Tinggalkan TNI AU karena Lolos Tes Kepala BKKBN NTB, Rusnawi: Karir Saya 25 Tahun Sampai Jadi Kolonel Sia-sia
Rusnawi Faisol/Instagram

Bagikan:

JAKARTA - Rusnawi Faisol (53), rela pensiun dini dari jabatan Kolonel di TNI Angkatan Udara setelah dinyatakan lolos mengikuti seleksi terbuka Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Rusnawi lolos mengikuti semua proses dan dilantik menjadi Kepala BKKBN Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 1 April 2020. Nah, sejak saat ini masalah mulai muncul.

Rusnawi mengetahui Nomor Induk Pegawai (NIP) bodong alias aspal. Sehingga jabatannya sebagai kepala BKKBN tidak diakui Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Rusnawi pun mengaku kecewa dengan BKKBN dan BKN setelah mendapati Nomor Induk Pegawai (NIP) miliknya ternyata tidak terdaftar. Sebab, peristiwa ini membuat karirnya yang dibangun selama 25 tahun di TNI sia-sia.

"Masa karir saya 25 tahun di TNI AU sampai pangkat Kolonel sia-sia atau jadinya hancur karena maladministrasi dan kesewenangan oknum pejabat. Kan tragis sekali padahal masih enam tahun lagi bisa ke puncak (karir) di TNI," kata Rusnawi saat berbincang dengan VOI melalui teleconference, Rabu, 29 September.

Ia kemudian bercerita bagaimana duduk permasalahan dirinya bisa menjabat sebagai Kepala BKKBN di NTB tapi tidak memiliki NIP yang terdaftar di BKN.

Setelah dia dinyatakan lolos dan menduduki jabatan tersebut, dia kemudian bertugas di tempat barunya sejak dilantik pada 1 April 2020. Keanehan mulai muncul saat Surat Keputusan (SK) sebagai Ketua BKKBN Perwakilan NTB akan dicetak.

Saat itu, kata Rusnawi, pihak SDM BKKBN secara sembarangan memasukkan NIP miliknya dengan menggunakan nomor keanggotaan saat dirinya masih menjadi prajurit TNI.

"Jadi NIP itu cuma ditambahkan NRP saya. Ditambah 0, belakangnya ditambah 12. Alasannya untuk menginput saja agar SK bisa keluar dari sistem komputer. Jadi begitu NIP-nya. (Yang menyuruh, red) Mbak Puji di bagian SDM dan Bu Yusni yang sekarang sudah pensiun," ungkap Rusnawi.

Selain untuk mengakses SK, NIP itu juga digunakan dalam sistem KPPN untuk menerima gaji maupun segala haknya. Awalnya, semua itu tidak bermasalah.

Namun, ketika ia memutuskan untuk pensiun dini dari jabatannya, akun KPPN miliknya tak bisa diakses sehingga dia tak bisa menerima gaji.

"Timbul masalah September, karena akun saya dari NRP sudah tutup sementara NIP itu tidak terdaftar atau bukan asli," tegas Rusnawi.

Mendapati masalah ini, BKKBN NTB kemudian berupaya mengirim surat ke pusat yang kemudian diteruskan ke BKN untuk memohon peralihan status dari TNI ke ASN BKKBN. Hanya saja, surat balasan dari BKN justru menolak dengan alasan berbelit.

"Pada bulan November surat itu dibalas, ditolak BKN dengan alasan berbelit. Dipelintir. Kan dasar saya lulus open bidding itu sudah jelas PP 11 Tahun 2017 dari Pasal 147 sampai Pasal 159. Alasan dia sudah direvisi PP itu, padahal tidak mungkin berlaku karena kami masih pakai yang lama itu waktu seleksi," katanya.

Dengan berbagai permasalahan ini, Rusnawi lantas mengajukan gugatan terhadap BKKBN ke Pengadilan Tata Usaha (PTUN) pada Februari 2021. Selanjutnya, Mei 2021 PTUN mengabulkan seluruh gugatannya namun dibalas banding oleh BKKBN.

Dia sebenarnya berharap BKKBN tidak mengajukan banding. Lembaga itu harusnya bertanggung jawab terhadap kejadian yang menimpanya, dan mengembalikan jabatannya.

"Kalau dia bertanggung jawab kan dia akan menjalankan putusan (PTUN) itu," ujarnya.

Sementara terhadap BKN dia berharap agar lembaga itu tidak sewenang-wenang terhadap dirinya. Dirinya juga berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa menaruh perhatian atas NIP bodong miliknya.

"Jangan sewenang-wenanglah. Mentang-mentang BKN itu berhak menerbitkan NIP. Padahal aturan sudah jelas," pungkasnya.