JAKARTA - Pemimpin Tertinggi Korea Utara (Korut) Kim Jong-un tengah mendorong pencegahan pandemi COVID-19 dengan memperketat perbatasan negara yang hampir tak dapat dilewati. Kim Jong-un juga memutus hampir semua perdagangan dengan China, bahkan diduga mengeksekusi pejabat bea cukai karena gagal menangani barang impor dengan tepat.
Mengutip CNN, Senin, 30 November, China mengekspor barang hanya senilai 253 ribu dolar AS ke Korut pada Oktober. Angka itu turun 99 persen dari September hingga Oktober, menurut data yang diterbitkan administrasi bea cukai China.
Untuk konteksnya, jumlah tersebut sangat kurang dibanding ekspor China ke Liechtenstein dan Monako selama Oktober. China adalah mitra dagang terbesar Korut dan secara efektif jadi garis hidup ekonomi rezim Kim.
Korut pada dasarnya tidak mengimpor barang secara signifikan dari tempat lain. Sebelum sanksi utama PBB diberlakukan sebagai hukuman untuk program senjata nuklir pada 2016 dan 2017, China menyumbang lebih dari 90 persen perdagangan luar negeri Korut.
Angka bea cukai baru, jika akurat menunjukkan Kim Jong-un tampaknya bersedia mengurangi atau bahkan memutus perdagangan dengan China untuk mencegah virus memasuki Korut, bahkan jika itu berarti mempertaruhkan pasokan makanan dan bahan bakar di seluruh negeri. Langkah tersebut bahkan lebih ekstrem, mengingat China daratan hanya melaporkan segelintir kasus setiap hari.
Korut belum secara terbuka mengakui penurunan perdagangan atau alasan di baliknya. Tetapi pandemi adalah penjelasan yang paling mungkin. Kim Jong-un dilaporkan telah mengeksekusi dua orang karena kejahatan terkait COVID-19, termasuk seorang pejabat bea cukai yang tidak mengikuti aturan pencegahan virus saat mengimpor barang dari China.
Hal itu diungkap seorang anggota parlemen Korea Selatan (Korsel) setelah diberi pengarahan oleh mata-mata. Korut belum mengonfirmasi secara terbuka eksekusi tersebut. Media pemerintah Korut pada Minggu, 29 November melaporkan pihak berwenang memberlakukan tindakan anti-epidemi baru yang lebih ketat di seluruh negeri.
Tindakan yang dimaksud termasuk meningkatkan jumlah pos penjagaan di penyeberangan perbatasan dan memperketat aturan masuk di daerah pesisir. Pihak berwenang bahkan telah diperintahkan untuk "membakar sampah yang diangkut melalui laut."
Pengaruhi perdagangan lain
Keputusan Korut mengurangi impor dari China telah memengaruhi perdagangan ke arah lain. Data bea cukai pada Oktober menunjukkan impor China dari Korut turun. Hal tersebut memaksa industri di China, seperti produsen rambut dan wig mencari tenaga kerja murah di tempat lain.
Pabrik-pabrik rambut China sering kali mengalihdayakan tenaga kerja manual intensif ke Korut, mengirimkan bahan mentah, serta membayar perusahaan Korut agar pekerja mereka menyelesaikan produk. Tetapi sejak perbatasan Korut-China ditutup pada Januari, arus perdagangan mengering. Harga pun melonjak.
Korut adalah salah satu negara pertama di dunia yang menutup perbatasannya ketika berita COVID-19 muncul dari Wuhan, China. Hampir semua perjalanan ke China berhenti tidak lama setelah itu. Musim panas ini, Kota Kaesong diisolasi setelah laporan bahwa seorang pembelot mungkin telah membawa virus masuk.
BACA JUGA:
Media pemerintah Korut secara teratur menyampaikan berita-berita yang mengingatkan rakyat tentang pentingnya peringatan darurat. Para ahli percaya tanggapan waspada Korut dilakukan karena Kim Jong-un mengakui seberapa besar masalah yang akan ditimbulkannya untuk mengatasi pandemi. Ia juga berkaca pandemi COVID-19 telah membebani banyak sistem perawatan kesehatan terbaik dunia.
Pemerintah Korut belum terbuka mengakui satu kasus COVID-19 di perbatasannya. Tetapi banyak yang mempertanyakan bahwa penyakit menular itu benar-benar tak berhasil masuk Korut. Bukan apa-apa, di seluruh dunia, COVID-19 telah menewaskan lebih dari 1,4 juta orang dan menginfeksi 62,6 juta.
Korut juga belum mengomentari kemenangan Joe Biden dalam Pilpres AS. Biden kemungkinan akan mendekati Korut dengan cara yang jauh berbeda dari Presiden Donald Trump.