JAKARTA - Pegiat media sosial Permadi Arya membela aksi marah-marah yang ditunjukan Menteri Sosial Tri Rismaharini saat rapat bersama pejabat Provinsi Gorontalo terkait distribusi bantuan sosial (bansos) pada Kamis, 30 September lalu.
Permadi Arya atau yang disapa Abu Janda ini lantas mengunggah kolase foto di akun Mensos Risma dengan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di akun Instagram-nya, @permadiaktivis2.
Apa yang dilakukan Mensos Risma, tegas Permadi adalah usaha untuk meluruskan yang bengkok (salah) dalam pemerintahan.
"Dua orang ini (Ahok dan Risma) keras karena ingin meluruskan yang bengkok, tegas membenarkan yang salah," tulis Abu Janda dikutip VOI, Senin, 4 Oktober.
Hanya ketegasan keduanya tidak dipandang sebanai bentuk profesionalitas dalam tugas-tugas pemerintahan. Ahok, kata Abu Janda, dibenci karena di China dan beragama Kristen.
"Satu lagi dinyinyiri karena dia kader partai penguasa..." tambah Permadi.
"Sebagian bangsa ini memang belom siap dibawa maju karena terbutakan kebencian tidak bisa melihat sisi baik pada kedua orang ini," tegas Abu Janda.
Unggahan dari Abu Janda hingga berita ini ditunkan telah disukai oleh 10 ribu lebih orang dengan berbagai komentar.
"Setuju...Pak Ahok & Bu Risma adalah dua tokoh kebanggaanku." tulis warganet.
"Udh jelas kan hasil karya mereka berdua itu, di Jakarta dan Surabaya," balas yang lainnya.
Aksi Risma marah-marah terekam dalam video yang akhirnya beredar luas di media sosial. Tampak dalam video, awalnya seorang pria berdiri di sisi depan sebelah kanan Risma sedang berbicara sambil sesekali memegang handphone. Risma pun sesekali merespons pernyataan pria tersebut.
"Jadi bukan kita cor, ya," kata Risma sambil memegang mik, seperti dalam video.
Namun, mendadak perhatian Risma tertuju pada pria berkemeja merah yang ada di sisi depan sebelah kirinya. Risma lantas berjalan menghampiri pria tersebut sambil marah dan menunjuk menggunakan benda seperti pulpen.
"Tak tembak kamu ya, kamu tak tembak, ya," ucap Risma kepada pria yang mengenakan kemeja merah.
Tidak jelas alasan Risma tiba-tiba bersikap demikian. Akan tetapi, ketika Risma berjalan, pria berkemeja merah yang awalnya duduk itu berdiri.
"Tak tembak kamu," tegas Risma sambil kali ini mendorong pria tersebut menggunakan benda seperti pulpen.
Sontak pria yang sebelumnya berdiri ketika dihampiri Risma jadi terduduk seketika akibat dorongan Risma. Suasana rapat pun menjadi hening saat itu.
Risma saat itu masih berdiri di tempat selama beberapa detik sambil memandang ke arah pria berkemeja merah itu. Tak lama kemudian, Risma akhirnya kembali ke tempat duduknya.
Lagi-lagi Risma kembali melontarkan nada tinggi. Dia membahas terkait DTKS.
"DTKS, DTKS dicoret. Saya tidak berani nyoret," sebut Risma dengan nada tinggi.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Provinsi Gorontalo Muhammad Nadjamuddin menyebut kemarahan Menteri Sosial Tri Rismaharini kepada seorang petugas koordinator Program Keluarga Harapan (PKH) diawali karena kesalahan komunikasi.
Saat itu, kata Nadjamuddin, Risma awalnya mengecek data penerimaan bantuan sosial antara pihak bank sebagai penyalur dengan para koordinator PKH di berbagai wilayah. Selain itu mereka juga diminta menyampaikan kendala dalam menyerahkan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan.
"Ditanyakan sudah sejauh mana realisasi penerimaan atau penyerahan tersebut," ungkap Nadjamuddin saat berbincang dengan VOI melalui teleconference, Sabtu, 2 September.
Namun, akibat adanya perbedaan data, seorang koordinator menyampaikan ada beberapa masyarakat belum menerima bantuan sosial karena kemungkinan dicoret. "Nah, kata coret itu yang membuat Bu Risma naik pitam. Itu yang jadi persoalan," tegasnya.
"Itu yang jadi persoalannya. Jadi ini ada miskomunikasi tentang data. Bahwa yang mana setelah dicek ke pihak bank, nama itu masih ada. Apa yang disampaikan koordinator PKH juga langsung dikroscek di kementerian karena kebetulan ada staf ahli yang mengelola itu dan ternyata nama itu masih ada," imbuh Nadjamuddin.
Hanya saja, dia tak menyalahkan perbedaan data yang dipegang oleh koordinator PKH itu. Penyebabnya, data tersebut tidak dibuka oleh Kementerian Sosial (Kemensos) kepada koordinator tapi hanya kepada pihak bank.
Bahkan, Nadjamuddin mengatakan data tersebut juga tidak dipegangnya. Sehingga, hal inilah yang kemudian menyebabkan adanya persoalan dan kesalahan komunikasi.
Namun, dia tak menyangka Risma naik pitam sampai menunjuk dan mendorong petugas koordinator yang tengah menyampaikan permasalahan yang dihadapi. Apalagi, ia menganggap petugas tersebut juga tak tahu apa-apa karena hanya berupaya memperjuangkan hak masyarakat yang membutuhkan bantuan.
"Cuma mungkin karena dia menyampaikan bahwa sudah dicoret, nah, Bu Risma naik pitam. 'Saya tidak pernah mencoret saya hanya memperluas'. Itu kemudian Ibu Risma naik pitam, naik darah, tensinya jadi tinggi," katanya.
BACA JUGA:
"Beliau setelah kejadian itu, setelah menunjuk itu beliau langsung marah, kembali ke tempat duduknya, malah mengusir. Itu yang jadi kurang bagus untuk kami yang ada di daerah," tambah Nadjamuddin.
Dirinya pun tak menampik suasana rapat yang digelar pada hari itu sempat tidak enak bahkan para koordinator PKH tak mau lagi untuk menyampaikan kendala yang mereka hadapi di lapangan. Namun, suasana ini sempat cair karena para koordinator PKH ini kembali berbincang dengan Risma dan akhirnya dia mengetahui permasalahan yang tengah dihadapi.
"Teman-teman PKH masih sempat menyampaikan yang sbenernya. Tapi saya tidak ikuti lagi. Mereka menyampaikan lagi baru Bu Risma paham. Itu mereka cerita ke saya. Dari situ Bu Risma paham apa yang terjadi," ujarnya.