SULTENG - Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mendukung penuh upaya yang dilakukan TNI-Polri dalam menindak para pelaku kejahatan terorisme di wilayah Sulteng termasuk di Poso.
"Apa yang dilakukan oleh TNI dan Polri di Kabupaten Poso, dalam upaya memberantas terorisme merupakan wujud nyata keberpihakan negara dalam memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat," ujar Ketua FKUB Provinsi Sulteng, Zainal Abidin di Palu, Antara, Minggu, 29 September.
TNI-Polri yang tergabung dalam Satgas Madago Raya terus berupaya mengejar dan menangkap kelompok garis keras Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Kabupaten Poso.
Bahkan, TNI dan Polri dilaporkan telah berhasil menewaskan Ali Kalora selaku Pimpinan MIT dan satu anggotanya bernama Jaka Ramadhan.
Ali Kalora dan Jaka Ramadhan tewas dalam kontak tembak antara Satuan tugas Madago Raya yang terjadi pada Sabtu, 18 September kemarin.
BACA JUGA:
FKUB, kata Zainal, mendukung upaya TNI dan Polri membasmi para pelaku teror yang di wilayah Sulteng. Radikalisme, terorisme, ujar Prof Zainal, merupakan musuh negara yang tidak bisa dibiarkan untuk tumbuh berkembang di NKRI termasuk di wilayah Sulteng.
Hal itu, karena radikalisme dan terorisme memberikan ancaman nyata terhadap bernegara, NKRI, serta mengganggu kenyamanan dan ketenteraman masyarakat.
"Aksi-aksi teror yang mereka lakukan di Parigi Moutong, di Sigi, dan di Napu Kabupaten Poso merupakan aksi keji, tidak manusiawi, yang sangat mencederai kemanusiaan dan kerukunan antarsesama manusia dan agama," ujar Zainal.
Oleh karena itu, dia mengingatkan semua pihak di daerah Sulteng harus mewaspadai penyebaran radikalisme.
"Radikalisme di Sulawesi Tengah bukan sebatas gerakan dakwah, pemikiran atau ideologi, tetapi sudah sampai dalam bentuk tindakan teror. Bahkan hingga hari ini kelompok MIT masih eksis," ujar Prof Zainal Abidin.
Guru Besar UIN Datokarama Palu itu menguraikan berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan oleh BNPT bersama Alvara Research dan Nazaruddin Umar Foundation menunjukkan, tren potensi radikalisme di Indonesia menurun, dari tahun 2017 sebesar 55,2 persen atau masuk dalam kategori sedang.
Tahun 2019 sebesar 38,4 persen, kategori rendah, dan pada tahun 2020 menjadi 14 persen, yaitu kategori sangat rendah.
"Namun, hal ini tidak harus membuat kita berpuas diri apalagi lengah, penurunan data statistik ini bukan berarti radikalisme segara berakhir," ujarnya pula.
Zainal Abidin juga mengajak kepada semua pihak untuk bersatu padu melawan radikalisme dan terorisme, dengan tidak memberikan ruang kepada mereka untuk berkembang.
"Salah satunya yakni langkah pencegahan harus kita optimalkan, jangan sampai terjadi mati satu, tumbuh seribu. Ini harus kita antisipasi bersama, oleh karenanya perlu kebersamaan, kesolidan, dan menyatukan langkah untuk menangkal paham intoleransi, radikal, teroris," katanya pula.