BANDUNG - Tugas menghambat menjamurnya radikalisme di negeri ini harus menjadi tanggung jawab bersama. Para pakar komunikasi pun bisa berperan besar mencegah itu. Bagaimana caranya.
Pemerintah mendorong ahli komunikasi untuk ambil peran dalam mencegah meluasnya radikalisme atau sikap intoleran di Indonesia. Hal itu diminta langsung oleh Kepala Badan Nasional Penanggulanan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar.
"Jika dibiarkan, radikalisme intoleran dapat memengaruhi mindset dan pola pikir masyarakat," jelas Boy Rafli seperti dikutip dari laman resmi milik Unpad, Jumat, 24 Juli.
Berbicara dalam Seminar Daring Komunikasi ke-7 Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Kamis, 23 Juli, Boy Rafli Amar mengatakan, terorisme di Indonesia menerapkan komunikasi masif yang dilakukan pelaku dalam menyampaikan narasi radikal intoleran. Kelompok pengusung ideologi ini rutin menyebarkan pesan mereka melalui beragam saluran. Ada yang secara langsung dengan tatap muka maupun membangun narasi lewat media sosial.
Komunikator memegang peran penting untuk dapat mempersatukan bangsa kita menjadi bangsa harmoni, toleran, bangsa yang daat hidup rukun bersama.
Tujuan cuma satu, penyebaran harus gencar untuk memengaruhi masyarakat, utamanya generasi muda, termakan dengan narasi radikal tersebut. Akhirnya para generasi muda akan terpengaruh dan tercipta dengan sendiri gagasan yang didefinisikan sebagai tindakan teror.
Alumnus Doktor Ilmu Komunikasi Unpad ini mengatakan, membangun literasi dan edukasi di masyarakat tentang bahaya ideologi ini, wajib dijalankan. Komunikasi ini diharapkan dapat menjangkau hingga berbagai kalangan di masyarakat.
Sebagai lembaga yang bertugas menangkal terorisme, Boy Rafli mengatakan, BNPT tidak mungkin bisa bergerak sendirian. Inti kekuatan penangkalan terorisme terletak pada partisipasi masyarakat. Langkah ini memerlukan proses komunikasi yang baik dengan publik.
"Indonesia sangat memerlukan solidaritas yang kuat," tegasnya.