan misi yang sudah diletakkan oleh wali kota sebelumnya Mas Bambang DH, Bu Risma, dan terutama kesinambungan harapan bagi wong cilik agar Surabaya tetap dipimpin oleh mereka yang memiliki jiwa kerakyatan," tegas Hasto dalam konsolidasi tersebut.