JAKARTA - Kelompok teroris ISIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom di Kota Jalalabad, Afghanistan timur, menyebut puluhan anggota Taliban tewas atau terluka, kata kantor berita kelompok itu Amaaq di saluran Telegram pada Hari Minggu.
"Lebih dari 35 anggota milisi Taliban tewas atau terluka, dalam serangkaian ledakan yang terjadi," kata kelompok militan itu, merujuk pada ledakan pada Sabtu dan Minggu, mengutip Reuters Senin 20 September.
Belum ada komentar langsung dari Taliban terkait dengan tentang jumlah korban tewas dan klaim ISIS atas serangan bom yang terjadi di Afghanistan kali ini.
Gambar yang diambil di lokasi ledakan di Jalalabad menunjukkan sebuah truk pick-up hijau dengan bendera putih Taliban dikelilingi oleh puing-puing, saat orang-orang bersenjata melihat.
"Dalam satu serangan, sebuah kendaraan Taliban yang berpatroli di Jalalabad menjadi sasaran," kata seorang pejabat Taliban, yang meminta tidak disebutkan namanya, kepada kantor berita AFP, melansir Al-Jazeera.
"Perempuan dan anak-anak termasuk di antara yang terluka," katanya.
Selain itu, sedikitnya dua orang juga dilaporkan terluka dalam ledakan bom mobil sebelum tengah hari di lingkungan Dasht-e-Barchi di Kabul.
Sebelumya, setidaknya tiga orang tewas dan sekitar 20 orang terluka dalam ledakan di Jalalabad, ibu kota Provinsi Nanjarhar, Sabtu menurut sumber kepada Reuters, mengutip informasi dari rumah sakit dan saksi mata
Korban tewas terjadi selama serangkaian lima ledakan, sumber tersebut, yang mengatakan mereka telah menerima informasi dari rumah sakit dan saksi mata, mengatakan kepada Reuters.
Satu sumber mengatakan anggota Taliban termasuk di antara korban. Yang kedua mengatakan serangan bom tersebut memang menargetkan kendaraan Taliban.
Jalalabad adalah ibu kota Provinsi Nangarhar, yang merupakan benteng bagi kelompok militan ISIS yang aktif kembali, sejak jatuhnya Kabul ke tangan Taliban.
Sebelum pemboman akhir pekan ini, ISIS Khorasan (ISIS-K) yang berbasis di Provinsi Khorasan juga melakukan serangan bom di Bandara Kabul pada 26 Agustus lalu, mengklaim menewaskan lebih dari 180 orang.