Pemerintah Bentukan Taliban Tidak Inklusif, Presiden Erdogan: Kami Tidak akan Hadir di Afghanistan
Ilustrasi bandara Kabul, Afghanistan. (Wikimedia Commons/Masoud Akbari)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kembali menyoroti dan menekankan pentingnya pemerintahan inklusif di Afghanistan. Kali ini, Presiden Erdogan menyebut pemerintahan inklusif penting dalam mencapai kesepakatan mengenai operasional bandara Kabul.

Pekan lalu, Presiden Recep Tayyip Erdoğan juga menyoroti pentingnya pemerintahan yang inklusif di Afghanistan dalam Sidang Majelis Umum ke-76 Perserikatan Bangsa Bangsa.

"Pemerintah di Afghanistan tidak inklusif, tidak merangkul semua faksi yang berbeda. Selama itu menjadi pertanyaan, kami tidak akan hadir di Afghanistan. Tetapi, jika pemerintah akan lebih inklusif, kami bisa berada di sana, hadir, sebagai Turki," terang Presiden Erdogan kepada penyiar Amerika CBS News, mengutip Daily Sabah 26 September

"Kami mengharapkan semua perempuan untuk terlibat dalam setiap aspek kehidupan di Afghanistan dengan cara yang sangat aktif. Dan setiap kali perempuan menjadi lebih aktif dalam setiap aspek kehidupan, kami dapat mendukung mereka," tambahnya, menurut transkrip wawancara yang disediakan oleh CBS News.

Untuk diketahui, Turki telah mengoperasikan bandara Kabul selama enam tahun, sebelum penarikan Amerika Serikat dan kebangkitan Taliban. Para pemimpin itu, bersama dengan Qatar, telah berdiskusi tentang pembukaan kembali.

Sementara, Presiden Erdogan membahas manajemen bandara Turki dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden selama pertemuan pertama mereka pada bulan Juni di sela-sela KTT NATO di Brussels.

Selain masalah bandara Kabul, Presiden Erdogan juga menyebut Afghanistan tidak lebih aman dengan kehadiran militer Amerika Serikat di negara itu.

"Dengan kehadiran Amerika sejak dua dekade, kawasan itu tidak lebih aman. Sebaliknya, setiap hari kawasan itu kehilangan lebih banyak darah," tukas Presiden Erdogan.

Dikatakan olehnya, Negeri Paman Sam perlu mempertanyakan kehadirannya selama 20 tahun di sana, serta kepulangan mereka pada akhir Agustus lalu.

Terpisah, Taliban mendesak maskapai internasional untuk melanjutkan penerbangan ke Kabul, dengan mengatakan semua masalah teknis di bandara utama negara itu telah diselesaikan. Fasilitas di bandara Kabul rusak parah dalam kekacauan evakuasi lebih dari 120.000 orang yang berakhir 30 Agustus dengan penarikan pasukan AS terakhir.

Sejak itu hanya penerbangan charter yang beroperasi, meskipun Pakistan International Airlines (PIA), Mahan Air Iran dan Kam Air Afghanistan telah menjalankan sejumlah penerbangan khusus.