JAKARTA - Presiden Joko Widodo melantik pengurus Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Salah satu yang dilantik adalah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Ketua Dewan Pengarah BRIN.
Pelantikan Megawati ini dikritik anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS, Mulyanto. Dia menilai, atas pelantikan tersebut pemerintah membuka peluang politisasi di dunia riset nasional.
Menurutnya, sepanjang sejarah pembangunan riset di Indonesia, saat ini adalah titik yang krusial dalam kaitannya dengan intervensi ideologi-politik di dunia riset dan inovasi.
Hal ini tercermin dari ditetapkannya Megawati yang juga Ketua Dewan Pengarah Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) secara ex-officio sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN.
"Dengan kondisi ini, menurut saya, terbuka lebar peluang politisasi riset. Apalagi Ketua Dewan pengarah BRIN memiliki kewenangan yang lumayan besar, termasuk membentuk satuan tugas khusus," ujar Mulyanto kepada wartawan, Rabu, 13 Oktober.
Wakil Ketua Fraksi PKS itu mengungkapkan, sebelumnya para ahli sudah meminta Presiden Jokowi agar meninjau ulang kebijakan menjadikan anggota Dewan Pengarah BPIP secara ex-officio sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN sebagai upaya pencegahan politisasi riset di dalam lembaga riset Nasional itu.
"Ternyata Presiden Joko Widodo tidak memperhatikan masukan para ahli tersebut dan tetap melantik Ketua Dewan Pengarah BRIN dari Dewan Pengarah BPIP," ungkapnya.
Mulyanto menilai, pemerintah terlalu memaksakan diri lantaran pembangunan riset dan inovasi terpaut jauh dengan BPIP.
Sesmenristek era Presiden SBY ini, memaparkan dalam editorial jurnal sains terkenal Nature, edisi 8 September 2021, kekhawatiran intevensi politik dalam BRIN sebagai lembaga baru terpusat (super agency) dengan reorganisasi yang ambisius namun tidak jelas rencana kinerjanya.
BACA JUGA:
Peringkat inovasi Indonesia dalam laporan Global Innovation Index tahun 2021 (GII) semakin merosot. Posisi Indonesia bertengger pada peringkat ke-87 dari 132 negara.
"Dari segi skor terus merosot. Faktor yang terutama lemah adalah aspek 'kelembagaan' peringkat ke-107, red. Bahkan di bawah Vietnam dan Brunei, Indonesia hanya di atas Laos dan Kamboja di kawasan Asean," kata Mulyanto.
Selain itu, tambahnya, tugas-fungsi BRIN yang campur aduk sebagai pelaksana sekaligus sebagai penetap kebijakan riset dan inovasi, juga menjalankan fungsi penyelenggaraan ketenaganukliran (ex BATAN) serta keantariksaan (ex LAPAN).
"Dengan masalah yang besar dan mendasar itu saya pesimis konsolidasi kelembagaan ini berjalan baik," tegas Mulyanto.