JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung metaverse dalam pidatonya di Muktamar Nahdlatul Ulama (NU). Jokowi memaparkan konsep metaverse dari kacamatanya. Apa itu metaverse? Selain dari pemahaman Jokowi, konsep metaverse sejatinya telah banyak digambarkan dalam berbagai produk budaya pop. Kita bahas.
"Lima tahun lalu, saya ingat betul, saya ketemu dengan pemilik Facebook, yang namanya Mark Zuckerberg. Saya diajak saat itu main pingpong. Tapi tidak ada bola pingpongnya. Tidak ada meja pingpongnya. Pakai kacamata Oculus. Kemudian main bersama. Sama kayak main pingpong. Persis 100 persen, tak, tok, tak, tok. Keringetan juga," Jokowi menuturkan pengalamannya bermain pingpong dengan kacamata virtual reality (VR).
Dalam pertemuan itu Zuck juga mengatakan pada Jokowi bahwa pingpong dan kacamata Oculus adalah awal. Zuck membisikkan rencananya membangun metaverse, sebuah alam virtual yang ia rancang. "Restoran virtual, kantor virtual, wisata virtual, mal virtual, hati-hati menyikapi ini," tutur Jokowi menceritakan ulang penjelasan Zuck.
Jokowi dalam kesempatan itu juga meminta agar NU mengikuti perkembangan teknologi. Pidato Jokowi pas dengan tema Muktamar ke-34 NU, yakni Muktamar NU Berkhidmat untuk Peradaban Dunia. NU, kata Jokowi harus ambil peran aktif dalam perkembangan teknologi demi kemaslahatan umat.
"NU di dalam temanya 'Berkhidmat untuk Peradaban Dunia', hati-hati memang. Peradaban itu harus kita pengaruhi agar maslahat bagi umat manusia di seluruh dunia, khususnya di negara kita Indonesia."
Jokowi memaparkan pandangannya soal metaverse dalam konteks peranan NU. "Nanti semuanya dakwah virtual, pengajian virtual. Tapi betul-betul kayak kita bertemu seperti ini. Bukan seperti sekarang yang masih vicon."
"Metaverse akan mengubah, saya tidak tahu apakah pandemi ini menjadi dipercepat lima atau sepuluh tahun tapi pasti datang. Oleh sebab itu kita semua harus siap dan kita bersama-sama NU untuk peradaban dunia."
"Dan Indonesia sekarang juga memimpin G20 juga ingin mempengaruhi kebijakan dunia yang berpihak pada negara miskin dan berkembang, kepada negara kecil dan kepulauan dalam segala hal, utamanya dalam digitalisasi, perubahan iklim dan ekonomi hijau."
Metaverse dalam visi Zuckerberg
Mark Zuckerberg, pada Oktober lalu memaparkan konsep metaverse dalam visinya. Kala itu, di konferensi virtual reality (VR) dan augmented reality (AR), Zuck mendemonstrasikan teknologi metaverse yang akan memberi pengalaman imersif pada pengguna.
Di ruang virtual yang dirancangnya, para pengguna dapat menghadiri konser, bertemu rekan kerja, bermain gim, hingga berbelanja sejumlah jenis barang serta menikmati berbagai layanan digital. Zuck saat itu juga mengumumkan nama baru Facebook menjadi Meta, yang menggambarkan ambisi perusahaan untuk menguasai dunia metaverse.
Dalam gambaran lebih umum metaverse adalah alam virtual yang dirancang menyerupai dunia nyata. Metaverse memiliki tanah, bangunan, hingga avatar yang bisa dibeli dan dijual. Sejauh ini metaverse juga aktif dalam perekonomian dalam konteks penggunaan mata uang kripto. Manusia-manusia di dunia nyata, dalam metaverse diwakili avatar.
Zuck mengatakan meski Facebook adalah merek media sosial yang ikonik, tapi brand image Facebook selama ini sejatinya tak pernah benar-benar menggambarkan apa yang dilakukan olehnya dan seluruh tim di dalam perusahaan, di mana sesuatu yang jauh lebih besar sedang dipersiapkan.
"Saya telah banyak berpikir tentang identitas kami saat kami memulai bab berikutnya. Facebook adalah salah satu produk yang paling banyak digunakan dalam sejarah dunia," kata Zuckerberg, dikutip CNN, Kamis, 28 Oktober waktu setempat.
"Hari ini kami terlihat sebagai perusahaan media sosial ... tetapi dalam DNA kami, kami adalah perusahaan yang membangun teknologi untuk menghubungkan orang. Dan metaverse adalah batas berikutnya, seperti halnya jejaring sosial ketika kami memulai," tambahnya.
Tak lama setelah Zuckerberg mengumumkan penggantian nama Facebook menjadi Meta, CEO Twitter Jack Dorsey melontarkan sindiran. Dikutip dari The Guardian, Dorsey merespons kicauan akun @udiverse21 yang membahas terminologi metaverse dalam gambaran Snow Crash, novel karya Neal Stephenson yang pertama kali memperkenalkan konsep metaverse.
"Metaverse mengambarkan dunia virtual yang dimiliki sebuah perusahaan, di mana penggunanya diperlakukan secara buruk sebagai warga negara oleh perusahaan diktator (dystopian corporate dictatorship). Bagaimana jika Neal benar," tulis @udiverse21.
Dorsey menulis, "NARRATOR: He Was," yang berarti Dorsey setuju gambaran Stephenson adalah benar.
Metaverse dalam gambaran kultur pop
Hiro adalah peretas yang juga bekerja sebagai sopir pengiriman pizza untuk mafia. Pada satu waktu dirinya bertemu dengan Yours Truly, yang dalam novel kerap disebut YT. YT adalah pemain skateboard muda yang juga kurir. Dalam pekerjaannya, YT kerap menyelesaikan pengiriman-pengiriman yang gagal sampai tepat waktu. Itulah kenapa ia menyebut dirinya 'Orang Ketiga'.
Dari situlah kemitraan Hiro dan YT dimulai. Keduanya kemudian mulai mengumpulkan intel dan menjualnya ke CIC, organisasi nirlaba yang terbentuk dari merger antara CIA dan Perpustakaan Kongres. Petualangan Hiro di metaverse berawal ketika dirinya ditawari file berlabel 'Snow Crash' oleh seorang pria bernama Raven, karakter yang ia temui di metaverse.
Teman Hiro, sesama peretas, Da5id melihat gambar bitmap dalam fail tersebut. Fail itu menyebabkan komputernya mogok dan Da5id mengalami kerusakan otak di dunia nyata. Dalam kerja kurirnya, YT kemudian direkrut sebagai pekerja lepas oleh seorang bos mafia, Paman Enzo, yang terkean dengan sikap dan inisiatif YT.
Dari situlah penyelidikan dilakukan YT dan Hiro. Sejumlah temuan terkait penyebaran virus neuro-linguistik yang memungkinkan fungsi otak diprogram menggunakan rangsangan audio mereka dapati. Singkat cerita Hiro, yang di kehidupan nyata bekerja sebagai pengantar pizza justru jadi pejuang di metaverse, protagonis dalam cerita yang berusaha membongkar seluruh konspirasi.
"'Snow Crash' adalah kejar-kejaran yang mengubah pikiran melalui Amerika masa depan yang begitu aneh, sangat keterlaluan … Anda akan segera mengenalinya," tulis Goodreads dalam ulasan.
Konsep metaverse pertama kali diperkenalkan dalam novel ini. Penulis, Neal Stephenson menggambarkan metaverse sebagai penerus internet. Ini adalah visi Stephenson tentang bagaimana internet berbasis virtual reality atau realitas visual dapat berkembang dalam waktu dekat. Ia membayangkan ini seperti game online multipemain masif (MMO).
Metaverse diisi avatar yang dikendalikan pengguna dan daemon sistem. Novel ini dirilis pada 1992, dengan Stephenson membuka cerita dalam gambaran Los Angeles abad ke-21. Saat itu dunia baru saja melewati keruntuhan ekonomi di seluruh dunia.
Pada masa itu Los Angeles bukan lagi bagian dari Amerika Serikat karena pemerintah federal menyerahkan sebagian besar kekuasaan dan wilayahnya kepada organisasi swasta dan pengusaha. Sistem itu digambarkan menyerupai anarko-kapitalisme, tema yang diangkat Stephenson dalam The Diamond Age, novel setelah Snow Crash.
Seperti novel Stephenson lain, Snow Crash mencakup bahasan luas, termasuk sejarah, agama, linguistik, antropologi, arkeologi, politik. filsafat, matematika, hingga ilmu komputer. Dalam esai berjudul In the Begining... Was the Command Line yang ditulis Stephenson pada 1999, ia menjelaskan 'snow crash' adalah istilah mode kegagalan perangkat lunak di masa awal Macintosh.
Stephenson awalnya berencana bekerja sama dengan seniman, Tony Sheeder menjadikan Snow Crash novel grafis yang dibuat oleh komputer. Setelah rilis Snow Crash dinominasikan sebagai penerima Penghargaan Fiksi Ilmiah Inggris tahun 1993 dan Penghargaan Arthur C. Clarke 1994.
Konteks kultur pop lebih kekinian digambarkan dalam film Ready Player One karya Steven Spielberg. Film tersebut menggambarkan metaverse dalam konteks lebih mutakhir.
Ready Player One menggambarkan kehidupan dunia virtual pada tahun 2045, yang lebih menggairahkan ketimbang alam nyata. Ready Player One, sejak dirilis 2018 langsung meledakkan diskusi soal masa depan baru umat manusia, tentu saja dalam konteks lebih dramatis.
Tapi dari segi teoritik, para futuris merumuskan sejumlah karakteristik utama dari metaverse. Selain Ready Player One, beberapa judul film juga mengangkat metaverse sebagai latar atau tema utama. Trilogi The Matrix barangkali jadi yang paling legendaris.
Selain itu kisah cinta digital antara Theodore dan Samantha dalam Her juga tak mungkin terlewat. Mengisi daftar lain ada Minority Report, Avatar, Wreck it Ralph, V/H/S: Viral, Tron, hingga Lucy. Mana yang paling meninggalkan kesan buat kamu?
*Baca Informasi lain soal TEKNOLOGI atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.