JAKARTA - Ombudsman RI mengaku sempat terkejut karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) kompak mengajukan keberatan atas temuan dan tindakan korektif yang disampaikan pihaknya terkait pelaksanaan Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Tes ini merupakan syarat bagi pegawai KPK untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sesuai dengan mandat UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.
"Kemarin kami kaget, terus terang, meskipun ruangnya kita siapkan untuk prosedural semacam itu. Karena KPK dan BKN menggunakan itu yang posisi mereka sebagai pihak terlapor," kata anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng dalam diskusi daring bertajuk September Kelabu di KPK: Akhir Nasib Pemberantasan Korupsi? yang ditayangkan di YouTube Sahabat ICW, Minggu, 19 September.
Menurutnya, meski prosedur pengajuan keberatan ini memang diberikan oleh Ombudsman tapi biasanya yang melakukannya adalah pihak pelapor yang tidak puas dengan putusan akhir.
Sementara dalam polemik TWK, KPK dan BKN merupakan pihak terlapor sedangkan pegawai komisi antirasuah yang tak lolos TWK adalah pihak pelapor. "Tapi oke kita hormati itu karena ruangan kita berikan," ujar Robert.
Meski mengajukan keberatan, namun Ombudsman RI melihat BKN telah menjalankan langkah korektif yang diberikan pasca ditemukannya maladministrasi dalam proses TWK. Hal ini tampak dari mulai dibuatnya roadmap untuk alih status pegawai dari independen menjadi ASN.
BACA JUGA:
"Terhadap BKN saya smpaikan ada perkembangan, dari laporan akhir kita meski mereka keberatan tapi BKN sudah melakukan pembenahan penyiapan roadmap proses peralihan pegawai suatu lembaga tidak hanya KPK, karena mungkin suatu waktu Komnas HAM atau Ombudsman untuk menjadi ASN. Karena selama ini belum punya," ungkap Robert.
"Jadi BKN itu belum punya roadmap, tidak punya alat ukur, tidak punya asesor, tidak punya segala untuk melakukan peralihan seperti yang di KPK," imbuhnya.
Sementara KPK, kata Robert, sama sekali tidak merespons tindakan korektif yang telah disampaikan Ombudsman RI.
Diberitakan sebelumnya, Ombudsman RI menemukan pelanggaran administratif dan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan TWK.
Ada empat tindakan korektif yang harusnya dijalankan oleh KPK yaitu meminta Pimpinan KPK tetap mengalihkan status Novel Baswedan dan 74 pegawai lain yang dinyatakan tak lolos TWK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Berikutnya, Ombudsman meminta KPK tidak menjadikan TWK sebagai dasar pemberhentian 75 pegawai.
Kemudian, komisi antirasuah diminta pelaksanaan pendidikan kedinasaan soal wawasan kebangsaan terhadap pegawai yang dihentikan karena tak lolos TWK. Terakhir, KPK diminta memberi penjelasan pada pegawainya tentang konsekuensi pelaksanaan TWK dalam bentuk informasi atau dokumen yang sah.
Tindakan korektif juga disampaikan kepada BKN yang dianggap tak punya kapasitas untuk menjalankan TWK. Hanya saja, BKN justru menganggap temuan Ombudsman RI tak tepat.