Terjaring OTT di Hulu Sungai Utara Kalsel, Kadis PUPR Ditetapkan KPK Jadi Tersangka
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers OTT Kadis PUPR (Youtube KPK RI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan KPA, Maliki sebagai tersangka penerima suap. Penetapan ini dilakukan setelah dia dan enam lainnya orang terjaring operasi tangkap tangan (OTT).

"Setelah dilakukan berbagai (permintaan, red) bahan keterangan dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, KPK selanjutnya melakukan penyelidikan dan kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup maka KPK meningkat status perkara ini ke tahap penyidikan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Kamis, 16 September.

Selain Maliki, KPK juga mentapkan dua orang tersangka yaitu Direktur CV Hanamas, Marhaini dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi. Ketiganya merupakan tersangka dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan tahun 2021-2022.

Alexander mengatakan ketiga tersangka tersebut ditahan di tiga rutan yang berbeda. Maliki ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur.

Sedangkan Marhaini ditahan di Rutan KPK gedung Merah Putih dan Fachriadi ditahan di Rutan KPK Cabang Kavling C1. Ketiganya ditahan selama 20 hari terhitung sejak 16 September hingga 5 Oktober.

"Untuk upaya antisipasi penyebaran COVID-19 di lingkungan Rutan KPK para tersangka akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari pada rutan masing-masing," tegas Alex.

Atas perbuatannya Marhaini dan Fachriadi yang merupakan pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 KUHP.

Sementara Maliki sebagai penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal Pasal 64 KUHP Jo Pasal 65 KUHP.