JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut meski pro kontra terjadi, namun kekuatan TNI dibutuhkan untuk menangani aksi terorisme di Indonesia.
"Inilah pro dan kontra. Komprominya, terorisme pidana tetapi karena banyak yang tak cuma pidana dan hukum maka dicantumkanlah TNI bisa ikut tangani aksi terorisme dan keterlibatan TNI diatur Perpres," kata Mahfud saat berkunjung ke Markas Marinir di Cilandak, Jakarta Selatan seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Kamis, 30 Juli.
Lebih lanjut, Mahfud mengatakan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tersebut sudah jadi dan sudah berada di DPR RI. Dia tak menampik, saat rancangan itu dibahas, ada sejumlah perdebatan di tengah masyarakat.
Tapi, dia mengklaim telah melakukan pembicaraan terhadap sejumlah pihak termasuk mereka yang menolak. "Termasuk teman-teman LSM, bahwa teror itu bukan urusan semata, tidak bisa semuanya diselesaikan hanya oleh polisi," ujarnya.
BACA JUGA:
Setelah pembicaraan itu, eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengaku semua pihak kini telah memahami pertimbangan pelibatan TNI dalam menangani aksi terorisme.
"Akhirnya semuanya memahami. Saya sudah ditugaskan Presiden mengharmoniskan. Tinggal beberapa yang perlu diperbaiki dan dalam waktu tidak lama DPR akan segera memproses," ungkap dia.
Dia meyakini setelah TNI diberikan tugas untuk menangani terorisme di Indonesia, mereka akan bersikap profesional. Apalagi, TNI punya pasukan yang siap menangani kegiatan terorisme.
"Kalau kita lihat akan sangat rugi kalau ada pasukan hebat tidak digunakan untuk mengatasi terorisme. Denjaka, Kopassus, dan pasukan elite lainnya punya kemampuan penanggulangan terorisme tentu sesuai dengan skala, jenis kesulitan, dan situasi tertentu," ujarnya.
Diketahui, rancangan Perpres tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme telah diserahkan ke DPR pada 4 Mei lalu. Selanjutnya, DPR akan memberikan pertimbangan merujuk aturan di atasnya yaitu UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Sejak rancangan tersebut diserahkan ke DPR, gelombang penolakan terus terjadi. Sejumlah aktivis dan tokoh masyarakat bahkan membuat petisi menolak rancangan Perpres tersebut.