Bagikan:

JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo bilang, masalah stunting menjadi gangguan terbesar dalam menjaga kualitas anak menuju generasi emas 2045 di Indonesia.

Stunting adalah kondisi anak yang tidak tumbuh sesuai dengan umurnya. Pada anak yang mengalami stunting, sel otak tidak berkembang maksimal. Sehingga mempengaruhi kecerdasan sehingga ada yang telat berpikir atau kurang pintar.

"Proporsi gangguan terhadap kualitas sumber daya manusia seperti ini, riil dan konkret, paling besar adalah stunting dengan angka 27,6 persen. Disusul gangguan berikutnya adalah mental emosional disorder," kata Hasto dalam Simposium Nasional 2021 secara virtual, Selasa, 26 Oktober.

Berdasarkan proporsinya, angka stunting di Indonesia menjadi gangguan paling besar yakni 27,6 persen. Gangguan terbesar selanjutnya, adalah mental disorder sebesar 9,8 persen, autisme 4,1 persen, pecandu narkotika 5,1 persen, dan orang dengan gangguan kejiwaan (ODGJ) yang cakupannya 7 dari 1.000 orang.

Karenanya, saat ini BKKBN menggencarkan program penurunan angka stunting. Sebab, menurut Hasto, jika masalah stunting di Indonesia dapat dientaskan, maka gangguan kualitas SDM menuju generasi emas 2045 bisa mereda.

Lagipula, Presiden Joko Widodo memberi target angka stunting pada tahun 2014 bisa turun menjadi 14 persen, dari saat ini yang prevalensinya berada pada angka 27,6 persen.

"Dari semua (gangguan) ini ketika kita ambil stuntingnya, maka proporsi yang paling besar mudah diatasi," ungkap Hasto.

Karenanya, saat ini BKKBN bekerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi dalam penurunan angka stunting di Indonesia. Kerja sama ini dituangkan dalam program Kampus Merdeka, di mana para mahasiswa menjalankan perkuliahan sebanyak 20 SKS bertemakan stunting.

Sejumlah program penanganan stunting yang bisa dilakukan mahasiswa lewat kegiatan Kampus Merdeka adalah membangun desa dan proyek kemanusiaan. Selain itu, mahasiswa juga bisa melakukan pengabdian masyarakat dan KKN tematik.

"Ada 11 perguruan tinggi di awal yang sudah bergabung dengan pengentasan stunting. Harapannya, nanti ada 4.600 perguruan tinggi untuk kemudian semua desa bisa tersentuh dengan mahasiswa pendampingan pengentasan stunting," jelas Hasto.

Dalam implementasinya, mahasiswa perguruan tinggi bisa membantu penguatan perencanaan dan penganggaran penanganan stunting pemerintah desa, lalu peningkatan kualitas pelaksanaan kegiatan maupun juga peningkatan kapasitas sumber daya manusia.

Selain itu, masyarakat bisa melakukan coaching dan mentoring dan advokasi kepada pemerintah desa, dan juga masalah-masalah yang terkait dengan data penanganan stunting.