JAKARTA - Piala AFF 2020 melahirkan sederet keputusan kontroversial dari wasit. Menyusul itu, pertanyaan-pertanyaan muncul soal kenapa video assistant referee (VAR) tidak digunakan.
Pertandingan leg kedua semifinal antara Indonesia melawan Singapura mungkin jadi salah satu yang paling menegangkan dalam sejarah timnas di Piala AFF. Seperti roller coaster.
Gim ini diwarnai tiga kartu merah bagi Singapura. Kartu merah pertama dikeluarkan wasit Qasim Matar untuk bek, Safuwan pada akhir babak pertama.
Kartu merah ini merupakan akumulasi karena sebelumnya Safuwan telah mendapat kartu kuning. Kartu merah kedua untuk Singapura diberikan kepada Irfan Fandi pada menit ke-67.
Irfan Fandi melakukan pelanggaran berat terhadap Irfan Jaya. Irfan Fandi, dalam posisinya sebagai 'orang terakhir' menyikut wajah Irfan Jaya dan membuat sayap lincah Indonesia itu kehilangan peluang berhadapan satu lawan satu dengan kiper Singapura.
Bersembilan, Singapura masih sanggup melawan 2-2, bahkan memaksa Indonesia main hingga babak tambahan. Di perpanjangan waktu, kartu merah ketiga keluar untuk kiper Singapura, Hassan Sunny.
Kartu merah itu mengakhiri penampilan super Hassan Sunny menjaga gawang Singapura sepanjang laga. Penyerang tim, Ikhsan Fandi akhirnya menggantikan Hassan Sunny di bawah mistar. Pertandingan berakhir dengan skor 4-2 untuk Indonesia.
Kritik media Singapura
Sejumlah keputusan wasit Qasim Matar yang dianggap merugikan Singapura disoroti media massa setempat. Kartu merah Safuwan, misalnya.
Meski diakui kartu kuning kedua sudah tepat, media Singapura, Mothership menilai tekel Safuwan terhadap Witan Sulaeman di menit 36 tak layak diganjar kartu kuning. Mothership juga menganggap Singapura harusnya mendapatkan penalti pada menit 40.
Ketika itu Amy Recha dijegal oleh Rachmat Irianto di dalam kotak sakral. Mothership menulis tekel Irianto tak mengenai bola melainkan menghaar kaki kiri Amy.
Kartu merah kedua Singapura yang memaksa Irfan Fandi mandi lebih awal di menit 67 juga dianggap tak tepat. Meski meyakini itu pelanggaran, Mothership menilai kartu merah bukan ganjaran yang tepat untuk Irfan Fandi.
Hal lain yang dikritisi Mothership adalah gol Pratama Arhan. Mothership menilai gol penyama kedudukan Indonesia di menit 87 itu offside. Perdebatan soal keputusan-keputusan di atas juga hangat disuarakan warganet Singapura. Mereka mempertanyakan kenapa tak ada VAR.
Keputusan kontroversial di pertandingan lain
Pertandingan semifinal lain, yang mempertemukan Thailand dan Vietnam juga diwarnai kontroversi. Yang terjadi pada Nguyen Quang Hai, misalnya. Di menit ke-17, bintang Vietnam itu disikut oleh pemain Thailand, Theerathon Bunmathan. Wasit mengabaikan pelanggaran itu.
Keputusan kontroversial lain terjadi di menit 44. Thailand dalam keadaan unggul 2-0, ketika pemain Vietnam, Nguyen Van Toan berlari menyambut umpan terobosan. Kiper Thailand, Chatchai Bootprom kemudian keluar dari kotan penalti dan menarik baju Nguyen Van Toan hingga jatuh.
Wasit Saoud Ali Al-Adba mengganjar Chatchai Bootprom kartu kuning. Berbagai keputusan kontroversial itu mengundang reaksi keras. Federasi Sepak Bola Asia Tenggara (AFF) bahkan memecat wasit asal Qatar itu. Pria 35 tahun kini tak akan lagi dipakai di sisa laga AFF 2020.
Dilansir The Thao, Saoud juga sempat mendapat teror dari para pendukung Vietnam di media sosialnya. Akun Facebook Saoud bahkan sempat diretas oleh anonim yang diduga juga pendukung tim Vietnam.
Kenapa tidak ada VAR?
Sebuah media Vietnam, Zing News melakukan sebuah penelusuran soal kenapa VAR tidak digunakan di Piala AFF 2020. Menurut Zing News panitia Piala AFF sejatinya telah berkoordinasi dengan seluruh anggota federasi soal penggunaan VAR di Piala AFF 2020.
Namun, menurut Zing News masalah terbesar penggunaan VAR adalah biaya. "Meski AFF tidak memberi angka spesifik, namun jumlah uang untuk menyelenggarakan pertandingan dengan VAR selalu besar," tertulis dalam berita dipublikasikan Jumat, 24 Desember.
Berapa biaya pengguaan VAR? Merujuk biaya penggunaan VAR yang rencananya akan diberlakukan PT Liga Indonesia Baru (LIB) di Liga 1 musim depan, harga satu set VAR berkisar hingga Rp6 juta dolar AS. Angka itu setara Rp85 miliar.
Pengadaan VAR membutuhkan anggaran yang besar. Berkaca dari rencana PT Liga Indonesia Baru (LIB) untuk menggunakan VAR di Liga 1 musim depan, harga satu set VAR dapat mencapai Rp6 juta dolar AS atau setara dengan Rp85 miliar.
Jumlah itu mencakup paket lengkap VAR, yang terdiri dari pengadaan peralatan dan biaya pelatihan pengoperasiannya. Sebagaimana teknologi lain, VAR membutuhkan dukungan infrastruktur yang baik. Lisensi khusus untuk para wasit juga diperlukan.
Melansir Bola.com, di Asia Tenggara sejatinya ada dua wasit yang memiliki lisensi VAR. Satu dari Singapura, Muhammad Taqi Aljaafari dan Bui Thi Thu Trang, wasit wanita asal Vietnam. Keduanya tidak dilibatkan dalam Piala AFF tahun ini.
Merinci daftar wasit, panitia menggunakan delapan wasit dari Asia Barat, dua dari Korea Selatan, serta wasit dari Singapura dan Malaysia, yang masing-masing seorang.
*Baca Informasi lain soal SEPAK BOLA atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.