JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani peraturan presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2020 tentang Kartu Prakerja. Perpres hasil revisi ini memuat aturan baru, manajemen pelaksana (PMO) program Kartu Prakerja dapat mengajukan tuntutan sanksi pidana kepada peserta yang melakukan pemalsuan identitas. Selain itu, manajemen juga bisa menuntut ganti rugi.
Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kemenko Bidang Perekonomian Elen Setiadi menjelaskan, tuntutan pidana hingga ganti rugi dilakukan dengan dua mekanisme yaitu langsung oleh PMO atau dengan bantuan Kejaksaan Agung.
"Mekanisme bisa dilakukan PMO sendiri dengan pemberitahuan Anda telah melakukan penyalahgunaan data informasi, atau bisa dilakukan melalui jasa pengacara negara. Jadi manajemen pelaksana bisa minta bantuan kejaksaan, jaksa pengacara negara untuk melakukan tuntutan ganti rugi," tuturnya, dalam diskusi virtual, Senin, 13 Juli.
Dalam aturan tersebut tuntutan ganti rugi yang bisa dilayangkan PMO Kartu Prakerja dalam jangka waktu paling lama 60 hari sejak penetapan ketentuan penerima palsu harus mengembalikan bantuan biaya pelatihan dan insentif program. Pengembalian dana tersebut dilakukan kepada negara.
Namun, dalam aturan tersebut belum dijelaskan seperti apa bentuk sanksi pidana dan nilai ganti rugi yang akan dibebankan kepada pihak yang memalsukan identitas atau data pribadi dalam mengikuti program Kartu Prakerja.
Gelombang I hingga III Tidak Terkena Sanksi Pidana
Elen mengatakan bahwa peraturan yang diatur di dalam Perpres hasil revisi ini adalah berlaku ke depan, dan tidak surut ke belakang. Artinya, peserta gelombang I hingga III yang sudah menerima program prapekerja, tidak akan terkena tuntutan pidana. Kendati demikian, 680 peserta gelombang I hingga III tetap akan terkena sanksi ganti rugi.
"Pengenaan sanksi apalagi kalau bersangkutan dengan pidana itu kan dia harusnya ke depan, tidak boleh berlaku mundur. Itu azas hukum pidana. Beda dengan perdata, kalau terbukti dia melakukan pelanggaran, kami tetap bisa lakukan tuntutan ganti kerugian," katanya.
Sebenarnya, kata Elen, pemalsuan sanksi pidana telah diatur di dalam Pasal 93 Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Pemerintah hanya ingin mempertegas bahwa pemalsuan identitas, tidak diperkenankan secara hukum.
"Berkaitan pidananya, tanpa diatur di dalam Perpres, itu berlaku di dalam perundang-undangan. Jadi Perpres ini ada dua hal, preventif ingin memberitahukan tidak boleh melakukan hal itu, dan corrective action-nya juga, kami lakukan tuntutan hukum," tuturnya.
BACA JUGA:
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo belum lama ini menandatangani Perpres 76 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja. Di dalam Perpres hasil revisi ini memuat aturan baru yakni PMO dapat mengajukan tuntutan ganti rugi dan juga pidana kepada peserta Kartu Prakerja.
Di dalam beleid yang diterima VOI, dijelaskan peserta Kartu Prakerja yang tidak memenuhi syarat, karena telah melakukan pemalsuan data dan telah menerima bantuan atau insentif, maka wajib mengembalikannya kepada negara. Aturan baru ini tertuang dalam pasal 31C ayat (1) yang berbunyi:
"Penerima Kartu Prakerja yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) dan telah menerima bantuan biaya Pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan/atau Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 wajib mengembalikan bantuan biaya Pelatihan dan/atau Insentif tersebut kepada negara."
Pada ayat (2) aturan tersebut, peserta juga wajib mengembalikan uang biaya pelatihan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 60 hari. Apabila tidak dikembalikan, manajemen pelaksana akan menggugat ganti rugi.
Kemudian, manajemen pelaksanaan Kartu Prakerja dapat mengajukan tuntutan pidana yang digabungkan dengan tuntutan ganti rugi. Hal ini diatur dalam pasal 31D yang berbunyi:
"Dalam hal penerima Kartu Prakerja dengan sengaja melakukan pemalsuan identitas atau data pribadi, manajemen Pelaksana mengajukan tuntutan pidana yang dapat digabungkan dengan tuntutan ganti rugi kerugian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan."