Lahan Stasiun MRT Fase 2 di Ancol Barat Masih dalam Penguasaan Swasta
MRT melintas di kawasan Blok M (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pemprov DKI sedang merancang pembangunan Moda Raya Terpadu (MRT) fase 2. Pembangunan ini dibagi menjadi fase 2A dengan rute Bundaran HI-Kota dan fase 2B dengan rute Kota-Ancol Barat.

Namun, pembangunan ini terkendala lahannya di Ancol Barat. Sebab, sebagian lahan di sana, hak guna bangunannya (HGB) dijual ke perusahaan asal Jepang, PT Asahimas Flat Glass, meski hak pemanfaatan lahan (HPL) tanahnya milik Pemprov DKI.

Ketua Komisi B DPRD DKI Abdul Aziz bilang, kemungkinan DKI akan membebaskan lahan pembangunan depo MRT Ancol Barat seluas 20 hektare dengan nilai Rp1,5 triliun karena masih dikuasai PT Asahimas.

"Ini mesti ada kejelasan lahan. Jangan sampai setelah izin sudah lengkap, kita bangun, ternyata kita harus bayar ke Asahimas karena HGB-nya masih haknya Asahimas. Untuk apa kita membayar sesuatu yang milik kita sebenarnya?" ujar Aziz saat dihubungi, Rabu, 22 Juli.

"Dalam hal ini, Pemprov DKI dirugikan. Tanah sebenarnya punya Pemprov, tapi kenapa harus bayar sama pihak ketiga? Berarti ada kerugian yang seharusnya tidak terjadi," tambah dia.

Ada 7 wilayah HGB yang dikontrakkan kepada PT Asahimas dan 3 HGB lainnya milik BUMD DKI yakni PT Jakpro. Tenggat masa habis HGB Asahimas bervariasi. HGB paling cepat berakhir tahun 2022 dan paling lama berakhir 2029.

Aziz berharap, DKI tidak mengeluarkan anggaran percuma untuk pembebasan lahan ini. Dia menyarankan, pemprov DKI lebih baik menunggu kontrak sebagian HGB PT Asahimas berakhir pada 2022. Setelah itu, Aziz meminta DKI tidak memperpanjang kontrak dengan Asahimas agar HGB bisa kembali ke Pemprov DKI. 

"Kita mendorong, kalau ini belum diperpanjang, jangan diperpanjang. Kalau bisa kita tarik lagi, ya tarik. Kita cut (putus kontrak HGB yang berakhir tahun 2022). Jadi, kita bayar sisanya saja, HGB yang sampai 2029," tutur Aziz.

Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar mengatakan, pengembalian kepemilikan lahan di Ancol harus diselesaikan dalam waktu mendesak. Sebab, DKI harus sudah memiliki lahan depo MRT fase 2B pada November tahun ini.

Hal ini diperlukan sebagai syarat memudahkan pinjaman modal pembangunan MRT senilai Rp22,5 triliun dengan  Japan International Cooperation Agency (JICA) atau Badan Kerja Sama Internasional Jepang.

"Kita didesak dengan segera mendapatkan kepastian lahan untuk depo MRT karena pinjaman mempersyaratkan harus ada depo," ungkap William.

William mengaku tak punya pilihan lain untuk mengganti lokasi depo MRT. Sebenarnya, kata dia, DKI memiliki lahan di Ancol Timur. Namun, ada sejumlah pertimbangan yang akan merugikan DKI jika memakai lahan tersebut.

"Untuk buat depo, harus punya lahan persegi karena butuh track yang panjang. Di ancol timur, lahannya kecil sekali dan menyulitkan untuk manuver kereta saat masuk ke dalam. Jadi, efektivitas penggunaan lahan tidak terlalu baik," jelas William.

"Dari sisi kondisi tanah, Ancol barat siap digunakan oleh beban tinggi karena sudah 40 tahun. Sementara Ancol Timur perlu perbaikan tanah karena itu lahan baru dan butuh proses konsolidasi 20-40 tahun," tutupnya.