Bagikan:

ACEH - Lembaga Suar Galang Keadilan (LSGK) mendesak agar pelaku yang terlibat dalam kematian lima ekor Gajah Sumatera di Kabupaten Aceh Jaya mendapat hukuman berat. Hukuman ini bisa memberikan efek jera sekaligus pelajaran bagi masyarakat lain.

Program Manajer LSGK Missi Muizzan mengatakan, kepolisian telah menunjukkan keseriusan dan komitmen dalam penegakan hukum. Pihaknnya sangat mengapresiasi Polres Aceh Jaya karena berhasil menangkap 11 pelaku yang diduga terlibat dalam kematian satwa liar dilindungi itu.

"Penting juga nanti pada saat persidangan agar pelaku dijatuhkan tuntutan dan hukuman maksimal," kata Missi Muizzan dalam keterangan diterima di Banda Aceh, Antara, Kamis, 16 September. 

Kasus kematian gajah sumatera itu mencuat saat penemuan lima ekor kerangka gajah sumatera di Desa Tuwi Peuryia, Kecamatan Pasie Raya, Kabupaten Aceh Jaya pada awal 2020.

LSGK terlibat aktif dalam pengawalan kasus tersebut. Begitu juga dengan kasus-kasus tindak pidana tumbuhan dan satwa liar dilindungi lain. Mulai dari ikut turun langsung ke tempat kejadian perkara hingga mengawal proses hukumnya.

Kini, Polres Aceh Jaya telah 11 pelaku yang diduga terlibat atas kematian lima ekor gajah yakni HD (39), LH (43), HI (46), SP (62), MR (32), ZB (25), MA (38), kemudian SD (49), AM (61), serta dua orang lainnya berperan membantu menjual dan membeli gading yaitu IF (46) dan MN (68).

LSGK meminta semua pelaku dihukum berat. Begitu juga hukuman bagi penadah gading gajah. Mereka harus mendapatkan sanksi maksimal sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya.

Menurut Missi, pelaku kematian gajah di Aceh Jaya menjual gading gajah tersebut kepada penadah yang sama dengan kasus kematian gajah tanpa kepala di Kabupaten Aceh Timur pada Juli 2021 lalu, yakni MD (49).

"Dia (MD) berperan sebagai penampung gading gajah atas tindak pidana yang terjadi di Aceh Jaya pada Januari 2020 lalu. Dan bahkan dia juga merupakan residivis yang pernah melakukan kejahatan yang sama pada tahun 2016," tuturnya.

Di samping itu, LSGK juga berharpa agar Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh untuk lebih optimal melakukan pencegahan bisa dalam bentuk sosialisasi, sekaligus memasang pamflet terkait ancaman pidana dalam perburuan satwa dilindungi.

"BKSDA juga bertanggung jawab mengawasi dan memantau peredaran tumbuhan dan satwa yang dilindungi di wilayahnya, termasuk pula memantau upaya-upaya penangkaran dan pemeliharaan tumbuhan dan satwa dilindungi oleh perorangan, perusahaan, dan lembaga-lembaga konservasi," ujarnya.