Tiga Petugas PMI Surabaya yang Jual Beli Plasma Konvalesen COVID-19 Jalani Sidang 
ILUSTRASI/UNSPLASH

Bagikan:

SURABAYA - Tiga oknum petugas Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Surabaya, Jawa Timur terlibat jual beli plasma konvalesen bagi pasien COVID-19. 

Hal ini terungkap setelah ketiganya menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis, 21 Oktober.

"Iya benar, ada tiga oknum PMI Surabaya yang didakwa terlibat jual beli darah konvalesen ke pasien COVID-19," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Rakhmad Hari Basuki, dikonfirmasi, Kamis, 28 Oktober.

Ketiga oknum pegawai PMI tersebut adalah Yogi Agung Prima Wardana, Bernadya Anisah Krismaningtyas dan Mohammad Yusuf Efendi. Dalam surat dakwaan, ketiganya didakwa mencari keuntungan jutaan rupiah dari praktik jual beli konvalesen pada Juli-Agustus 2021.

Awalnya, kata Rakhmad, Yogi menghubungi terdakwa Bernadya dan Yusuf agar menawarkan plasma darah konvalesen kepada keluarga pasien covid-19 yang membutuhkan. Yogi membandrol darah plasma konvalesen berkisar Rp2,5 juta sampai Rp3 juta per kantong. 

"Selanjutnya Bernadya dan Yusuf menawarkan dengan cara memposting status di Facebook. Keduanya dijanjikan fee sebesar Rp200-350 ribu per orang yang mendonorkan darah konvalesennya," katanya.

Untuk mencari stok plasma konvalesen, Bernadya dan Yusuf juga berpura-pura menjadi pasien COVID-19 yang membutuhkan donor. Mereka kemudian mengelabui penyintas COVID-19, untuk bersedia mendonorkan plasmanya. 

"Kasus ini terungkap setelah polisi menyamar sebagai menjadi keluarga pasien, dan akhirnta menangkap Bernadya sekitar 4 Agustus, dan besoknya menangkap Yogi," katanya. 

Saat diinterogasi, Yogi mengaku telah menjual darah plasma sebanyak dua kali. Plasma darah O plus dijual dengan harga Rp3,5 juta, dan jenis plasma darah AB + seharga Rp5 juta. 

Sedangkan Yusuf mengaku sudah sebanyak 12 kali mendampingi pendonor, yang akan mendonorkan plasma darahnya di PMI Surabaya dengan berpura pura sebagai keluarga pasien COVID-19.

Atas perbuatannya, ketiga oknum pegawai PMI itu didakwa Pasal 195 Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.