JAKARTA - Nama-nama calon potensial pada Pilpres 2024 semakin menguap ke publik. Menariknya, elektabilitas nama baru justru mengalami peningkatan dan beberapa survei.
Ada kejutan dari survei Indonesia Political Opinion (IPO) atas elektabilitas tokoh-tokoh politik pada pertarungan Pilpres 2024. IPO menemukan Menteri BUMN Erick Tohir mengalami kenaikan elektabilitas angka tinggi.
Peneliti utama IPO, Catur Nugroho, mengatakan pada simulasi 20 nama nominasi tokoh untuk Pilpres 2024, Anies Baswedan menempati urutan puncak dengan angka 18,7 persen, Ganjar Pranowo 16,5 persen, Sandiaga Uno 13.5 persen, dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) 9,9 persen.
Sementara Prabowo Subianto mendapat 7,8 persen, Ridwan Kamil 6,2 persen, Erick Tohir 4,7 persen, dan Tito Karnavian 3,6 persen.
“Suharso Monoarfa, Grace Natalie, dan Mahfud MD tidak mendapat respons publik atau 0,0 persen,” kata Catur, Sabtu, 14 Agustus.
Catur menyebutkan, Erick Tohir dan Zulkifli Hasan adalah elite yang belum menghidupkan mesin popularitas, tetapi justru popularitas mereka tumbuh signifikan.
BACA JUGA:
Erick Thohir
Artinya, lanjut Andriadi, siapapun yang maju sebagai kandidat capres - cawapres harus memastikan partai politik yang akan mendukung. Oleh karena itu, pertanyaan mendasar adalah apakah Erick Thohir sudah ada parpol yang akan mendukung di pilpres 2024 mendatang.
Andriadi mencontohkan beberapa tokoh yang berkeinginan maju di pilpres sejak 2004 lalu yang kemudian mendirikan parpol atau aktif sebagai kader parpol. Seperti, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendirikan Partai Demokrat, Wiranto mendirikan Partai Hanura, Prabowo mendirikan Gerindra, dan tokoh lainnya.
"Saya tak memikirkan soal itu dan 2024 masih lama," ujar Erick usai memberikan materi Workshop di acara DPP PAN di Bali, Selasa, 5 Oktober.
"Saya rasa gini, ini konteksnya kita sama-sama sepakat. Hari ini, kan rakyat masih susah kesehatan, ekonomi. Kita lebih fokus ke itu saja. Yang penting fokus kerja dan kita memastikan lagi ekonomi kita bangkit," sambungnya.
Anies Baswedan
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dinilai akan menghadapi jalan terjal jika ingin mencalonkan diri pada Pilpres 2024.
Dengan kemungkinan kursinya sebagai orang nomor satu di Ibu Kota akan digantikan oleh pelaksana tugas/penjabat gubernur pada 2022, Anies akan menghadapi dua tahun tanpa panggung politik.
"Pertama, menjaga performa dan elektabilitas, tentu bukan pekerjaan mudah. Pada 2022, Anies bukan lagi gubernur dan karenanya tak punya panggung politik lagi. Di situ ujian elektabilitas yang sesungguhnya," jelas analis politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, Rabu, 6 Oktober.
"Apa pun judulnya, dua tahun tanpa panggung politik itu sangat berpengaruh, baik dari segi pemberitaan, perbincangan politik," ia menambahkan.
Selama ini, Anies memang termasuk salah satu sosok dengan elektabilitas paling moncer di antara sosok-sosok lain.
Meskipun demikian, Anies yang notabene datang dari latar belakang profesional tidak memiliki dukungan resmi dari partai politik untuk karier politiknya.
Sementara itu, Adi menilai, kecenderungan partai-partai politik jelang Pilpres 2024 adalah menjagokan elite mereka untuk maju. Ini membuat Anies tak punya garansi apa-apa untuk mengamankan peluang ke Istana Negara.
Sayangnya, Anies Baswedan masih enggan menanggapi soal Pilpres 2024. Bahkan, ketika hadir dalam acara PAN di Bali, Anies masih bungkam.
Ridwan Kamil
"Mudah-mudahan, siapa pun yang mendukung tidak boleh ditolak, asal dukungannya baik, saling menguatkan, pastilah itu sebuah kerja sama politik yang kita tunggu," kata Kang Emil di acara Workshop DPP PAN di Bali, Selasa, 5 Oktober.
Ridwan Kamil sendiri mengaku sudah bertemu dengan seluruh partai politik beberapa bulan lalu. Namun sejauh ini, belum ada yang membahas Pilpres 2024.
Setidaknya Ridwan Kamil memiliki tiga modal. Pertama, adalah posisinya sebagai Gubernur Jawa Barat, provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia.
Kedua, adalah kinerjanya mendapat apresiasi positif dari masyarakat.
"Modal ketiga adalah tingginya elektabilitas. Tidak mudah untuk bisa mendapat posisi lima besar di survei elektabilitas," ujar Adi.
"Tiga variabel inilah yang akan menjadikan Kang Emil meski tak punya partai politik, mereka akan realistis. Parpol ketika ingin bertanding dan ingin menang, mereka harus realistis. Tidak hanya ingin memaksakan mencalonkan diri," tambahnya.