Membaca Aktivitas Erick Thohir dari Mata Pakar Komunikasi Politik, Tertarik Jajal Pilpres 2024?
Foto-foto via Kementerian BUMN Erick Thohir

Bagikan:

JAKARTA - Jejak aktivitas Erick Thohir mudah ditemui di berbagai platform media sosial. Mulai dari Instagram hingga TikTok. Menteri BUMN ini ikutan berbagai keriuhan yang terjadi di sana.

Di TikTok misalnya. Erick bisa menjelaskan berbagai pertanyaan seputar vaksin dengan gaya khas TikTok. Di media sosial ini, kita akan banyak melihat Erick yang jauh dari kesan formal. Dia sering mengunggah aktivitasnya dengan warga meski masih dalam koridor pekerjaan.

Erick bisa menjadi seorang apoteker di Kimia Farma Depok. Atau lagi diskusi dengan warga, obrolan Ketua Panitia Pelaksana Asian Games ini juga bisa berbelok jadi membahas persoalan kucing yang sedang nyelonong. Sedangkan di Instagram adalah kombinasi. Sesekali urusan pekerjaan tapi dikemas bekas Direktur Utama ANTV ini dengan sangat fresh.

Yang paling baru, Erick memberi kesempatan milenial menggantikan posisinya sebagai menteri walau satu hari.

Nama Erick memang sudah luas dikenal publik, jauh sebelum masuk ke kabinet Jokowi-Maruf. Apalagi bagi penggila sepakbola. Dia pernah menjadi Presiden klub Italia, Inter Milan. Erick juga lah pemimpin gerbong tim pemenangan Jokowi dalam Pilpres 2019 lalu.

Tak heran kalau namanya digadang-gadang masuk ke gelanggang Pilpres 2024. Dalam survei Indonesia Political Opinion (IPO) pada Agustus lalu, elektabilitas Erick Tohir pun mengalami kenaikan. Dibandingkan survei April, Elektabilitas Erick melonjak tajam dari 0,2 persen menjadi 4,7 persen mendekati Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Bagi Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta, Jamiluddin Ritonga, apa yang dilakukan bos Mahaka Grup itu memberi sinyal Erick Tohir sedang coba mendapat atensi publik.

"Ada indikasi Erick Tohir melambungkan namanya. Memang betul belakangan ini mulai menggunakan media sosial," ujar Jamiluddin kepada VOI, Selasa, 5 Oktober.

Dari kacamata Jamiluddin, langkah pria kelahiran Lampung 30 Mei 1970 itu agak berbeda dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan --yang juga namanya sering disebut sebagai capres potensial. Anies cenderung menyampaikan progres pekerjaannya menggunakan media sosial. Sementara Erick Tohir, tidak mengangkat soal pekerjaannya di medsos, tetapi lebih menunjukkan aktivitas sosial di luar pekerjaan

"Dalam konteks komunikasi politik, hal itu upaya untuk memperkenalkan dirinya lebih jauh ke khalayak luas. Caranya lebih halus, karena dia-nya terikat saat ini menjadi pembantu presiden. Sehingga dalam memperkenalkan diri untuk capres dia tidak bisa direct, karena kalau direct dia akan mendapat kritik dari beberapa orang atau pihak," jelas Jamiluddin.

"Jadi memang apa yang dilakukan Erick Tohir ini juga seperti yang dilakukan menteri lain. Mencoba mencari peruntungan, mana tahu pancingan indirect itu mendapat simpati dari khalayak," sambungnya.

Menurut Jamiluddin, aktivitas media sosial dan kunjungan kerja Erick Tohir ke beberapa daerah, tidak terlepas dari upaya memancing sekaligus memperkenalkan diri dengan masyarakat lebih luas tentang keinginannya untuk mencalonkan diri di Pilpres 2024.

"Tentu dia tidak akan menyampaikannya secara direct (langsung, red). Jadi dia menggunakan lambang nonverbal, dan itu memang ciri komunikasi orang timur. Terutama kita di Indonesia kan tidak suka orang yang ingin menjadi capres langsung bilang 'saya ingin mencalonkan diri' karena orang seperti itu dianggap ambisius," terangnya.

Dalam kultur orang timur khususnya Jawa, kata Jamiluddin, orang yang terlalu blak-blakan ingin mencalonkan diri sebagai presiden tidak layak menjadi pemimpin. Sebab dalam konteks komunikasi politik di Indonesia, sosok yang ingin mencalonkan biasanya akan menggunakan orang lain atau menjadi pihak ketiga untuk didorong bahwa dirinya layak menjadi pemimpin. Misalnya, namanya dimunculkan oleh pengamat atau dideklarasikan oleh para relawan.

"Hal itu lah yang terlihat pada banyak kandidat, seperti yang dilakukan Ganjar Pranowo. Bahwa muncul relawan di berbagai di pelosok tanah air dan luar negeri itu kan cara-cara komunikasi politik orang timur menggunakan tangan ketiga untuk keuntungan pribadi," katanya.

"Saya kira, cara sama dilakukan Erick Tohir. Cuma karena dia menteri dia tidak berani memunculkan relawan yang mengkampanyekan dirinya untuk capres. Jadi yang dilakukan dirinya sangat halus," tambah Jamiluddin Ritonga.

Jamiluddin Ritonga kembali memberi analisa kalau pria yang tercatat punya kekayaan Rp2,31 triliun hasil LHKPN Tahun 2020 itu bisa saja maju di Pilpres 2024. Indikasi awalnya adalah, mulai rajinnya Erick menyapa langsung masyarakat dengan kunjungan kerja ke daerah-daerah.

"Mereka menyampaikan simbol dengan menunjukkan kinerjanya dengan berkunjung ke banyak daerah, sehingga mereka menggambarkan sosok pemimpin yang memperhatikan rakyat. Kan itu yang dilakukan para menteri banyak turun ke daerah," kata Jamiluddin.

"Jadi, dia mencoba mencari celah dengan cara halus ingin atau berharap mendapat sokongan dari masyarakat ataupun parpol. Suka tidak suka dia bukan orang parpol, karena itu dia harus mencari sokongan masyarakat dengan harapan dia akan dilirik parpol. Kalau tidak RI 1 dia berharap minimal dapat sokongan RI 2," tandasnya.