Ancaman COVID-19 di Korut: Rezim Tetap Bisa Mengambil Keuntungan dengan Menjadikannya Propaganda
Kota Kaesong, Korea Utara (Sumber: Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Korea Utara (Korut) tengah menghadapi ancaman penyebaran virus corona baru. Untuk pertama kalinya kasus COVID-19 diumumkan secara publik di negara yang paling tertutup itu. Kasus itu diketahui dibawa oleh seorang pembelot yang kembali ke Kota Kaesong. Meski jadi ancaman, rezim Kim Jong-un tetap bisa memanfaatkan wabah sebagai propaganda mereka.

Melansir CNN, Selasa 28 Juli, Pemimpin Korut Kim Jong-un mengadakan pertemuan darurat setelah dilaporkan bahwa seorang pembelot yang melarikan diri dari negara itu tiga tahun lalu, kembali ke Kota Kaesong, Korut. Menurut media pemerintah KCNA, diperkirakan orang tersebut telah terjangkit COVID-19. 

KCNA mengabarkan pembelot memiliki gejala COVID-19, tetapi tidak mengonfirmasi apakah ia telah diuji apa belum. Kini sang pembelot sedang diperiksa dan dikarantina. KCNA memperingatkan tentang "situasi berbahaya" yang berkembang di Kota Kaesong yang dapat mengarah pada "bencana yang mematikan dan merusak."

Sementara itu, pihak berwenang di Korea Selatan (Korsel) mengonfirmasi bahwa pembelot tersebut melintasi perbatasan yang sangat termiliterisasi untuk kembali ke Korut. Otoritas Korsel mengatakan pria itu bukan pasien COVID-19 atau berkontak dekat dengan COVID-19, melainkan seorang pria yang sedang diselidiki karena kejahatan seks.

Beberapa ahli percaya bahwa Korut, sebuah negara berpenduduk hampir 25 juta orang yang berbatasan dengan China, bisa lolos dari dampak pandemi yang telah menginfeksi lebih dari 16 juta orang di seluruh dunia dan menewaskan hampir 650.000 orang.

Mungkin Korut tidak mengidentifikasi kasus yang ada karena kurangnya pengujian atau telah berhasil mengisolasi kelompok kecil kasus dan tidak melaporkannya. Tetapi jika pembelot ini terbukti positif dan menyebabkan wabah besar, COVID-19 bisa berubah menjadi salah satu ancaman terbesar yang dihadapi Kim Jong-un dalam hampir sepuluh tahun kekuasaannya.

Kendala Sistem Kesehatan

Para ahli mengatakan bahwa infrastruktur perawatan kesehatan Korut yang bobrok tidak mungkin sesuai untuk merawat sejumlah besar pasien yang terserang virus baru, yang bahkan tidak sepenuhnya dipahami oleh komunitas perawatan kesehatan global. Hal tersebut mungkin juga salah satu alasan mengapa rezim Kim Jong-un begitu proaktif dalam upayanya untuk menjaga agar virus tidak masuk negaranya. 

Korut menutup perbatasannya pada Januari setelah laporan COVID-19 muncul, meskipun langkah seperti itu adalah keputusan yang menyakitkan mengingat betapa Korut sangat bergantung pada China untuk menjaga ekonominya stabil. Tetapi Korut juga berada dalam posisi unik untuk mengontrol penularan virus.

Perjalanan warga asing ke Korut sangat dibatasi, bahkan sebelum adanya pandemi. Kini setelah pandemi COVID-19 merajalela, sekarang perjalanan warga asing ke Korut mendekati nol, yang mana sebagian besar hanya diplomat dan pekerja asing yang memasuki negara itu. Mereka yang masuk Korut pun diharuskan menjalani karantina yang ketat pada saat kedatangan.

Rata-rata rakyat Korut tidak diizinkan melakukan perjalanan jauh dari rumah tanpa persetujuan pemerintah, bahkan dalam waktu normal. Sumber-sumber diplomatik yang berbasis di Pyongyang mengatakan bahwa di jalan-jalan, semua orang memakai masker dan mempraktikkan jaga jarak fisik. 

Tetapi langkah-langkah itu mungkin tidak cukup. Setelah mendengar kasus Kota Kaesong, Kim Jong-un merespons dengan cepat. Dia segera memerintahkan Kota Kaesong untuk ditutup. Setiap distrik dan wilayah di Kaesong juga diisolasi.

Keuntungan Rezim 

Kim Jong-un adalah anggota ketiga dari keluarganya yang berkuasa di Korut. Berbagai propaganda telah lama dibangun, menyatakan bahwa keluarga Kim sebagai pelindung dan penyelamat rakyat Korut. Tetapi kemampuan propaganda memberi rezim keuntungan jika wabah benar terjadi di Korut.

Warga Korut yang melarikan diri dari negara itu dan bermukim di Korsel sering mengalami kesulitan menyesuaikan diri. Mereka kerap menghadapi diskriminasi dan seringkali kesulitan menemukan pekerjaan di sebuah masyarakat kapitalis yang kejam dan asing bagi mereka. Semua itu dapat menyebabkan keputusasaan dan depresi, lalu keinginan untuk pulang.

Mereka yang kembali kadang-kadang digunakan sebagai alat propaganda untuk meyakinkan masyarakat Korut bahwa sistem sosialis Utara lebih unggul daripada sistem kapitalis Selatan. Mereka yang melarikan diri akan mempertaruhkan nyawa dan anggota badan untuk kembali.

Melarikan diri dari Korut dan tinggal di Korsel sering disebut sebagai "sampah manusia" dan musuh negara. Jika seorang pembelot membawa virus ke Kota Kaesong, rezim Kim Jong-un dapat menyebarkan argumen yang sama: Pemerintah Korut mampu melindungi warganya dari virus, tetapi kapitalis Korsel belum mampu melindungi masyarakat dari virus.