Luhut Bilang Amerika Apresiasi Penanganan Pandemi Indonesia
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (Foto: Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menkomarves Luhut Binsar Pandjaitan menyebut, penanganan pandemi di Indonesia yang cukup terkendali saat ini diapresiasi oleh Amerika Serikat, saat dirinya melakukan kunjungan ke negara tersebut.

"Apa yang kita hasilkan ini dari perjalanan kami kemarin ke Amerika minggu lalu sangat diapresiasi," kata Luhut dalam konferensi pers virtual, Senin, 25 Oktober.

Dalam seminggu terakhir, kasus baru COVID-19 per hari rata-rata bertambah tak sampai 1.000 kasus. Lalu,

kasus konfirmasi Indonesia dan Jawa-Bali masing-masing telah turun hingga 98,9 persen dari kasus puncaknya pada 15 Juli lalu.

Kepada Amerika Serikat, Luhut menjelaskan kunci pengendalian pandemi di Indonesia adalah koordinasi menyeluruh kepada seluruh jajaran untuk memperhatikan pengawasan PPKM serta protokol kesehatannya.

Kata Luhut, upaya ini tak diterapkan pada sejumlah negara yang saat ini sedang mengalami lonjakan kasus dan masuk ke gelombang ketiga.

"Di banyak negara itu tidak terjadi. Itu sebabnya serangan gelombang ber gelombang itu terus terjadi, seperti yang terjadi di Belanda mulai minggu kemarin," jelas dia.

Meski demikian, Luhut menuturkan ternyata masih ada 105 kabupaten/kota yang mengalami fluktuasi kenaikan kasus COVID-19.

"Adanya peningkatan kasus di 105 Kota dan Kabupaten di Seluruh Indonesia, meskipun hal tersebut masih terkontrol dengan baik," ucap Luhut.

Karenanya, kata Luhut, Presiden Joko Widodo mengingatkan kepada jajaran menteri untuk terus mewaspadai kenaikan kasus di wilayah yang dimaksud, demi mencegah munculnya gelombang ketiga COVID-19.

Salah satu upaya yang akan dilakukan adalah pengetatan pada sejumlah kegiatan. Pengetatan ini akan dilakukan dalam perpanjangan PPKM minggu depan.

"Kami melihat masih ada indikasi naik turun-naik turun itu. Tentu kita perlu waspadai. Makanya nanti banyak langkah-langkah yang kita lakukan, terkadang mungkin dianggap terlalu ketat, tapi kita enggak punya pilihan," pungkasnya.