Bagikan:

JAKARTA - Sekretaris Jenderal Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Said Salahudin, mengatakan partainya mengundang dan membuka pintu lebar-lebar bagi 57 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bergabung ke dalam partai politik.

"PKP dalam anggaran dasarnya jelas partai yang terbuka. Siapapun, kelompok manapun untuk berjuang menjadi benteng NKRI. Sepanjang visinya sama dengan PKP terbuka siapapun termasuk kepada mantan-mantan pegawai KPK. Kan tak boleh membeda-bedakan," ujar Said kepada VOI, Kamis, 14 Oktober.

Menurutnya, eks pegawai KPK itu sejalan dengan PKP dalam hal pemberantasan korupsi. Bahkan, kata Said, Ketua Umum PKP Yussuf Solichien, sampai berani mengatakan di hadapan Presiden Jokowi bahwa seandainya saja tidak melanggar hukum, para koruptor itu pantasnya langsung ditembak mati saja. Apalagi terhadap mereka yang menggarong uang negara di saat rakyat sedang kesusahan.

"Itu menunjukkan bahwa kuatnya komitmen PKP dalam upaya pemberantasan korupsi. Nah, Pak Yusuf Solihin itu menyampaikan di hadapan presiden bukan sekali tapi dua kali ketemu presiden. Dua kali pula disampaikan oleh beliau," jelas Said.

Ketum, kata Said, menyampaikan hal tersebut ke presiden pada 1 September di Istana Negara Jakarta. Kemudian, pada 22 September di Istana Bogor.

"Dua pertemuan dan pernyataan itu juga disampaikan oleh pak Yusuf. Artinya kalau soal semangat spirit pemberantasan korupsi jangan diragukan PKP," tegas Said.

Menurut Said, seluruh mantan pegawai KPK adalah orang-orang kredibel yang tak ada persoalan dengan negara. Sehingga, tentu saja PKP merangkul orang-orang yang mau berjuang bersama melawan korupsi.

"Ketika institusi semacam polri bersedia menerima mereka artinya kan sebetulnya mereka tak ada persoalan bagi negara. Orang-orang kredibel buktinya Polri mau terima, siap menerima," terang Said.

"Jadi posisinya sama dengan yang lain 57 eks pegawai KPK itu dalam artian spirit untuk membuat negara ini menjadi negara yang bersih dari korupsi. Bukan 57 itu tapi bahkan ratusan juta rakyat yang punya spirit yang sama," sambungnya. 

Termasuk di internal partai, kata Said, para kader pun diingatkan untuk menjauhi praktik korupsi guna me jaga kepercayaan rakyat. Di mana saat ini, partai politik sangat minim dipercaya masyarakat. 

"Ya praktik yang terjadi selama ini, hasil hasil penelitian menempatkan parpol sebagai salah satu institusi yang kurang mendapatkan kepercayaan publik. Hasil riset itu tentu harus kita hormati dari situ kita lihat berati kan ada yang salah dalam pengelolaan partai," paparnya. 

Kesalahan yang pernah terjadi itulah, lanjut Said, tidak ingin muncul di PKP. PKP, kata dia, berusaha semaksimal mungkin untuk menjauhi prilaku korup sesuai yang diamanatkan salah satu pendiri PKP yang juga Ketua Dewan Pembina Jenderal Tri Sutrisno. 

"Untuk memastikan kadernya tak terlibat dalam praktik korupsi pada saat acara pelantikan kita kemarin. Dan ditegaskan kembali oleh ketum bahwa korupsi diwaktu pandemi harus diberikan sanksi yang keras seandainya tidak melanggar hukum, katanya, tembak mati aja sekalian," demikian Said Salahudin.

Sebelumnya, Ketua Umum PKP Mayjen TNI Mar. (Purn.) Yusuf Solihin menyarankan secara tegas bahwa koruptor seharusnya dimiskinkan dan bahkan ditembak mati.

Hal itu disampaikan Yusuf dalam acara pelantikan pengurus Dewan Pimpinan Nasional PKP periode 2021-2026 di North Jakarta Intercultural School, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat, 24 September. 

Yusuf meminta pemerintah tegas dalam penanganan kasus korupsi.

Ia menilai, seharusnya para koruptor dimiskinkan dengan cara dikuras habis harta serta aset mereka.

"Seharusnya semua aset-aset koruptor disita negara, tak boleh ada yang lepas. Kalau ada yang korupsi, disikat disita sampai kering, sampai habis kekayaannya," kata Yusuf di lokasi.

Dalam pidato kebangsaannya, Yusuf juga mengusulkan para koruptor dihukum seberat-beratnya. Ia menilai para koruptor yang tidak mempunyai hati nurani, tidak berkemanusiaan, dan sangat merugikan rakyat banyak bisa ditembak mati.

"Kalo dia masih korupsi juga kita tembak aja kepalanya. Tapi kan ada hukum, kalo udah diperintahkan diarahkan diimbau udah terlalu kan," ucapnya.